Chapter 21

4.7K 414 37
                                    

"Jadi, Alice. Kau sudah tau dimana kapal ini akan berlabuh?" Liam bertanya lalu memasukan kentang goreng ke dalam mulutnya selagi menunggu jawaban dariku. "Well, belum. Tapi kurasa sebentar lagi kapal ini akan berlabuh."

"Bisa kau tanya kan kepada--hei Nathan, siapa nama pemilik kapal ini? Aku lupa." Louis melengos bertanya kepada Nathan sebelum melanjutkan pertanyaanya.

"Liliana Ellen."

"Ya! Bisa kau tanyakan kepadanya?" Louis melanjutkan.

Liliana Ellen? Apa yang di maksud adalah Ms. Ellen? "Maksudmu, Ms. Ellen?" Aku bertanya dan Louis terdiam lalu menolehkan wajahnya ke arah Nathan minta pertolongan.

"Ya, Alice. Maksud Louis adalah Ms. Ellen." Nathan menjelaskan dan aku menganggukan kepalaku.

"Mungkin nanti malam akan ku tanyakan kepadanya." Ujarku lalu menegak segelas air mineral yang tersisa setengah.

"Kau ingin menemuinya?" Niall bertanya seraya membersihkan ujung bibirnya dengan tissu.

"Ya. Ia memintaku untuk menemuinya nanti malam pukul 8."

"Apa Harry tau?"

"Kurasa itu bukan ide bagus Nath."

Mereka yang memperhatikan menganggukan kepala dan Nathan menggidikan bahu. Aku kembali melanjutkan makananku yang tersisa setengah dan berusaha untuk menghabiskanya.

"Alice?" Nathan memanggil ku kembali dan aku menoleh kearahnya.

"Ada apa Nath?"

"Sebenarnya, apa hubunganmu dengan Harry?"

Tubuhku mematung di tempat. Pertanyaanya membuat suasana disini terasa canggung untuk lalui. Hubungan ku dengan Harry? Aku juga tidak tahu pasti apa hubunganku dengan dia. Kekasih? Friendzone? Wanita yang hanya di gantungi tanpa status yang jelas. Bantinku mengacak rambutnya frustasi. Sialan. Mungkin kami hanya... berteman.

"Kami hanya berteman." Ujarku sedikit tak yakin.

"Kau yakin?"

Tidak. "Ya, kurasa begitu."

"Tapi perhatikan kalian cukup dekat." Timpal Louis membuat yang lainya seketika menganggukan kepala tanda setuju.

"Uh, bisa kita cepat habiskan makananya. Aku ingin menemui Harry." Aku tak ingin bersulut-sulut membahas topik ini dengan mereka semua. Ini sangat canggung. Aku benci ketika kenyataan sudah menampar keras diriku jika aku bukanlah siapa-siapa Harry.

"Oh ayolah, Alice. kita baru saja meninggalkannya dua jam yang lalu dan kau sudah merindukanya?" Niall mendesah.

Aku membulatkan mataku lalu menatap tajam kerahnya. "Tidak! Aku tidak mengerti apa yang kau bicara Ni. Sudahlah, aku pamit duluan. Sampai jumpa guys." Aku beranjak dan melambaikan tangan ke arah mereka. Awalnya tak ada yang berucap saat aku pergi, namun aku sempat mendengar suara seseorang-yang kurasa adalah Niall-mengatakan jika aku dan Harry harus bertemu setiap saat sebelum kapal ini terbelah seperti yang terjadi di film Titanic. Mendengarnya aku memutar bola mata.

Aku berjalan melewati lorong menuju kamar Zayn. Aku ingin menemui Harry lalu menyuruhnya untuk makan siang. Aku tahu ia sudah lapar, namun mengapa Harry dan Zayn tidak menyusul kami di restoran? Sebegitu pentingkah urusan mereka hingga sudah hampir dua jam mereka tidak menyusul kami atau setidaknya merasakan lapar?

Sesampainya aku mengetuk kamar Zayn dan menunggu hingga ia membukanya. Dan tak lama daun pintu terbuka dan memunculkan wajah Zayn. "Hai Zayn. Apa Harry ada di dalam?"

"Ya. Masuklah."

Aku mengangguk lalu mengikutinya masuk kedalam. Hal yang pertama aku lihat adalah Harry sedang tertidur di sofa Zayn dengan keadaan yang cukup naas. Ia tertidur dengan kepala di bawah hampir menyentuh karpet dan kaki yang ia naikan ke atas. Rambut panjangnya pun sudah terurai kebawah menutupi seluruh karpet--Oh tidak aku hanya bercanda. Tetapi apa ia tidak merasa pusing tertidur dengan posisi seperti itu? Aku menoleh ke arah Zayn dan ia hanya menggidikan bahu lalu terkekeh.

Bipolar Disorder [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang