3 ) Dara

311 27 2
                                    

Kami berangkat menuju Seoul.

Yah, setelah melakukan perdebatan yang cukup panjang antara Donghae, Hyukjae, ayah dan pamannya-dan juga aku-tentang riddle yang diberikan Taehyung lewat telepon, kami menarik kesimpulan bahwa Seoul adalah jawabannya.

Agak sulit sih, tapi aku rasa Seoul adalah jawaban yang tepat. Aku cukup yakin karena Taehyung menyebutkan 'semua orang berkumpul di tempatku' dan 'orang terpenting ada di tempatku', pokoknya yang kayak gitu lah. Aku menarik kesimpulan bahwa 'tempat' itu adalah ibukota karena berada di 'tengah-tengah', dan 'orang terpenting' itu bisa jadi adalah presiden. Sekalipun ayahnya Donghae masih kurang yakin dengan jawaban ini, tapi, bagaimanapun juga kami harus bergerak dengan cepat daripada diam terus-terusan memperdebatkan riddle itu sementara Yuri lagi terancam di luar sana.

Setidaknya kami harus cepat-cepat bertindak, kan?

Donghae kelihatan benar-benar marah. Atau mungkin stress. Bisa juga ketakutan. Entahlah, setiap kali aku melihat wajahnya, aku bisa menangkap semua ekspresi itu. Aku takut aku salah bicara apalagi keadaan hatinya lagi tidak baik saat ini, jadi aku memutuskan akan lebih bijaksana kalau aku tidak mengatakan sesuatu dulu. Aku memang menggenggam tangannya sepanjang perjalanan sih, dan Donghae sama sekali tidak menolak perlakuanku, dia malah balas mengenggam tanganku dengan lebih erat.

Tapi sejak dia menerima telepon sialan dari Taehyung itu, Donghae benar-benar kelihatan seperti orang yang berbeda.

Oh, dan aku yakin banget dia juga marah gara-gara mobil kesayangannya dirusak.

"Masih ada tiga jam lagi sebelum kita sampai di Seoul." kata Hyukjae, yang kali ini memegang kemudi. Kami pergi dengan dua mobil. Aku, Donghae, Hyukjae, Jimin dan Hyunjae naik mobil rental milik Hyukjae yang kebetulan memiliki tipe mini-van, jadi bisa muat banyak. Ayah dan pamannya Donghae menggunakan mobilku-berhubung mobil ayahnya Donghae terlalu mencolok dan kami takut bakal menarik perhatian Taehyung. Lagipula, aku tidak mau meninggalkan mobilku di Mokpo.

"Biar aku yang nyetir." kata Donghae, yang duduk di kursi penumpang di samping Hyukjae. Aku duduk tepat di belakangnya, omong-omong, sementara Hyunjae duduk di sampingku dan Jimin duduk di kursi paling belakang.

"Aku nggak mau bayar ganti rugi rentalnya kalau mobil ini rusak, jadi mending aku aja." balas Hyukjae.

"Aku masih bisa nyetir, kok." sanggah Donghae.

"Dengan tangan kamu yang di gips begitu? Sori Hae, aku masih sayang nyawaku."

Donghae mendecakkan lidahnya sementara aku bisa mendengar Jimin menahan tawanya dibelakang sana. Yah, aku juga sebenarnya pengen ketawa sih, tapi mengingat Donghae yang kayaknya masih dalam suasana buruk aku mengurungkan niatku.

"Aku lapar, kita beli McD dulu yuk." Hyukjae mengganti topik, membuat Hyunjae yang sedari tadi terduduk malas di sampingku mulai berbinar-binar.

"Boleh juga." tanggapku.

"Kalau nggak salah di depan sana ada kedai McD, kita bisa berhenti di situ." timpal Jimin.

"Belinya agak banyak deh, aku laper banget." sambung Donghae, membuatku tersenyum simpul kemudian menepuk pundaknya pelan.

Sekalipun Donghae tidak mengatakan apapun, dia meraih tanganku yang kini berada di pundaknya dengan tangannya kemudian mengenggamnya erat.

Tanpa perlu bicara pun aku tahu Donghae lagi berusaha untuk meyakinkanku bahwa dia baik-baik saja. Dan aku bersyukur karena itu.

*

Awalnya, kami akan makan di McD sekalian istirahat sebentar, tapi ayahnya Donghae bilang kami hanya akan buang-buang waktu kalau kami makan di tempat jadi akhirnya kami memborong banyak makanan dan membawanya untuk perjalanan.

The FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang