tiga puluh delapan

3.6K 651 323
                                    

"There's a lot of people outside," Niall ngomong waktu kita semua turun dari kapsul London Eye dan menuju keluar, rencananya sih mau lanjutin River Cruise... cuma entahlah. Kondisinya sama sekali ga memungkinkan saat gue liat orang dalam jumlah yang lumayan banyak, mungkin sekitar 30an kali. Bisa mati kalo ga ada penjaga keamanan.

"How do we get out?" tanya Diana, gue ngeliat mukanya udah ngeliatan banget frustasinya anjir.

"I think we are getting papped by the paparazzi since went to the capsul," papar Harry. Yap, I think so.

"I parked my car far from here," kata Louis dan dia megang rambutnya, gila ganteng banget dah serius.

Niall melangkah mundur dan ngedeketin posisi di mana gue dan Diana berdiri, "Can you two drive?"

Diana ngangguk, "I can," jawabnya.

"Diana, how about you drive the car?" usul Liam dan Diana langsung melotot.

"I can't. I don't drive a big car like Range Rover. I have never done it before," kata Diana, lagi.

"Diana, coba aja deh sekali. Entar kalo nabrak juga orang yang kena bukan elo," kata gue asal-asalan. "Daripada kita semua ga bisa pulang, mana kita ga mungkin pergi ke parkiran yang jauh dan dikawal sama petugas keamanan."

"What are you saying? I don't speak in that language," ucap Niall, dari nadanya dia udah mulai frustasi lagi. Anjir kenapa sih dia lucu banget sumpah, padahal umurnya udah 22, mau nangis gue.

"No you don't have to know what were we talking about," jawab Diana. "Where's the key? I will drive the car, but I have no idea where's the hotel at so –"

"Right, I got it. Now here's the key and drive it fast so we can get outta here," Louis nyela omongan Diana dan langsung ngasih kuncinya ke Diana.

Ketika kunci mobil udah ada di tangan Diana, gue sama Diana langsung keluar lewat pintu (iyalah, emang lewat apaan). Dan saat gue sama Diana melangkahkan kaki keluar, orang-orang makin banyak dan makin banyak aja nungguin di pintu keluar. Gue bener-bener berharap semoga mereka ga sadar kalo ini gue alias Avril. Anjir gue udah kayak tenar banget aja, lmao.

Diana sama gue ga ada ngomong apapun selama di luar, yang ada di pikiran gue tuh cuma gimana caranya supaya mereka ga ngenalin wajah gue yang aneh ini. Serius. Semakin lama, langkahan kaki gue semakin cepat, malah udah kayak menjurus ke lari –

"It's Avril and her friend!"

Anjir. Bangke. Sialan, sialan, sialan. Fak. Buset. Ini kenapa muka gue jadi eksis banget sih, haduh gue jadi malu HAHAHAHAHA. Oke fokus, Avril, ini bukan waktu yang tepat buat terharu karna eksistensi yang lo dapat gara-gara lo ke London. Oke, tarik napas, buang... LARI.

"ANJIR!" pekik Diana dengan tiba-tiba seiring dengan langkahan kakinya yang nyamain kayak gue.

Iya, gue sama Diana lari gara-gara mereka ngejar kita berdua. Tuh kan gue jadi terharu lagi, udah berasa kayak artis tauga di kejar-kejar kayak gini. Saya sungguh terharu, gengs. Untuk informasi doang sih.

Semakin lama gue makin ngos-ngosan, ish anjir ya Tuhan kapan ini berakhir. Jantung sama paru-paru gue udah kayak mau copot rasanya gara-gara gue larinya cepet banget. Akhirnya gue berenti sebentar dan seketika pula orang-orang itu ngegrombolin gue.

Lah tai. Gue cape banget yailah serius.

"Bentar woi, bentar," kata gue ke orang-orang itu, napas gue ngos-ngosan dan mereka sama sekali ga peduli itu. Mereka masih berusaha buat berkomunikasi sama gue dan pegang-pegang gue, anjir gue di grepe. Dan seketika gue sadar, mereka ga ngomong Bahasa Indonesia. Bego. "Wait a minute, I'm tired."

[1] fangirl ;; ltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang