Buatku, kejadian hari ini lebih mirip sebuah shock therapy, sekaligus teguran keras untukku yang selama ini selalu menganggap bahwa semuanya bisa aku kendalikan dengan mudah.
Ya, dulu, sejak aku mendapatkan jabatan sebagus ini di kepolisian, aku selalu menganggap semua hal bisa aku kendalikan. Maksudku—hello, aku ini komisaris loh. Hanya dengan menunjukkan lencanaku saja aku bisa melakukan apapun yang aku mau.
Sekalipun aku memang nggak menunjukkannya secara langsung, bisa dibilang aku ini orang yang agak sombong. Jujur saja, aku juga pernah merasa jadi orang yang paling berkuasa hanya gara-gara jabatanku ini.
Tapi diatas langit masih ada langit lagi. Kesombonganku mendapatkan tegurannya sekarang.
Kepergian Jimin bukan sesuatu yang bisa aku kendalikan. Aku nggak merencanakan ini terjadi, dan aku jelas nggak bisa mengaturnya sesuka hatiku, sekalipun aku sudah menunjukkan lencanaku. Tentunya aku juga nggak bisa mencegahnya terjadi, karena aku yakin ini semua sudah diatur oleh yang berkuasa diatas sana.
Sial, kenapa omonganku jadi bijak begini ya?
Intinya, aku harus berubah jadi orang yang lebih baik lagi, untuk kedepannya dan selama-lamanya. Demi Jimin, teman sekaligus adikku yang sudah rela mengorbankan nyawanya dan membuka mataku yang selama ini terbutakan oleh rasa sombong.
Dan aku berjanji, aku akan menjebloskan orang yang bertanggung jawab atas kematian Jimin kedalam penjara untuk seumur hidupnya, apapun caranya.
Aku yakin bahwa aku dan Donghae sependapat. Aku bisa melihat dengan jelas sorot matanya yang penuh semangat—dan juga sedikit balas dendam, kalau aku nggak salah tangkap. Jujur saja, aku lebih suka melihat Donghae seperti ini. Beberapa jam yang lalu Donghae masih terlihat seperti orang yang benar-benar berbeda—dengan tatapan yang kosong dan menyeramkan, membuatku yang sudah jadi sahabatnya sejak jaman purbakala ini nyaris nggak mengenalinya.
Aku cukup lega melihat Donghae sudah kembali dalam mode normalnya.
"Dara kemana?" suara Donghae berhasil menarikku kembali ke realita, membuyarkan lamunanku yang sudah berakar itu.
Aku mengerjapkan mataku, melirik jam tanganku kemudian menjawab,
"Oh, barusan dia bilang mau menengok keadaan gadis kecil itu." jawabku, setelah sebelumnya mengingat-ingat lagi apa yang Dara katakan kepadaku sebelum dia pergi.
Donghae hanya membulatkan mulutnya kemudian mengangukkan kepalanya tanda mengerti.
"Aku nggak bisa lama-lama disini." kataku, membuat Donghae yang semula tengah bersandar pada dinding di belakangnya langsung duduk dengan tegak, menatapku sambil mengerutkan keningnya.
"Kenapa?"
"Yah, you know, cop's duty. Insiden di Namsan Tower tadi siang bikin petinggi kepolisian yang lain cukup kebakaran jenggot, mereka minta penjelasan selengkapnya dariku."
"Oh, oke." balasnya. "Sampai jam berapa?"
"Nggak tau." Aku mengangkat bahuku. "Bisa jadi sampai tengah malam."
"Bisa dipercepat nggak?" tanya Donghae, kali ini terdengar sangat serius.
Aku menatap sahabatku itu dalam-dalam. "Apa yang lagi kamu rencanakan?"
Donghae menghela napasnya kemudian menjawab, "Yah, tadinya sih aku mau melakukan ini sendirian, tapi setelah aku pikir-pikir lagi rasanya mustahil. Aku butuh bantuan kamu."
"Dude, aku ini sahabat kamu sejak jaman batu, jelas aku bakal bantuin kamu."
"Tapi jangan kasih tau Dara."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Finale
FanfictionAku Kim Taehyung, dan akulah yang menyebabkan semua mimpi buruk kalian. Ya, kurasa nggak perlu basa-basi dan sembunyi lagi sekarang, pada akhirnya semua rahasia akan terbongkar. Dan karena aku orang yang baik, aku bakal dengan senang hati mengungkap...