"Donghae ilang?!"
Pertanyaanku, yang sebenarnya lebih mirip seperti sebuah bentakan itu membuat baik Hyunjae, paman dan ayahnya Donghae sama-sama terdiam. Suaraku yang cukup keras menggema di sepanjang lorong di depan kamar mayat, dan kayaknya kalau suaraku lebih keras sedikit dari barusan aku bisa-bisa diusir dari sini.
Tapi aku berhak untuk berbicara dengan suara keras begitu. Jelas, aku kaget banget.
"S-setahuku, setelah aku dan Donghae oppa mengobrol di taman dia kembali kesini untuk bergabung bersama eonni dan Hyukjae oppa." jawab Hyunjae dengan agak bergetar.
"Begitu Hyukjae datang aku langsung pamit untuk menemui Eunchae." balasku cepat. Oh, fyi, Eunchae adalah nama dari anak kecil yang manis yang menjadi korban dari insiden di Namsan Tower tadi siang.
"Aku dan Jisook ada di kafetaria sejak dua jam yang lalu." tambah pamannya Donghae, yang langsung dibalas oleh ayahnya Donghae dengan sebuah anggukkan pelan.
"Jadi nggak ada dari kalian yang lihat Donghae pergi kemana? Bahkan Hyukjae juga ikut-ikutan pergi?" tanyaku, dan aku bisa memastikan bahwa tampangku pasti sudah kacau saking paniknya saat ini.
Tidak ada satupun dari mereka yang menjawab pertanyaanku.
Aku mendecakkan lidahku, menendang tong sampah yang ada di dekatku dengan pelan sambil mengacak-acak rambutku. Ya ampun, Donghae dan Hyukjae pergi kemana, sih?
"Aku rasa aku tahu Donghae pergi kemana." kata ayahnya Donghae, membuatku langsung menatapnya.
"Kemana?" tanyaku cepat.
"Ke rumahnya Taehyung." jawab ayahnya Donghae. "Aku yakin dia berencana untuk menyelamatkan Yuri sendirian."
"Ugh," kali ini aku bahkan tidak malu-malu untuk mendengus. "Iya sih, bener juga. Terus Hyukjae kemana?"
"Lembaga permasyarakatan kota Seoul." jawab Hyunjae, membuat perhatian kami semua tertuju kepadanya. Hyunjae tengah menatap layar ponselnya dengan sangat serius.
"Dan ya, Donghae oppa ada di rumahnya Taehyung." lanjutnya.
"Tunggu, kok kamu bisa tahu mereka ada dimana?" tanya pamannya Donghae dengan raut wajah kebingungan.
Hyunjae nyengir kecil. "Aku diam-diam mengaktifkan pemancar GPS di ponsel mereka, jadi, sekalipun ponsel mereka di-nonaktifkan aku masih bisa melacak mereka. Buat jaga-jaga aja sih, sebenarnya."
"Damn it." desisku. Dasar Donghae ceroboh, kenapa dia memutuskan pergi sendirian sih?
"Oke, kalau begitu kita susul mereka." kata ayahnya Donghae, kali ini terdengar tegas sekali. "Aku dan Dara bakal menyusul ke rumahnya Taehyung, kebetulan kunci mobilnya masih ada di aku."
"Terus aku ngapain?" tanya pamannya Donghae.
"Kamu tinggal disini sama Hyunjae, cepat kasih kabar kalau ada sesuatu yang terjadi. Hyunjae, tolong lacak terus mereka berdua ya." jawab ayahnya Donghae, dan jujur saja, aku rada kagum melihatnya dengan sikap tegas dan berwibawa seperti ini. Aku yakin banget ayahnya Donghae dulunya adalah sosok polisi yang disegani.
"Lalu Hyukjae oppa? Apa nggak akan ada yang menyusulnya?" kali ini Hyunjae yang bertanya.
"Aku rasa Hyukjae bakal menyusul Donghae dalam waktu dekat, jadi nggak masalah." jawabku, yang langsung ditanggapi oleh ayahnya Donghae dengan sebuah anggukan cepat.
Jadi, setelah berpamitan secara singkat kepada Hyunjae dan pamannya Donghae, aku dan ayahnya Donghae berjalan dengan cepat—setengah berlari sih, sebenarnya—menuju parkiran. Ayahnya Donghae langsung menjalankan mobil begitu kami tiba, dan dia menyetir seperti orang kesetanan. Aku rasa mobil kami sudah menyenggol beberapa mobil lain barusan—bahkan ayahnya Donghae berani menerobos lampu merah—tapi itu tidak jadi masalah.
Ada sesuatu yang lebih genting saat ini.
Untungnya, jalanan Seoul malam ini tidak terlalu padat. Kami berhasil tiba di rumahnya Taehyung dalam waktu dua puluh menit, padahal jaraknya dari rumah sakit cukup jauh. Ayahnya Donghae sengaja memarkirkan mobil kami agak jauh supaya tidak terlalu mencurigakan, jadi kami berjalan menuju rumahnya yang tampak luar biasa gelap gulita dari luar. Satu-satunya pencahayaan yang ada hanyalah tiga buah lampu jalan yang ada di sekitar rumahnya.
Sial, malam-malam begini rumahnya Taehyung jadi mirip rumah hantu.
Aku tidak melihat satpam yang tadi pagi berjaga di rumahnya Taehyung, jadi kami memutuskan untuk melompat masuk lewat pagar depan. Seperti biasa, aku kembali dibuat takjub oleh kemampuan ayahnya Donghae melompati pagar yang lumayan tinggi itu, padahal usianya sudah tidak muda lagi dan aku rasa dia sudah seharusnya pensiun. Dengan bantuan cahaya senter ponselku, kami berlari cepat menuju pintu depan lalu mendapati pintunya terkunci.
"Pintu belakang." bisik ayahnya Donghae, lalu kami berdua mulai berlari lagi menuju pintu belakang, jalan masuk yang kami gunakan tadi pagi.
Berbeda dengan pintu depannya, kali ini aku bisa membuka pintu belakang dengan kelewat mudah. Mungkin pintu ini memang tidak tertutup rapat sebagaimana mestinya karena Donghae sudah membobolnya duluan sih, tapi tetap saja, aku merasa ada yang janggal dari pintu yang bisa aku buka dengan kelewat mudah ini.
Seakan-akan Taehyung memang menyuruh kami untuk masuk lewat belakang.
Saat aku hendak melangkahkan kakiku memasuki rumah mengikuti ayahnya Donghae yang sudah masuk duluan, tiba-tiba, sebuah tangan menepuk pundakku dengan cukup keras. Sekalipun jantungku serasa jatuh merosot dari tempatnya, aku dengan sigap memutar badanku untuk mengunci tangan siapapun yang sudah berani menepuk pundakku dan membuatku kaget setengah mati.
"Ow, Dara—ini aku!" seru si pemilik tangan itu, dan perlu waktu beberapa detik bagiku untuk menyadari bahwa orang itu adalah Hyukjae.
"Hyuk!" seruku, buru-buru melepaskan kuncianku yang langsung disambut oleh Hyukjae dengan suka cita. "Sori, aku kira siapa. Lagian ngapain juga sih ngagetin!"
"Sori sori, tadi itu aku cuman mau mastiin kalau itu beneran kamu kok." balasnya. "Mendingan sekarang kita susul ayah mertua kamu, waktu kita nggak banyak loh."
Aku membenarkan pernyataan Hyukjae kemudian berjalan dengan cepat untuk memasuki rumah Taehyung yang gelap gulita. Satu-satunya pencahayaan yang ada hanya dari senter ponselku, dan asal kalian tahu, itu saja tidak cukup. Hyukjae berjalan tepat di belakangku dan kami mulai menyusuri rumah terkutuk ini dengan perlahan.
Sial, bulu kudukku mulai berdiri.
"Aku punya berita penting." kata Hyukjae, suaranya terdengar sangat pelan namun serius di belakangku.
"Apaan?" tanyaku, sementara mataku mulai jelalatan memperhatikan setiap inci ruangan yang ada di sini.
"Aku nggak tau ini bener atau bukan, tapi aku rasa kamu harus tau." aku bisa mendengar nada keraguan dalam kalimat Hyukjae barusan.
Aku menghentikan langkahku, berbalik, kemudian menyoroti senter tepat dit tengah-tengah kami berdua supaya aku bisa melihat wajah Hyukjae dengan jelas.
"Tentang apa?" tanyaku, menatap Hyukjae dengan serius.
Hyukjae menghela napasnya panjang kemudian menjawab, "Tentang kasus pembunuhan mendiang ibunya Donghae dan Yuri."
"Oh, bagus dong."
"Nggak, ini sama sekali nggak bagus. Apa yang kita ketahui selama ini ternyata nggak sepenuhnya benar, Dara." balasnya.
"Jadi?"
"Sebenarnya, pelaku pembunuhan yang sesungguhnya itu—"
Kalimat Hyukjae terhenti saat sebuah suara gaduh terdengar dari belakangku, membuat jantungku—lagi-lagi—serasa terjatuh dari tempatnya. Tidak lama kemudian, suara gaduh itu disusul oleh sebuah suara jeritan kecil dan langkah kaki yang berderap tidak karuan.
Aku bisa memastikan bahwa suara jeritan itu adalah suara milik Donghae.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Finale
FanfictionAku Kim Taehyung, dan akulah yang menyebabkan semua mimpi buruk kalian. Ya, kurasa nggak perlu basa-basi dan sembunyi lagi sekarang, pada akhirnya semua rahasia akan terbongkar. Dan karena aku orang yang baik, aku bakal dengan senang hati mengungkap...