BAB 6

6.9K 569 14
                                    

keesokan paginya Prilly bangun dari dalam dekapan ali. Di hadapan nya ali masih terlelap begitu nyenyak. Ini kali pertama bagi Prilly bangun melihat wajah tenang ali, wajah yang tampak seperti bayi. Bulu mata yang lentik, bibir merah tanda ia bukan seorang perokok. Serta hidung yang mancung dan alis yang tebal. Prilly menggeser pelan tubuhnya, mengangkat tangan ali yang memeluk nya erat. Masih dengan memperhatikan wajah tenang ali, Prilly tidak menyangka jika wajah yang terlihat tegas, galak dan menakutkan saat mata itu terbuka kini ia terlihat begitu lucu dan menggemaskan. Tanpa sadar tangan prily mengusap pelan pipi ali, kulit nya terasa halus di tangan nya. Lalu tangan satunya memegang dadanya. Ia merasakan sesuatu yang aneh, rasa yang tak pernah ia temukan jawabannya. Rasa bahagia dan sesak yang kerap menghampirinya.

" Apa yg terjadi dengan ku" pikir prily. Ia memilih turun dari atas ranjang. Menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya. Tak lama ali pun bangun dan terkejut saat ia tak melihat Prilly di sampingnya. Ia lantas segera bangkit dan memanggil nama Prilly kencang.

" Prillyyyyy......" teriak nya di dalam kamar. Telinganya mendengar gemercik air yang sedang menyala. Tak lama Prilly keluar dengan wajah segar nya. Masih terlihat tetesan air yang mengalir di wajah nya.

" Kaka sudah bangun. "

" Kenapa tidak membangun kan kaka. Aku tadi mencari mu. " Ucap ali tanpa menjawab pertanyaan dari Prilly.

Prilly melangkah menuju lemari baju nya. Mengambil handuk kecil dan mengelap mukanya .

" Tadi kaka masih tidur, aku hanya ke kamar mandi" kata Prilly.

Ali masih memperhatikan Prilly dan mengambil alih handuk kecil dari tangan. Prilly hanya diam saja saat ali dengan telaten mengelap wajah dan leher nya yg basah.

" Kau masih harus istirahat, kau belum boleh mandi, atau pun keluar kamar. " Perintah ali .

" Aku sudah baikan ka. Lagi pula aku akan bosan jika di kamar terus. " Rengek prily manja.

" Tidak bisa, kau masih sakit dan aku tidak mengizinkan mu keluar"

" Kaka____"

" Tidak princess, aku akan memanggil dokter martin ke sini. Aku ingin memastikan jika kamu sudah baikan. Jika dokter mengatakan kau belum sembuh kau harus tetap di dalam kamar ini " tegas dan tak terbantahkan itulah ali. Prilly memasang wajah cemberut nya. Ia bisa mati bosan jika terus terusan berada di dalam kamar. Tapi ia juga tidak ingin berangkat sekolah, ia masih tahut jika Rachel akan mengurungnya lagi. Atau mungkin lebih dari itu.

Tanpa sadar kepala Prilly menggeleng pelan. Ali yang melihat itu menepuk pundak Prilly pelan, membuat Prilly menjerit pelan.

" Aaaaaaaaaaaaa,,, ampun" ucapnya tanpa sadar.

" Hei, sweety... look. Ini kaka. Tenang lah tidak ada yg menyakitimu. " Tenangkan ali. Ia tak kan bisa mengorek informasi dari Prilly jika keadaan Prilly masih seperti ini. Belum bertanya nya saja sudah seperti ini reaksi nya apa lagi jika ia bertanya. Mungkin nanti jika keadaan nya sudah memungkinkan. Ia akan bertanya pelan pelan.

Masih dengan rasa takut Prilly membuka matanya perlahan. Mata bulat nya bertemu dengan mata hitam milik ali. Ia bernafas lega , bayangan itu seakan mimpi buruk baginya.

" Apa ada yang sakit" tanya ali. Prilly menggeleng dan langsung memeluk tubuh ali dengan erat. Ia tidak ingin ali meninggalkan nya walau sekejap. Prilly ingin ali tetap di samping nya dan tetap melindungi nya.

Ia tidak tahu apa jadinya ia tanpa ali di sisinya. Ali sudah bagian dari hidupnya. Semua kehidupan nya ia gantungkan pada ali. Tapi bagaimana jika orang yang ia harapkan adalah orang yg sudah membunuh kedua orang tuanya.

JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang