Chapter 19

4.2K 430 70
                                    

"Ha-harry."

"Kau darimana?"

Aku menggigit bibir bawahku seraya menundukan kepala. "A-aku, Aku dari kamar Anna."

"Malam ini kau tak menemuiku, kenapa?" Ia bertanya kembali. Suaranya rendah dan serak seakan memojokanku. Derap langkah kakinya terdengar mendekat sehingga kini sepatu boots coklat yang sedang ia gunakan terlihat di ujung mataku.

"Ma-maaf." Dengan kasar aku mengusap air mataku tak ingin ia melihatnya. "Kukira kau sedang ingin sendiri, Harry."

Aku masih tak berani menatap wajahnya. Aku terlalu lemah--astaga, tidak! aku terlalu bodoh untuk bersikap biasa saja seakan semua baik-baik saja. Aku tidak bisa. Sialan.

"Kau nampak kacau Alice. Ada apa?"

Ya tuhan. Haruskah aku mengatakanya?

"Ti-tidak. Aku baik-baik saja. Mungkin hanya sedikit kelelahan." Ujarku menatap manik hijaunya lalu tersenyum. Ia nampak menulusuri kedua mataku seakan mencari kebohongan di dalamnya. Dan sebelum ia menemukanya, aku membuang pandanganku lalu berjalan melewatinya dan menduduki sisi ranjangku.

"Kau sudah mengetahuinya?"

Ia bertanya tanpa membalikan tubuhnya menghadapku. Aku hanya menatap punggung lebarnya dan melihat kepalan tanganya yang mulai menegang. Tiba-tiba aku tersadar dengan pertanyaanya barusan. Oh tidak, apa segitu burukah aku menutupi hal ini.

"Jawab aku Alice." Suara Harry terdengar lebih rendah dan serak. Ia bertanya penuh penekanan seakan sedang menahan emosi yang tertahan. Aku menutup mataku kendati mentralisir semua fikiranku yang berkecamuk. Tidak, Alice. Ini bukan saatnya. Ini bukan waktu yang tepat. Dengan berani, aku menghembuskan nafasku dan beranjak menuju kearahnya yang masih mematung di tempatnya.

Aku menyandarkan kepalaku di punggungnya dan memeluk pinggangnya dari belakang. Ia nampak tegang menerimanya namun aku meneruskan perbuatanku tak peduli dengan apa yang akan di lakukanya nanti. Lagipula, aku merindukanya.

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan Harry." Mendengar ucapanku, ketegangan di tubuhnya lama-kelamaan menyusut. Ia membalikan tubuhnya perlahan, sontak membuat pelukanku terlepas dari tubuhnya. Kini tatapan kami bertemu. Aku menatap mata hijau emeralnya yang selalu berhasil menghipnotisku. Astaga ingat Alice! Ia mempunyai penyakit kejiwaan! Sialan. Aku berusahan keras untuk tidak mengingat hal ini saat sedang bersamanya. Tidak untuk sekarang. Aku selalu memperingati tubuhku untuk bersikap biasa saja.

"Jangan berbohong padaku."

"Berbohong? Kau ini bicara apa sih?" Aku mengernyitkan dahiku melihatnya.

Ia menjilat bibir bawahnya lalu menatapku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Tetapi aku dapat melihat dengan jelas jika ia sedang mati-matian menahan emosi dan rasa cemas seakan takut untuk mendengar jawabanku. Dan kini, Akulah yang sedang bersusah payah untuk melawan berjuta pemikiran tentangnya yang tak singkron dengan hatiku.

Tapi oh sialan, tiba-tiba ucapan Zayn muncul di kepalaku agar aku tak mengecewakan Harry karena hal ini. Pun aku melakukanya karena sungguh, aku tak sanggup melihatnya kembali mengamuk dan melukai dirinya sendiri. Aku tak rela sedikitpun ia melukai dirinya walau sekecil apapun. Tubuh itu terlalu berharga untukku. Aku harus menjaganya. Tapi fuck Alice! Dia mengidap penyakit Bipolar! Dammit! I dont fucking care! Aku terus berkutat dengan fikiranku seakan terdapat dua kutub yang berbeda si dalamnya.

"Istirahatlah, kau nampak lelah Harry." Aku mengusap lembut bahunya dan terus naik mengusap wajahnya. Aku tersenyum menandakan jika semua baik-baik saja.

Bipolar Disorder [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang