20 ) Donghae

102 21 5
                                    

Kalau boleh, aku pengen banget memutar ulang waktu dan mencegah semua ini terjadi.

Hanya dalam hitungan minggu dan hidupku sudah berubah jadi kacau total. Terlalu banyak hal yang mengejutkanku belakangan ini, dan demi neptunus, aku bisa meledak kapan saja gara-garanya.

Awalnya aku nggak mau memikirkan hal-hal aneh dulu saat ayahku menghilang, aku masih tetap berpikiran positif sekalipun rasanya ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Aku terus berpura-pura bahwa nggak ada sesuatu yang aneh sampai akhirnya aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.

Perlu beberapa detik sampai aku menyadari bahwa aku nggak bermimpi, dan apa yang aku lihat saat ini benar-benar nyata dan terjadi.

Sumpah, selama beberapa saat aku bahkan nggak tahu apa yang harus aku katakan. Lidahku rasanya kaku banget dan bahkan kakiku serasa menempel permanen dengan lantai. Barangkali Dara juga merasakan hal yang sama denganku karena dia juga berdiri mematung di belakangku, tanpa mengatakan apapun.

Aku hampir saja berpikir bahwa Taehyung nggak bersalah, tapi setelah dia menendang ayahku sampai jatuh terjengkang lalu buru-buru kabur, aku tahu, bocah itu benar-benar sudah kelewatan.

Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari secepat kilat mengikuti Taehyung yang kabur dengan terburu-buru seperti maling melewati salah satu pintu. Aku sama sekali nggak heran kenapa di rumah ini banyak banget pintu dan lorong—contohnya, seperti yang tengah aku lewati sekarang ini. Berbeda dari yang sebelumnya, lorong yang aku lewati sekarang ini agak berbelok-belok dan aku nyaris saja jatuh karena nggak melihat ada tangga di bawahku.

Aku nggak sempat menghitung berapa jumlah anak tangga yang aku turuni karena aku terlalu sibuk mengejar Taehyung, tapi yang pasti, tahu-tahu saja aku sudah tiba di sebuah ruangan yang cukup luas dengan mobil Ferrari merah tomat milik Taehyung yang tengah parkir dengan anggun di tengahnya. Hal pertama yang menyambutku adalah bau oli yang menusuk hidung serta beberapa nyamuk yang terdengar berisik banget di telingaku.

Oh, oke, ini pasti garasi rumahnya.

Wajar saja aku nggak melihat barang-barang lain selain mobil yang terparkir dan sebuah rak kecil berisi perlengkapan otomotif di sudut ruangan. Di sini juga nggak terlalu gelap karena cahaya bulan yang masuk lewat atap garasi yang terbuat dari kanopi transparan, jadi aku nggak perlu repot-repot menyalakan senter ponselku yang batrenya sudah mau sekarat ini.

Tunggu dulu, ada yang aneh.

Tadi itu aku yakin banget Taehyung berlari ke ruangan ini, tapi kenapa dia nggak ada disini?

Bahkan sebelum aku sempat bergerak untuk mencari si bocah sialan yang kemungkinan lagi bersembunyi itu, sebuah pukulan keras menghantam kepalaku, membuat aku nyaris jatuh dengan gaya yang culun sementara mataku mulai berkunang-kunang.

"Hyung ngerti nggak sih kalau aku suruh datang sendirian?"

Aku buru-buru bersandar pada dinding sambil memegangi kepala bagian belakangku yang mulai berdenyut-denyut. Sekalipun penglihatanku mulai memburuk dan rasanya aku bisa pingsan kapan saja, aku bisa melihat Taehyung dengan kunci inggris di tangannya dan sebuah seringaian licik di bibirnya. Dia berjalan santai kemudian berhenti tepat di depanku, dan aku berani bersumpah, kalau saja kepalaku nggak dipukul barusan, aku pasti sudah menghajarnya habis-habisan.

"Tapi tenang, permainannya belum selesai, hyung." katanya, dengan nada yang luar biasa kalem tapi terdengar menyeramkan di telingaku.

Sambil menahan sakit yang mulai menggila di kepalaku, aku menatapnya tajam kemudian membalas, "You think so, huh?"

Taehyung mengulum senyuman sinisnya, mengambil beberapa langkah mendekatiku kemudian membalas perkataanku dengan nada yang benar-benar creepy, membuat bulu kudukku meremang tanpa perlu aku suruh.

"Aku yang membuat permainan ini, jadi aku tau persis kapan aku harus berhenti."

"Kamu mau membunuhku juga?" tanyaku, kemudian aku berusaha untuk berdiri tegak tanpa menghiraukan kepalaku yang sebentar lagi rasanya mau pecah.

Tanpa diduga, Taehyung malah tertawa—dan kalian semua harus tahu, suara tawanya jauh lebih menyeramkan daripada suara tawa si Sehun yang mirip The Joker itu. Nggak, ini jauh lebih gila lagi.

"Membunuh kamu? Nah—nggak. Aku nggak ada niatan membunuh hyung." jawabnya.

"Terus?" aku bertanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih keras dari sebelumnya. "Apa maksud dari semua permainan tololmu ini, hah?!"

Taehyung menggunakan kunci inggris ditangannya untuk menekan bahu kananku, membuatku langsung menjerit tertahan karena bekas luka tembakku mulai terasa perih lagi.

Brengsek.

"The point is not to kill you phisycally. I wouldn't do that, it's too boring." jawabnya, kali ini dengan suara yang kelewat pelan, membuatku membutuhkan konsentrasi besar untuk mendengarnya. "I just want to see you hurt, mentally, and then tore you apart until there's nothing left from your soul."

"In your dream, you son of a—" sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, Taehyung memelototiku dengan tampang seperti maling yang tertangkap basah, membuatku kebingungan selama beberapa detik sampai akhirnya aku mendengar suara sirine dari kejauhan.

Haha! Pasti Hyukjae yang memanggil mereka kesini!

Karena aku terlalu sibuk mendengarkan suara sirine yang semakin mendekat, Taehyung tiba-tiba saja menghantam kepalaku dengan kunci inggris sialan itu sekali lagi, membuat aku jatuh tersungkur dengan gaya yang cupu.

Sementara aku tengah berjuang menahan sakit di kepalaku sampai rasanya aku bisa pingsan kapan saja, Taehyung buru-buru masuk kedalam mobil noraknya, menyalakan mesinnya, kemudian menerobos pintu garasi dengan kecepatan penuh, membuatku yang tertinggal di belakangnya harus menghisap asap knalpot yang bau plus debu-debu yang berterbangan gara-gara pintu garasi yang ditabrak sampai rusak.

Setelah itu, semuanya berubah menjadi gelap.

The FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang