Chapter 32

4K 405 67
                                    

Harry

Waktu sudah munjukan pukul 9 malam. Dan aku melihat Alice sudah tertidur di tempatnya. Beberapa kali aku mengechek panggilan di ponselku Nathan tak kunjung menguhubungiku. Dan damn. Hal terbodoh yang pernah aku lakukan adalah, membiarkan Anna bertemu dengan Alice. Bagiamana pun juga ia tak boleh mengetahui rencana ini.

Aku harus menyusul mereka.

Melihat ke samping. Alice sudah tertidur pulas dengan tangan yang memeluku. Dengan perlahan aku memindahkan tanganya dan menaikan selimutnya hingga ke leher. Maafkan aku Alice. Aku tak ada pilihan lain, aku tak ingin mati membusuk di dalam rumah sakit jiwa karena bajingan itu.

Maaf kan aku sayang.

Aku mencium keningnya lama dan berlalu pergi. Malam ini bulan bersinar terang seperti biasanya. Aku masih harus menyesuaikan suhu tubuhku saat menyusuri aspal jalanan. Sial. Ini dingin sekali. Aku merapatkan mantel ku dan terus berjalan menuju tempat penginapan mereka yang tak jauh dari sini.

Waktu kami sudah semakin menipis. Dan kuharap mereka sudah melakukanya rencana ini dengan baik.

Sesampainya aku langsung mengetuk pintu mereka berkali-kali. Tedengar beberapa orang yang sedang berbicara sontak menghentikan pembicaraan mereka. Tak butuh waktu lama pintu terbuka. Nampaklah satu-satunya anggota keluargaku yang masih bertahan untuk melindungku.

My borther. Sean Styles.

"Hi brotha. Masuklah, hangatkanlah dirimu."

"Terimakasih Sean."

Aku berjalan lebih dalam dan melihat beberapa temanku sedang bersantai di ruang tv. Fuck kenapa bisa mereka sesantai itu sedangkan aku mati-matian memikirkan rencana kami kedepanya.

"Whoa, lihat siapa yang datang."

Mereka semua menoleh dan tersenyum lebar saat melihat kedatanganku. Dan aku langsung menduduki sofa kosong yang terdapat di sebelan Zayn. Dan seperti biasa, Ia sedang menghisap nikotinya lalu menghembuskan asapnya sembarang arah. Oh sudah berapa lama aku tidak merokok? Rasanya sudah sangat lama sekali.

"Bagaimana? Apa semuanya sudah beres?" Tanyaku lalu mengambil putung rokok yang berada di atas paha Zayn.

"Alat itu akan menyala otomatis jika kapal melaju dengan kecepatan 40 km/jam. Jika ia melajukan lebih dari 40 km/jam, kapal itu akan segera meledak. Dan jika kurang dari 40 km/jam, kapal itu juga akan segera meledak." Jelas Nathan dan aku mengangguk seraya menyalakan ujung rokokku.

"Jadi kesimpulanya, ia harus tetap berada si angka 40. Jika tidak----bum! Mereka hancur." Seru sean dan kami terkekeh.

"Kau memang pintar Brother. Sama sepertiku."

Mereka mendengus geli membuatku tertawa. Aku tak pernah sebahagia ini mendengar mereka akan segera hancur. Lihat bajingan, sebentar lagi rencanaku hampir berhasil. Balas dendamku akan berhasil.

"Harry, bagaimana dengan Alice?" Pertanyaan Louis membuatku terdiam. Sial. Aku tidak tahu bagaimana reaksinya nanti.

"Aku tidak tahu."

"Kau sudah memberitahunya?" Kali ini Anna yang bertanya.

"Belum. Aku belum siap."

"Oh fucking hell Harry! Waktu kita tinggal dua hari lagi!"

"Ya! Aku tahu Anna! Tatapi---oh fuck! Aku tak tahu bagaimana cara memberitahunya!" Aku meremas rambutku kecang seakan ingin menyabutnya dari kepalaku.

"Harry."

Aku menoleh dan melihat Sean. Ia menepuk bahuku dan berlalu duduk di tempat kosong di sebelahku.

Bipolar Disorder [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang