Part 3

472 66 12
                                    

Selang beberapa jam kemudian, Luhan dan Jiyeon sudah tiba di Amerika Serikat. Mereka masuk ke dalam mobil pribadi Luhan yang terparkir rapi. Selama di dalam mobil, Jiyeon mengingat perkataan maminya dua hari yang lalu.

Flashback
"Nanti Ji ambil jurusan apa?" Tanya Eun Jin sambil menyiram tanaman di taman belakang rumah.

"I don't know." Jawab Jiyeon sambil mengangkat kedua bahunya lesu.

"Kenapa tidak tau? Kalau gitu ambil jurusan bisnis saja, biar sama dengan gegemu."

"Wo bu yao (saya tidak mau)." Tolak Jiyeon lantang sambil mengerucutkan bibirnya, ia paling benci dengan berbau bisnis.

"Kalau begitu pikir dari sekarang, asal jangan ambil jurusan seni!" Kata Eun Jin mengingatkan.

"Why?" Tanya Jiyeon bingung.

"Pokoknya jangan pernah ambil dan berhubungan dengan jurusan seni! Mami tidak suka dengan hal berbau seni." ucap Eun Jin dan Jiyeon hanya bisa bungkam.

Flashback end

Luhan melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Jiyeon yang sontak aja Jiyeon terkejut setelah tersadar dari lamunannya. Ia mengedarkan pandangannya sekeliling. Mereka masih di mobil milik Luhan dengan merk Peugeot 307 cc-Coupe warna silver.

"Are u okay?" Tanya Luhan khawatir karena sedari tadi Jiyeon melamun sampai sekarang.

"Ah, I'm fine." bisik Jiyeon lemah.

"Ayo kita keluar, sudah sampai." Ajak Luhan sambil melepaskan seatbeltnya dan juga Jiyeon lalu Luhan membuka pintu mobil dan keluar menuju ke arah pintu mobil sebelah kanan. Ia membuka pintu mobil itu dan mengulurkan tangannya ke arah Jiyeon. Jiyeon menyambut tangan Luhan dan mengenggamnya. Jiyeon tertegun dengan perlakuan Luhan padanya.

***

Kini mereka berdua berdiri tepat berhadapan dengan sebuah gedung yang tinggi.

"Apa ini tempatnya?" tanya Jiyeon dengan raut berbinar penuh.

"Iya, ayo masuk." Luhan menarik kedua koper miliknya juga Jiyeon masuk ke dalam gedung yang tinggi diikuti Jiyeon lalu mereka masuk ke dalam lift dan Luhan memencet tombol dengan angka 7.

Ting...

Pintu lift terbuka dan mereka melangkah mencari nomor 714. Setelah memakan waktu 15 menit akhirnya mereka mendapat nomor itu, dengan segera Luhan menekan beberapa digit angka dan pintu terbuka. Mereka mulai masuk ke dalam dan menutup pintu dengan rapat. Jiyeon langsung merebahkan dirinya di sofa. Saat ini ia merasa lelah dan ia butuh istirahat.

"Apartement gege bagus yah... tapi kapan gege beli apartement ini?" tanya Jiyeon bingung sekaligus takjub sambil memuji apartement milik Luhan.

"Dua hari yang lalu gege memesan ini lewat internet. Ji suka?" Luhan menatap Jiyeon sejenak dengan senyum teduhnya lalu senyumnya makin melebar saat Jiyeon mengangguk dengan puas.

"Ji ingin kamar yang mana? Di sini ada dua kamar dengan kamar yang sebelah kiri dan kanan." Tanya Luhan.

"Kanan." Jawab Jiyeon singkat.

Luhan pun segera menarik koper milik Jiyeon ke kamar sebelah kanan dan membuka resleting koper lalu mengeluarkan baju-bajunya ke dalam lemari. Setelah selesai, Luhan mulai membereskan barang miliknya ke dalam kamarnya yang di sebelah kiri. Sedang Jiyeon malah tertidur di sofa empuk itu dengan dengkuran halusnya.

***

Malam telah tiba, kini mereka makan di luar dekat apartemen mereka. Begitu juga dengan keluarganya yang sedang makan. Mereka makan ala Taiwan. Setiap hari yang di masak oleh Eun Jin berbeda-beda. Hari ini ala Taiwan, besok ala barat dan sampai seterusnya berbeda-beda agar sekeluarga tidak cepat bosan.

Seperti biasa, mereka makan dalam hening hanya suara dentingan sendok dan sumpit yang terdengar di ruang makan itu. Kali ini mereka makan hanya berempat. Sepi rasanya. Eun Jin merindukan anaknya, Jiyeon. Ia masih tak rela kalau Jiyeon berpegian menjauh darinya. Namun ia tak mungkin menahan anaknya pergi ke AS. Itu demi masa depan anaknya. Ia tidak mau, jika ia menahannya maka sama saja ia merusak masa depan anaknya. Ia tidak mau hal itu terjadi.

"Kamu lagi memikirkan apa heum?" Tanya Bryan membuka pembicaraan di saat makan. Tumbenan saja Bryan membuka suara membuat kedua anaknya yang terdiam menjadi bingung.

"Eum.. nothing." Bohongnya sambil melanjutkan makannya.

"Jangan mengkhawatirkannya, dia akan aman dengan Luhan di sana." Ucap Bryan berusaha membuat Eun Jin tenang.

"Eum.. okay." bisik Eun Jin pelan.

***

Seminggu kemudian, Jiyeon dan Luhan benar-benar fokus untuk mencari tempat kuliah mereka dan dapat juga. Mereka sudah menjadi mahasiswa/i di sana. Kini mereka berdiri tepat di depan sebuah kampus ternama yaitu Harvard University yang terletak di Cambridge, Massachusetts (MA), Amerika Serikat. Harvard ini tidaklah sembarang orang yang bisa masuk kesini jika ia benar-benar punya kemampuan yang luar biasa dan juga setiap orang yang berhasil tapi ia tak mampu maka Harvard ini yang menanggungnya sampai ia tamat.

Mereka mulai melangkahkan kakinya masuk ke koridor kampus, banyak mahasiswa maupun mahasiswi yang terpana akan kecantikan dan ketampanan mereka. Namun mereka harus menelan kekecewaan mereka saat Luhan merangkul pundak Jiyeon dengan mesra dan memberikan tatapan tajamnya kepada orang yang melihatnya. Lantas mahasiswa maupun mahasiswi yang melihatnya hanya pasrah dan takut akan tatapan tajamnya karena mereka berpikiran kalau Luhan dan Jiyeon itu adalah pasangan kekasih.

Luhan mengantar Jiyeon ke kelasnya yang tak lama lagi akan di mulai. Sesampainya di kelas, Luhan mencium pipi sebelah kiri Jiyeon namun Jiyeon hanya biasa saja karena dari ia kecil sampai sekarang ia masih suka kalau di cium gege-nya maupun mami dan daddy walaupun cuma di pipi saja tak lebih. Luhan mengambil jurusan bisnis. Di Harvard ini terkenal dengan bisnis juga ilmu pengetahuan. Kelasnya berada di sebelah gedung bahasa dimana Jiyeon mengambil jurusan itu. Jadi gedung bisnis tepat bersebelahan dengan gedung bahasa.

"Nanti gege akan menjemputmu." Ujar Luhan lalu pergi ke gedung sebelah setelah Jiyeon mengiyakan.

Sementara di lain tempat, Wu Chun maupun Yi Fan sudah membiasakan dirinya bersama teman-temannya. Mereka sudah mulai belajar sejak seminggu yang lalu. Tak ada yang berani mendekat pada kedua orang itu, mereka bahkan terlalu takut pada kedua orang itu. Yah, karena sifatnya itu yang menjadi alasan bagi mereka untuk tak mendekatnya.




TBC

23 September 2017/ 06 Juli 2018

Family (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang