Chapter 11

4.8K 470 16
                                    

Matahari mulai menerik di puncaknya. Kapal ini sudah berlabuh di pelabuhan yang cukup besar. Aku tidak tahu pasti dimana kapal ini berlabuh. Aku tidak terlalu peduli dan terus membersihkan kekacauan di kamar Harry. Aku mendengus, sudah hampir satu jam Harry tertidur tanpa menghiraukanku yang sedang membersihkan kamarnya. Aku tak berharap jika ia membantuku, hingga akhirnya suara ketukan pintu memberhentikan kegiatanku. Kuharap itu bukan Julian, Ricela atau bahkan Ms. Ellen. Aku sedang malas bertemu dengan mereka yang selalu saja membuat Harry marah tanpa alasan yang jelas.

"Halo Alice." Ujar si pengetuk pintu. Nathan.

"Hai Nat, ada apa?"

"Julian menyuruh ku untuk memanggil Harry Al." Ujarnya.

"Baiklah, akan ku bangunkan. Kau mau menunggu disini atau ikut denganku kedalam?" Tawarku membuatnya Nathan menggeleng.

"Tidak. Aku menunggu disini saja." Sahutnya lalu tersenyum.

"Oh oke, wait a minute."

Aku kembali memasuki kamar Harry untuk membangunkanya. Ia nampak pulas dan tenang saat tertidur. Kerutan di wajahnya yang selalu ia tunjukan padaku, kini tidak terlihat membuatnya lebih segar dan muda. Andai saja sikapnya tak menjengkelkan, mungkin aku sudah jatuh cinta kepadanya. Astaga. Kau ini berbicara apa Alice!

"Harry wake up, Julian memanggilmu." Ujarku menggoyangkan tubuhnya.

Harry

Satu dari sekian banyak manusia di muka bumi, mengapa aku yang harus mengalami penyakit sialan ini. Aku sudah berusaha keras untuk menyembuhkanya, namun aku tidak bisa. Mereka--si para keparat, hanya menambah penyakit ini tumbuh menjalar di setiap aliran darahku. Brengsek. Kedatangan Alice sebagai pelayan pribadiku dapat mempermudah rencanaku untuk membalas dendam kepadanya. Dan aku tak sabar menunggu hari itu. Hari dimana ia jatuh dan hancur di tanganku sendiri.

"Harry wake up, Julian memanggilmu."

Mendengar nama Julian, aku menahan amarahku untuk tidak kembali menghancurkan kamar ini. Aku tahu sudah satu jam Alice membersihkan kekacauan yang ku buat semalam. Dia memang perempuan polos yang naif. Aku benci saat ia menolakku. Aku benci saat ia menangis dan terus meneriakiku dengan kata-kata kasarnya. Ia menggertakku jika kami tidak akan bertemu kembali. Tapi lihat, dia mengejutkanku dengan kedatangannya secara tiba-tiba. Dia memepermalukan dirinya sendiri dengan bertemu denganku. Tetapi saat melihat sikap Alice, Fikiran ku berkata lain. Mungkin perempuan itu berhasil membujuknya dengan iming-iming uang. Tidak dengan alasan jika aku adalah putra Julian.

"Harry, Julian sudah menunggumu."

Aku membuka mataku lalu mendengus "Biarkan saja. Aku tidak peduli." Ujarku membuatnya mengerucutkan bibir. Sialan. Bodoh sekali ia menunjukan hal itu padaku.

"Ayolah, mungkin ada hal penting yang ingin ia bicarakan."

"Kau saja yang bertemu denganya. Aku tidak mau."

Alice mendengus kesal lalu menarik selimut yang menutupi tubuhku. Ia melipat kedua tanganya dan menatapku tajam. Aku benci dengan sikapnya seakan-akan dapat mengontrolku.

"Baiklah, jika kau tidak mau. Biarkan aku saja yang menemuinya." Ujarnya membuatku ingin tertawa. Ancaman yang konyol, tidak mungkin ia berani mendatangi Julian tanpaku.

"Go ahead. Jangan berharap aku akan menahanmu."

Alice

Sialan. Aku berusaha keras untuk tidak mencakar paras indahnya itu. Sungguh, ini merepotkan. Bagaimana bisa aku harus terlibat dengan hal yang jelas tidak ku mengerti sama sekali. Harry dan Julian? Sebenarnya apa yang terjadi dengan hubungan mereka. Harry terlihat sangat membeci Julian, ayah kandungnya sendiri. Apa mereka mempunyai masa lalu yang buruk? Kurasa, iya.

Bipolar Disorder [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang