20. Naif

2.1K 244 55
                                    

"Sal, kayaknya gue lapar deh. Gimana kalau gue ke kantin dulu? Nanti kalau lo sudah selesai piketnya lo bisa telepon atau kirimi gue pesan," kata Airi setelah sekitar 10 menit duduk-duduk di depan 11-IPA 3, kelas Sally.

Sally yang sedang menyapu lantai bersama beberapa anak lain mengangguk. "Oke, nanti kalau gue sudah selesai gue langsung kabari lo deh, Ri. Kita ketemu di ujung tangga," ucapnya.

Kelas-kelas tampak sudah sepi. Hanya segelintir anak yang masih terlihat. Airi berjalan menuruni tangga dengan gontai. Tubuhnya lemas, senada dengan pikirannya yang lelah.

"Airi!" Saat sedang memesan batagor, mendadak Airi mendengar ada yang menyebut namanya. Saat menoleh, ia menemukan Andina. Lagi-lagi harus bertemu dia.

"Lo belum pulang?" tanya Airi tanpa repot mendekatinya. Andina sedang duduk di salah satu bangku kantin sambil memainkan ponsel. Airi tidak mau selera makannya hilang. Andina selalu membahas Davi jika ia ada di dekatnya, seakan senang sekali pamer hubungan.

"Gue lagi nunggu Davi. Dia ada urusan sama anak-anak basket," ujar Andina, semringah. "Eh, sini dong, Ri! Kenapa lo nggak duduk semeja sama gue saja?"

"Hm, gue cuma mau bentar kok." Airi menarik-narik tali ransel sambil mencari alasan. "Pak, bisa tolong bungkus aja batagornya?" bisik Airi pada penjaga gerobak batagor-yang tak lain adalah suami ibu kantin. "Acarnya sedikit aja, Pak. Oh ya, sekalian ini uangnya."

Bapak itu mengangguk. Ia pun segera menuruti permintaan Airi. Maka sambil menunggu pesanan terbungkus, Airi menuju freezer di dekat stand penjaga kantin.

"Lo suka minuman itu, ya?" Mendadak ada yang berkomentar saat Airi mengambil sebuah minuman isotonik rasa buah. Airi segera menoleh.

Yang benar saja. Lagi-lagi ia bertemu orang yang ingin dihindari. Davi tersenyum tipis pada Airi, hingga mau tak mau Airi pun harus membalasnya.

"Gue juga suka rasa leci." Berikutnya Davi mengambil botol yang sama persis dengan Airi.

"Ooh," Airi mengangguk ragu. Ia jadi teringat saat itu. Saat Airi hendak nonton latihan basket bersama Sally.

"Lo beli apa, Dav?" Entah sejak kapan Andina telah berada di belakang Airi dan Davi.

"Gue haus," jawab Davi, memperlihatkan minumannya pada Andina. Pada saat yang sama Airi cepat berlalu, membayar minuman lantas kembali ke gerobak batagor.

"Punya saya sudah jadi, Pak?" Baru mau mengambil pesanan, Airi dikejutkan lagi oleh suara Andina. Cewek itu rupanya memesan makanan yang sama.

"Sudah, Neng. Ini," Bapak Batagor segera menyerahkan mangkok kecil pesanan Andina.

"Lo mau pesan batagor juga nggak, Dav?" Andina berpaling pada cowok yang sedang mendekati mereka itu.

"Boleh," sahut Davi. "Sausnya yang banyak, Pak. Acarnya sedikit aja." Kemudian ia mengeluarkan selembar uang besar. "Ini sekalian bayar pesanan dia."

"Dia? " Bapak tersebut melirik ke arah Andina yang sudah berjalan beberapa langkah ke meja semula. Davi mengangguk. Tiba-tiba Pak Batagor tersenyum kecil. "Punya Neng yang ini nggak dibayarin sekalian?" ujarnya sambil menunjuk Airi di sebelah Davi.

Kedua anak itu saling melirik-dan langsung salah tingkah. Mereka tak mampu menjawab pertanyaannya hingga waktu yang lama. Sampai kemudian Andina yang sepertinya mendengar celetukan Bapak itu kembali menghampiri mereka.

"Ada apa sih?" tanya cewek itu. Airi melihat ke arah Davi, begitu pula sebaliknya. Hal itu tentu membuat Andina memasang muka tak suka.

"Ini, Neng. Mas-nya kan mau bayarin pesanan Neng, lalu saya tanya, apa punya Neng yang ini nggak dibayarin sekalian?" Akhirnya Bapak Batagor yang menjawab sebagai ganti.

Flashback WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang