BAB 29

3.6K 342 26
                                    

Pandangan matanya menatap nyalang kedepan. Hatinya begitu hancur sehancurnya. Jiwanya telah pergi entah kemana. Ia berjuang demi membahagiakan orang yang dia sayang, menghancurkan masa depan nya. Menjadikan nya seorang yang begitu kotor dan hina. Semua ia lakukan hanya untuknya, dia yang telah melahirkan nya kedunia, memberikan nya kehidupan. Mengasihi dengan segala kasih sayang yang tak pernah berkurang sedikit pun. Ia ingin membalas nya, memberikan kebahagiaan itu, melihat senyum yang telah lama hilang, memberikan kehidupan yang layak.

Impian itu hanya tinggal impian. Nyatanya semua telah hancur bersamaan dengan kehancuran nya. Tuhan sedang mempermainkan nya, dia sedang menguji. Tapi ujian ini sungguh membuat nya jatuh kedalam dalam nya jurang kehancuran.

Sekali lagi ia menatap nyalang kedepan. Di tempat ini ia hidup, sedih senang semua menyatu di tempat ini. Tak pernah ia bayangkan jika hal yang menyakitkan seperti ini akan terjadi Padanya. Ia salah, salah memilih musuh. Karna dia, karna dia ia kehilangan segalanya.

Ya segalanya. Tak ada yang tersisa sedikit pun. Tidak ada.

" Ibu___'' lirih nya.

" Kenapa kau meninggalkanku Bu, aku sudah mengatakan pada ibu bukan jika kita akan hidup bahagia. Tapi kenapa___" ia menangis begitu pilu. Tubuh nya luluh ke tanah. Meremas dada nya yang terasa sesak. Ini sungguh menyakitkan. Lebih menyakitkan dari penyakit yang dia derita. Dia menjerit dengan keras. Memukul dadanya yang terlalu sesak untuk menerima jika kenyataan rumah yang di tinggali ibunya hangus terbakar tanpa sisa. Dan yang lebih menyakitkan jika ibunya ikut terbakar bersamaan dengan hancurnya rumah itu.

Hana. Wanita itu meraung seorang diri. Kecemasan dan kegelisahan nya terjawab sudah. Ibunya, wanita yang membesarkan telah pergi untuk selama-lamanya.

" Arrrghhhhhhh, kenapa kau menghukum ku begitu kejam tuhan. Apa ini semua bayaran atas semua dosa ku. Tapi kenapa.... Kenapa harus ibuku... Kenapa tuhan. Kenapa tidak pria brengsek itu kenapa" jerit Hana. Matanya berkilat penuh kebencian. Dia yakin jika orang yang telah membunuh ibunya dengan keji ada ayah nya. Dia sudah melanggar janji nya. Hana menggeram, ia bersumpah akan membunuh, bahan dengan tangan nya sendiri.

" Aku akan membunuh mu brengsek... Aku akan membunuh mu..."

Belum satu hari ia sudah di berikan dua kenyataan yang begitu pahit. Hidup, ibunya lalu apa lagi. Hana menangis. Ia menumpahkan semua kesedihan. Melihat betapa hangus nya bangunan itu. Betapa pilunya melihat garis polisi yang melingkar rumahnya.

" Ibu___"

" Menangis bukan cara menghilangkan masalah. Menangis bukan pula memberi mu jalan. Menangis hanya bisa membuat mu terpuruk. Apa kau hanya akan menangis tanpa melakukan apa pun"

Hana mendongak. Ia menatap seseorang yang sedang berdiri di hadapan. Wajah nya tertutup rapat oleh penutup wajah yang ia gunakan. Topi hitam, jaket hitam dan juga celana hitam. Hana bangkit. Dia tidak tahu siapa orang di hadapannya ini. Dia juga tidak mengerti apa yg orang ini kata kan. Namun dia tidak akan tinggal diam saja.

" Siapa kau" tanya Hana. " Apa maksud dari ucapan mu. Aku tidak mengenal mu" tambah nya lagi.

" Kau memang tidak mengenal ku. Tapi kau memiliki nasib yang sama dengan ku. Dan itu di sebabkan oleh satu orang yang sama. "

" Jangan bertele-tele. Dan langsung saja" teriak Hana. Saat ini ia sedang tidak ingin berurusan dengan siapa pun. Tubuhnya terasa lelah mendapat masalah yang bertubi-tubi. Tidak kah tuhan memberikan nya waktu meski hanya sebentar saja.

" Kau memang bodoh. Kau pikir dengan kau berhasil masuk kedalam lingkungan Ali sudah membuat mu berpuas diri. Apa kau pikir jika Ali begitu saja percaya pada mu. Lalu kau pikir ini ulah siapa. Ayah mu yang brengsek itu. Haaaa ternyata kau tak memiliki otak sama sekali. Kau memang bodoh" ejek nya. Hana meradang. Siapa dia, berani nya dia mengatakan nya bodoh.

JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang