Chapter 29

4.8K 389 39
                                    

"A-apa? Untuk apa kita menemui Ms. Ellen Alice?"

Ia menghentikan langkahnya lalu melihatku dengan wajah yang sulit di artikan. "Aku hanya ingin menanyakan kepadanya mengenai hal ini."

"Hal apa?"

"Oh ayolah, ada apa denganmu Anna?"

Ia melengos sembarang arah. Wajahnya berubah sangat signifikan membuatku mengerti jika ada sesuatu yang ia tutupi dariku.

"Aku--aku hanya tidak mengerti mengapa sikapmu berbeda seperti ini." Ujarnya lalu menoleh melihatku.

Aku menatapnya tak percaya. Aku tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan. Berbeda? Apa yang berbeda dariku?

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan Anna."

"Tentu, maka dari itu sebaiknya kita kembali ke kamarmu."

Aku mengernyit. "Hai? Apa kau baik-baik saja?"

Anna mengangguk. Alisnya hampir bertautan saat pandanganya bertemu denganku. Sial. Ia membuatku semakin bingung.

"Ya, Aku baik-baik saja. Hanya saja... aku tak ingin menemui Ms. Ellen untuk saat ini." Tuturnya lalu mengamit satu tanganku lalu meremasnya.

"Please Alice, aku tak ingin kembali seorang diri."

Aku menggelas nafas. Aku tak tahu apa yang iblis apa yang merasukinya hingga ia bersikap aneh seperti ini. Apa ia mempunyai masalah dengan Ms. Ellen? Kursa tidak. Anna termasuk pegawai yang telaten dan mendapatkan perhatian lebih dari Ms. Ellen. Bisa di katakan, ia adalah pegawai kesayanganya.

"Baiklah."

Anna menarik bibirnya selebar mungkin. Lalu meloncat memeluku. Astaga, ia berlebihan sekali. "Terimakasih Alice! Kau memang yang terbaik!"

Aku tersenyum seadanya lalu berbalik arah menuju kamarku. Pembunuh sialan itu memang sangat menyusahkan. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi mengingat diriku bukanlah seseorang yang handal dalam bidang ini. Oh tuhan, Bisakah ia cepat tertangkap, aku tidak sanggup jika harus berlama-lama mencari tahu siapa pelakunya.

Sesampainya aku langsung merebahkan diriku di atas ranjang seraya menatap langit-langit kamarku. Salju yang turun pagi ini tidak terlalu lebat sehingga tubuhku masih dapat mentolelir suhunya. Dan tak lama aku merusakan guncangan kecil di ranjangku. Tanpa perlu ku menoleh aku sudah bisa menebak jika orang itu adalah Anna.
Ia pun melipat tanganya di bawah kepala seraya melihat langit-langit kamarku. Kaki kami sama-sama menggantung di sisi ranjang. Dan--uh entahlah, sikap Anna kali ini tak dapat ku terka dengan baik.

"Alice."

"Hmm."

"Kau marah ya padaku?" Ia bertanya lalu menoleh kan wajahnya.

Aku mengggeleng tanpa membalas tatapanya. Aku hanya merasa jika pandanganku kini sudah terkunci dengan langi-langit kamarku sendiri.

"Kau yakin? A--aku tidak bermaksud untuk bersikap egois kepadamu tadi Alice."

Aku tersenyum. "Jangan terlalu di fikirkan. Lagipula aku masih bisa menemuinya besok hari bukan?" Tanyaku lalu melirik sekilas kearahnya.

Dengan gerakan lamban ia mengangguk. "Ya. Mungkin besok lebih baik."

Lalu tak lama aku mengingat jika aku harus menemui Harry. Aku harus memberitahunya mengenai kami yang akan berlambuh 7 hari di Jepang. Aku tak tahu bagaimana reaksinya nanti. Mungkin akan lebih-----you know.

"Anna." Aku beranjak melihat ke arahnya.

"Ya?"

"Aku ingin menemui Harry. Kau tidak masalah jika kutinggal."

Bipolar Disorder [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang