Breath

85.2K 9.3K 3.2K
                                    

Mataku tidak lepas dari sosok Jimin.

Malam ini, dia tampak berbeda. Aku tidak tahu dari sisi mana atau segi apanya. Aku hanya merasa seperti itu. Aneh? Mungkin.

Jimin yang sedang menyetir kemudian menyunggingkan senyum lagi.

Ia tahu aku sedang memandanginya.

"Kenapa kau terus memandangiku?" Tanyanya. Masih dengan smirk yang sama.

Aku menghela napas. Pertanyaan macam apa itu?

"Aku sedang memanfaatkan waktu emasku dengan sebaik-baiknya. Wae?" Aku harus mengakuinya. Jimin selalu menjebakku dengan perkataannya. Dan aku yang selalu berusaha untuk menang, sialnya akan berhasil masuk dalam perangkapnya. Aku tidak bisa mengalahkannya.

Senyum Jimin melebar.

Aku memutar bola mata. Dia menggunakan karismanya untuk mengalahkanku. Dan aku tidak akan mencoba untuk mengelaknya. Aku kalah telak.

Dengan senyum yang tiap saat semakin melebar, aku kemudian menyadari bahwa ia menggigit bibir bawahnya saat tersenyum.

His lips. Ugh.

Lihatlah apa yang kau lakukan terhadapku, Park Jimin.

"Jimin yang baik dalam fanservice ini ingin memberikanmu lebih banyak waktu emas." Ucap Jimin yang sesekali melirikku.

Aku menatapnya penasaran. Apa maksudnya? Apa yang ia ingin lakukan lagi?

"Dengan cara?" Tanyaku singkat.

"Kau pasti tahu aku akan menghadiri acara K-Pop Festival tiga hari lagi." Jimin menjawab, "Dan aku punya satu tiket lagi untuk dibagikan." Lanjutnya dengan suara halusnya.

Aku memutar otakku, "Seolma.." Ini tidak mungkin terjadi. (Tidak mungkin..)

Jimin terkekeh, "Yup! Benar sekali, Lee Hee Young. Selamat, anda telah mendapatkan satu tiket secara gratis."

Aku menatapnya dengan tidak percaya. Namun, baru saja aku ingin mengatakan sesuatu, Jimin menghentikanku. Ia menaikkan jari telunjuk di bibirnya sendiri.

Alisku berkerut dan kemudian ia berkata, "Dengan satu syarat."

Ini adalah kata yang paling kubenci.

Syarat apa?

Dalam hati, aku berdoa semoga ia tidak memintaku untuk menjadi pembantunya selama satu bulan, managernya, dan hal-hal lain yang biasa kalian jumpai di fanfiction.

Jimin tersenyum misterius.

Aku mendecak, "Apa syaratnya?"

Jantungku berdebar kencang. Semoga permintaannya masuk akal. Jika aku gagal melakukan syaratnya, aku akan kehilangan satu tiket gratis.

Kemudian, Jimin tidak menjawabnya dengan kata-kata.

Dengan mata yang sedang bekerja ekstra karena harus melirikku dan tetap fokus melihat jalanan, Jimin malah tersenyum. Dan ia mengarahkan jari telunjuknya tadi ke arah pipinya.

Otakku langsung memberikan satu jawaban atas tindakan Jimin. Tapi aku tidak yakin. Tidak mungkin.

Lalu, Jimin mengetukkan jari telunjuknya dua kali di pipinya. Yang membuatku sadar bahwa pikiranku benar.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang