2. Pria Misterius

6K 399 26
                                    

Sejak kecil aku terbiasa mendengar cerita hantu atau hal-hal aneh yang berkaitan dengan alam gaib

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kecil aku terbiasa mendengar cerita hantu atau hal-hal aneh yang berkaitan dengan alam gaib. Meskipun pada akhirnya aku selalu takut tapi aku selalu menikmati jalannya cerita. Aku menyukai cerita mistis apalagi yang dikisahkan langsung oleh orang yang mengalaminya.

Jika aku menyukai cerita horor tapi tidak dengan hal-hal sihir. Aku tak begitu percaya jika sihir itu ada. Menurutku, sihir hanya ada di dongeng Cinderella atau Putri Salju.

Aku percaya para makhluk tak kasat mata itu ada. Namun untuk hal-hal yang berbau sihir, terus terang aku tak begitu mempercayainya.

Aku belum pernah melihat seseorang bisa terbang dan berganti kostum dalam satu kedipan. Aku belum pernah melihat orang bisa menghidangkan berbagai macam makanan di meja makan dengan satu kali ayunan tongkat seperti ulah peri di drama televisi. Bagiku sihir itu hanya fiktif.

Saat aku mulai beranjak dewasa, aku masih tak begitu peduli dengan cerita-cerita aneh tak masuk akal yang kadang lewat di kanan-kiri telingaku. Santet, pelet, atau guna-guna misalnya. Bagiku semua itu tak masuk akal—sampai kemudian hari itu tiba.

"Harusnya kamu sudah bisa menikah dengan jodohmu," ucap seorang pria yang tak kukenal tiba-tiba.

Aku ingat. Hari itu aku sedang menunggu kakakku di depan sebuah toko bunga. Awalnya aku tak yakin jika ia sedang berbicara padaku. Pria itu benar-benar asing di mataku.

"Hah?" Aku hanya terbengong mendengar ucapannya yang terdengar ambigu.

Omong-omong soal menikah, meski aku belum terlalu memikirkan hal itu namun harus kuakui beberapa temanku memang sudah meninggalkan masa lajang mereka. Bahkan ada yang sudah punya anak bagi mereka yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.

"Apa kamu sangat menyukai cowok itu?" tanya pria itu lagi. "Iya, cowok yang saat ini ada di kepalamu, yang tidak pernah ada kabarnya itu," ucapnya bahkan sebelum aku sempat menjawab.

Bagaimana bisa dia tahu jika saat ini aku sedang membayangkan seseorang? Menyinggung soal rasa suka tentu hanya ada satu tujuan pikiranku.

"Kamu tahu? Dia yang membuatmu jadi seperti ini. Kamu tidak pernah suka cowok lagi, kan? Jadi bagaimana bisa kamu menikah jika jodohmu dihalangi olehnya?"

Aku terhenyak. Dia tahu lagi apa yang baru saja kupikirkan. Tapi jika kamu berpikir aku langsung percaya pada perkataannya maka kamu salah. Aku tahu dia cuma orang asing yang mungkin saja sedang asal bicara kepadaku.

"Sepertinya kamu akan mendapatkan teman baru hari ini. Aku rasa kalian akan cocok. Semoga beruntung!" Pria itu tersenyum padaku lalu pergi begitu saja.

Hari itu, untuk pertama kalinya aku mulai percaya apa yang menurutku tak masuk akal selain hantu benar-benar ada di dunia. Satu jam setelah aku pergi dari toko bunga, aku mendapatkan partner baru di tempat kerja.

Pria itu benar. Aku yang begitu susah menerima seseorang sebagai teman, merasa sangat cocok begitu bertemu dengannya.

Namanya Alexandra. Kemudian aku memanggilnya Sandra. Kami seumuran. Terus terang aku paling senang jika bertemu dengan orang yang sepantaran. Dulunya kami berasal dari sekolah yang berbeda, tapi banyak orang di sekitar kami yang ternyata saling kami kenal. Semakin hari aku mengenal Sandra, semakin kutemukan banyaknya kesamaan di antara kami berdua.

Satu bulan setelah bekerja di ruang yang sama, Sandra sudah menceritakan berbagai hal tentang kehidupannya. Termasuk jika orangtuanya menginginkan dia menikah di usianya yang kala itu hampir menginjak 24. Sandra orangnya cantik, juga fashionable. Jadi tak mungkin jika tak ada lelaki yang menginginkan dia menjadi mempelai wanitanya.

"Beberapa kali aku sudah hampir menikah dengan cowok yang aku suka," ucap Sandra . "Tapi selalu gagal. Ada saja hal yang membuat mereka tiba-tiba mengurungkan niatnya untuk melamarku. Pada akhirnya mereka selalu pergi tanpa kejelasan."

"Kenapa bisa begitu? Kamu tidak melakukan kesalahan yang membuat mereka pergi, kan?" tanyaku heran.

Sandra menggeleng sambil tersenyum. "Beberapa waktu yang lalu aku diajak pergi teman ke rumah guru spiritualnya. Awalnya aku hanya iseng mengantar teman, tapi Bapak di sana justru fokus kepadaku."

"Apa yang terjadi?" tanyaku.

"Dia tahu aku sudah didesak orang tuaku untuk segera menikah. Dia juga tahu kalau hubungan asmaraku selama ini selalu gagal. Meski sulit dipercaya, tapi semua yang dia katakan itu benar. Bapak itu bilang, ada seseorang yang sengaja menutupi jalan jodohku."

"Hah?" Aku memekik. Entah kenapa tiba-tiba aku teringat dengan ucapan pria tak dikenal yang kutemui sebulan yang lalu. "Ditutupi bagaimana maksudnya?"

"Jadi, ada seseorang yang entah pernah sakit hati atau menaruh dendam padaku, sehingga dia menyiramkan air di depan rumah supaya aku tak bisa bertemu jodohku," ujar Sandra lirih, agar tak seorangpun selain aku mendengarnya.

"Bagaimana bisa?" tanyaku bingung.

"Aku juga tidak tahu," ucap Sandra. "Hanya saja, Bapak itu bilang air itu sudah diberi sihir."

"Sihir?" Aku mengerutkan kening mendengarnya. "Sihir—pakai tongkat dan baca mantra lalu abakadabra! Berubah! Begitu?"

"Jangan konyol. Aku serius, Airi," omel Sandra dengan muka berubah sebal. "Ah, sudahlah. Besok saja aku ceritakan semuanya. Hari ini aku harus cepat pulang. Sampai besok!" Ia mengemasi barang-barangnya lalu bergegas pergi keluar ruangan.

Sihir.

Apa itu benar-benar ada?

***

"Sudah punya sedikit gambaran?" Jantungku hampir saja copot saat seorang pria tiba-tiba mengajakku bicara di dalam bus kota.

Aku yang baru pulang dari tempat kerja merasa tak bertemu orang yang aku kenal saat naik bus ini sebelumnya. "Apa Anda sedang berbicara...." Seketika ucapanku terputus saat aku menyadari dengan siapa aku sedang berbicara.

Pria ini. Pria ini adalah pria yang pernah bilang bahwa seharusnya aku sudah bisa menikah dengan jodohku. Bagaimana bisa dia berada di sini?

"Maaf, Mas. Apa Anda mengenal saya?" tanyaku dengan nada sesopan mungkin.

Pria itu cuma tersenyum kecil sebagai ganti jawaban pertanyaanku.

Dia misterius.

Lebih tepatnya, dia sok misterius.

Sebenarnya aku masih sangat penasaran kepadanya. Aku ingin menanyakan beberapa hal pada pria itu. Sayang sekali aku sudah harus turun di pemberhentian berikutnya.

"Kalau kamu ingin tahu sesuatu, kamu bisa coba mencari buku harianmu saat masih sekolah dulu," ucap pria itu saat aku beranjak dari jok yang kutempati.

"Dimulai dari pertama kali kamu bertatap muka dengan dia," ucapnya lagi. "Masa SMP kamu sepertinya sangat indah, ya? Airi Marika—dengan jiwa remajanya yang cerah dan murni."

Terlambat. Terlambat untukku bertanya lagi. Bus sudah berhenti tepat di mana aku harus turun. Aku menginjakkan kaki ke tanah dengan pikiran melayang. Aku lalu menoleh ke arah jendela bus di mana pria tadi duduk.

Aneh. Pria itu sudah tidak ada di sana. Pria itu sudah lenyap. Aku coba melihat-lihat isi bus dari jendela tapi anehnya tak kutemukan lagi pria misterius itu.

Dia menghilang.

Bahkan saat bus sudah kembali berjalan aku masih berusaha melongok-longok barangkali dia pindah ke jok belakang. Tetap saja dia tak kutemukan.

Aku mulai bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana dia bisa tahu nama lengkapku? Bagaimana sebulan yang lalu dia bisa tahu bahwa aku akan bertemu Alexandra sebagai teman baruku?

Apa dia paranormal? Apa mungkin dia bukan manusia biasa? Apa mungkin dia jelmaan jin atau sejenisnya? Atau malah—malaikat?

Flashback WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang