25 | Yuri

90 14 1
                                    

Harusnya aku tidak perlu menangis meraung-raung seperti tadi ketika Donghae hendak pergi.

Oke, aku mungkin kecewa karena karena kakakku tidak mengikutsertakan aku untuk pergi, tapi seharusnya, aku tidak perlu mengeluarkan air mata segala, kan?

Aku sendiri tidak mengerti. Kenapa perasaanku berubah menjadi tidak enak saat tahu Donghae akan meninggalkanku? Rasa panik menjalari seluruh tubuhku kala itu, dan aku tidak bisa menahan diriku sendiri untuk tidak menangis. Semua itu terjadi begitu saja tanpa bisa kukendalikan, dan sekarang aku merasa bersalah karena sudah membuat baik Donghae maupun Hyukjae khawatir kepadaku.

Ya tuhan, apa yang salah denganku?

"Tidurlah, kamu pasti capek, kan?" ujar Hyukjae, yang saat ini tengah duduk di samping kasurku.

Hyukjae sendiri kelihatan kacau saat ini. Wajahnya terlihat benar-benar kelelahan, rambutnya acak-acakan, dan suaranya sudah mulai serak. Aku juga sering mendapatinya menguap ketika matanya fokus tertuju pada layar tabletnya. Entah apa saja yang sudah dilewatinya hari ini.

"Nggak bisa tidur." balasku. "Ada kabar dari Donghae?"

"Belum." jawabnya, mengangkat kedua tangannya keatas sambil menguap lebar-lebar. "Aku harap nggak ada sesuatu yang buruk terjadi di penjara sana."

"Ya, semoga saja begitu." gumamku. Aku tahu, dibalik raut wajahnya yang keras, Hyukjae juga sama khawatirnya denganku.

Ada banyak hal yang kami khawatirkan sekarang. Keberadaan Kim Taehyung, keselamatan Donghae, dan keberadaan Dara dan ayahku—yang, anehnya, menurutku, saat ini jauh lebih berbahaya daripada Taehyung sendiri.

Setelah apa yang Hyukjae ceritakan kepadaku dan Donghae, pandanganku terhadap ayahku sendiri mulai berubah.

Aku tahu, tidak seharusnya aku main hakim sendiri dengan mengecap ayahku sebagai orang jahat. Aku harus mengetahui cerita dari kedua sisi. Tapi, melihat situasi kami sekarang, rasanya sulit untuk menentukan siapa yang benar-benar baik dan siapa yang benar-benar jahat.

"Omong-omong, Yuri?"

Pertanyaan Hyukjae membuatku tertarik kembali ke realita.

"Hm?"

"Aku hanya ingin tahu, err—barangkali kamu sempat mendengar atau Taehyung pernah mengatakan kepadamu tentang rencananya." jawab Hyukjae, sembari menggaruk-garuk tengkuknya yang aku yakin sama sekali tidak gatal itu. "Tapi kalau kamu nggak tahu pun nggak apa-apa, aku nggak memaksa kamu untuk coba mengingat lagi—"

"Hyuk," potongku cepat, membuat Hyukjae menatapku dengan tatapan melongo yang lucu. "Nggak apa-apa kok."

Hyukjae mengedipkan matanya sebanyak dua kali sebelum akhirnya bertanya kembali, "Beneran?"

Aku mengangguk pelan. "Iya, beneran. Rasanya aku samar-samar mendengar percakapannya dengan seseorang diluar waktu aku lagi dikurung di ruang bawah tanah terkutuk itu."

Mendengarku berkata begitu, Hyukjae memajukan posisi duduknya, terlihat antusias.

"Lalu?"

Sambil mengernyitkan dahi, aku mencoba mengingat-ingat lagi apa saja yang aku dengar ketika aku disekap. Memang samar-samar sih, berhubung segala perhatianku berpusat pada kecoa-kecoa sialan yang mengeroyokku saat itu, tapi rasanya aku ingat sesuatu....

"Oh!" seruku. "Dia mengatakan sesuatu tentang kantornya. Mungkin ini bukan informasi yang terlalu penting, tapi dia membicarakan itu dengan seeorang yang kurasa adalah si tukang pukul berbadan besar mirip John Cena itu, kamu tahu dia kan?"

The FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang