Chapter 35

6.6K 448 132
                                    

Sorry, typo :)

Author.

Harry masih tak berkutik di tempatnya. Kini ia hanya bisa diam melihat tubuh lemah Alice yang terkapar lemah di atas ranjang. Zayn, Sean, Niall dan Liam masih berusaha mencari jalan keluar di sekitar mesin ruang kapal. Namun nihil, satu-satunya jalan keluar disini hanyalah pintu yang dikunci Julian dari luar.

Tak lama gedoran pintu terdengar. Sontak, mereka semua kecuali Harry beranjak dan langsung berlari ke arah pintu. Perlahan-lahan laju kapal ini semakin terasa, dan itu menandakan jika kecepatan kapal tidak stabil di 40Km/perjam, mereka akan ikut meledak dengan bom yang mereka pasang kapal di ini.

"Harry! Sean! Apa kalian ada di dalam!?"

"Harry! Sean! Hai kau mendengar kami!?"

Mata mereka membulat. Itu suara Louis dan Anna. Ia terus menggedor-gedor pintunya kendati mencari Harry dan Sean.

"Lou! Astaga Louis! Kami ada di dalam! Buka kunci pintu ini Lou!"

"Fuck! Pintu ini terkunci rapat!"

Tiba-tiba Zayn teringat sesuatu yang lebih penting. "Louis! Jangan pentingkan kami! Cepat pergi ke ruang Nahkoda dan kendalikan laju kapal ini. Ingat! Jangan lebih dan kurang dari angkan 40!"

Terdengar samar debatan suara Anna dan Louis. Namun akhirnya langkah kaki yang berlari teburu-buru terdengar. Zayn sedikit bernapas lega, setidaknya salah satu dari mereka dapat mengerti.

"Anna kau masih disana?" tanya Sean.

"Ya! Aku masih disini---shit! Pintu ini tidak bisa di buka!"

Mendengar itu mata Sean beralih ke setiap sudut ruangan. Dan kini, matanya menangkap lorong ventilasi yang cukup untuk mereka masuki. Bibirnya tertarik menjadi sebuah senyuman. Dengan gesit, ia berlari membuka besi ventilasi yang sudah seidikit berkarat.

"Zayn! Bantu aku!"

Zayn tak berpikir panjang langsung membantu Sean. Dengan sekuat tenaga mereka membuka pintu ventilasi yang menjadi akses satu-satunya mereka untuk keluar.

"Anna! Apa di dekatmu ada lorong ventilasi!?" tanya Niall.

"Apa?! Aku tak bisa mendengarmu!"

"Lorong ventilasi Anna! Apa kau melihatnya?!"

"Ya! Ya! Di sini ada!"

"Bagus! Cepat buka besi penghalangnya dan teriakan suaramu agar kami bisa segera menemuimu." Jelas Liam lebih mendekat ke arah daun pintu.

"Alright!"

Alice.

Suara bising samar-samar tedengar di telingaku. Aku tidak bisa mengingat Julian telah memukul keningku kencang. Ada perasaan takut dan sedih yang menyeruak di dalam hatiku. Aku merindukan Harry, aku meridukan bola mata hijaunya. Apa sekarang aku sudah berada di surga? Semuanya nampak putih hingga akhirnya aku merasakan genggaman tangan seseorang di tanganku.

"Alice.. please, wake up."

Harry? Apa itu suara Harry?

Aku berusaha membuka mataku kendati melihat Harry. Aku merindukan bola mata hijaunya--bahkan semua yang ada di dirinya. Aku merindukannya.

"Ha--harry? A-apa itu kau?"

"Astaga! Alice! Aku sudah sadar sayang!?"

Aku merasakan Harry merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya. Aku sudah bisa membuka mataku perlahan walau kepalaku terasa sedikit pusing. Aku memaksakan sebuah senyuman saat mata kami saling bertemu. Sungguh, hatiku bahagia bukan main saat bisa melihat kembali senyumannya.

Bipolar Disorder [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang