"Lo suka anak IPS itu, ya?" ucap Rai membuat Airi mengerutkan kening, sementara anak-anak lain melihatnya penasaran. "Maksud gue, lo suka cowok yang ada di HP lo itu? Yang fotonya pada kabur-kabur itu, lho!"
"L-lo ngomong apa sih? Foto apaan coba?" Airi panik karena Luki, Violin dan Emily ikut mendengarkan Rai.
"Foto itu, lho. Masa lo lupa sih, Ai? Yang sore-sore...."
"Ssttttt!" Airi langsung memberi isyarat pada Rai untuk diam. "Sini deh," kemudian ia menyuruh cowok itu membungkukkan badan.
"Kenapa?" tanya Rai begitu kepalanya sudah sejajar dengan Airi.
"Bukannya waktu itu lo sudah janji sama gue buat nggak bilang soal foto itu ke siapa-siapa? Gue bahkan sudah bilang apa warna CD gue sebagai imbalan. Kenapa sekarang tiba-tiba lo bahas itu lagi?" bisik Airi tepat di depan wajah cowok itu.
"Oh, tiba-tiba ingat aja sih," balas Rai, ikut berbisik pula. "Tapi siapa juga yang mau bilang soal foto itu ke orang-orang? Gue cuma mau tanya sama lo. Apa benar lo suka si anak IPS itu?"
"Kenapa lo tanya gue begitu? Tentu aja itu rahasia!" jawab Airi antara heran dan kesal.
"Yah, Ai. Lo tinggal bilang suka dia apa nggak," desak Rai.
"Lo mau sebarin berita ke anak-anak kalau gue sudah jadi penguntit dan ngambil foto orang diam-diam gitu, kan?"
"Ckk, kayak penting amat gue jadi penggosip begitu," gumam Rai. "Tapi kalau itu yang lo mau gue bisa aja, sih. Hey, teman-teman!"
"Jangaan!" Airi langsung membungkam mulut Rai dengan tangannya. Ia lalu menengok kanan kiri, takut Luki atau Violin sudah mendengarnya. "Pokoknya lo jangan bilang-bilang ke siapa pun soal itu. Sebagai cowok lo harus bisa menepati janji, oke? Gue percaya sama lo. Lo pasti cowok sejati."
Rai cuma mangut-mangut. Ia lalu berjalan memutar untuk duduk di bangkunya.
"Jadi, ada apa lo tanya soal itu? Maksud gue, kenapa kalau gue suka dia? Itu bukan urusan lo, kan?" kata Airi setelah membalik posisi kursi.
"Oke," Rai tersenyum tapi tak jadi bicara. Ia justru menengok ke arah Luki, seolah sedang memperingatkannya supaya tak menguping pembicaraan mereka.
"Nanti kalau perekatnya sudah selesai, letakkan aja di laci gue. Gue mau keluar sebentar," ucap Luki pada Emily dan Violin. Ia lalu bergegas keluar dari kelas.
"Intinya tadi gue cuma mau tahu, Ai. Lo kalau suka cowok, apa yang lo rasakan waktu melihatnya?"
"Tentu aja perasaan gue senang," jawab Airi spontan.
"Jadi karena itu lo mengambil fotonya diam-diam? Supaya lo bisa puas melihatnya tanpa ketahuan dan merasa senang?"
"Bisa nggak sih, lo nggak usah bahas foto dengan embel-embel 'diam-diam'?" ucap Airi sambil celingukan.
"Ya, ya, ya, sori." Rai pun mengangguk-angguk paham.
"Sekarang singkatnya aja deh, Rai. Kenapa lo tanya gue suka cowok itu apa nggak?"
"Jadi..." Rai tampaknya cukup ragu untuk mengutarakan apa maksudnya. Namun dalam sejurus, tiba-tiba ia memasang muka melas. "Bantu gue dong, Ai!"
"Bantu apa?" Airi menatapnya heran.
"Cari pacar." Jawaban singkat Rai membuat mata Airi melebar dengan sendirinya.
"Cari pacar?"
"Iya, Ai. Gue pengen punya pacar dan harus punya pacar. Gue iri lihat Andros telepon-teleponan terus sama ceweknya. Gue juga nggak tahan dibuli Miller terus-terusan. Jadi Ai, bantu gue cari pacar, ya?" pinta Rai dengan sorot penuh permohonan.
![](https://img.wattpad.com/cover/79460434-288-k15427.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Flashback Wind
Mystery / Thriller[SELESAI] Awalnya Airi tak pernah merasa ada yang salah dengan hidupnya. Bahkan Airi selalu berpikir masa remajanya telah ia lewati dengan sempurna. Semua dimulai dari datangnya pria asing yang bisa membaca pikiran Airi dan selalu muncul secara tiba...