10. Pemberi Harapan Palsu

2.8K 244 52
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***Flashback Wind***

"Hari ini Davi bantuin gue bawa buku ke kantor guru. Padahal gue nggak minta, lho!" ujar cewek IPS-2 saat Airi menunggu Sally keluar dari kelasnya.

"Ah, kemarin Davi juga gantiin gue ke TU buat ambil spidol sama penghapus. Dia anaknya baik banget, ya. Cakep lagi," sahut yang lain.

"Iya. Davi juga murah senyum. Mana senyumnya bikin meleleh lagi. Aaa, gue jadi pengen punya pacar kayak Davi," kata seorang lagi.

"Kira-kira, tipe cewek Davi kayak gue nggak, ya?" ucap cewek yang pertama berbicara.

"Ah, nggak mungkin! Pasti gue lebih berpotensi dilirik Davi daripada lo. Gue kan langsing."

"Eeh, maksud lo gue gendut, gitu?"

Airi yang mendengar percakapan tiga cewek itu memilih untuk pindah tempat. Meski sebenarnya apapun yang menyinggung Davi adalah hal menarik, tapi mereka bertiga terlalu bising. Lebih baik Airi cari tempat yang lebih tenang sampai Sally datang.


"Airi, temenin gue ketemu Agil sebentar, ya? Gue mau ambil handphone di tempat dia," kata Sally begitu datang. "Cuma sebentar kok. Nggak apa-apa, kan?"

"Oke," jawab Airi sambil mengangguk. Mereka pun segera menuruni tangga gedung kelas 11.

"Omong-omong, lo kapan mau punya pacar?" tanya Sally tiba-tiba.

Airi melirik Sally heran. "Pacar?"

Sally mengangguk.

Meski Airi dan Sally sudah berteman sejak SD, namun keduanya jarang membicarakan masalah cinta. Paling-paling sesekali mereka membahas cowok keren atau menyebalkan di kelas masing-masing. Namun itu saja. Saat Sally jadian dengan Agil saja, Airi diberi tahu salah satu anak IPA teman Sally.

"Lo kan cantik. Gue yakin ada banyak cowok yang suka sama lo di sekolah," ujar Sally. "Jadi, apa ada salah satu anak cowok yang bikin lo tertarik? Biar kapan-kapan kita bisa kencan bareng gitu," ucapnya, terhenti sebentar.

"Kadang gue nggak enak sering hang out sama yang lain tapi nggak ngajak lo," kata Sally lagi. "Masalahnya kami semua datangnya berpasangan, sih. Lo juga nggak mungkin mau ikut, kan?"

Airi tersenyum kecil mendengar ucapan Sally. Ia tak menyangka jika sahabatnya itu juga memikirkan nasib dirinya selama ini. Padahal di sisi lain, Airi sering mengeluh karena dinomor duakan Sally sejak ia berpacaran dengan kapten tim basket sekolah itu.

Flashback WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang