19 ) Dara

200 27 7
                                    


Seharusnya aku tahu dari awal bahwa semua ini adalah jebakan.

Ya, aku memang merasa agak aneh kenapa Taehyung mengundang Donghae sendirian ke rumahnya. Seharusnya juga aku tahu bahwa ada sesuatu yang direncanakan—dan disembunyikan oleh ayahnya Donghae, calon mertuaku yang mulai bersikap mencurigakan sejak kami masuk kedalam rumah psikopat gila ini. Seharusnya aku tahu bahwa Kim Taehyung tengah mempermainkan kami semua, tapi dasar Dara goblok, aku malah membiarkan semua ini terjadi dan aku sama sekali tidak melakukan apapun untuk mencegahnya.

Dan sekarang, aku hanya bisa berdiri mematung seperti orang bego sementara hal yang benar-benar genting tengah berlangsung tepat di bawah hidungku.

Awalnya, aku dan Donghae tengah menggeledah lantai dua rumah Taehyung, dengan harapan kami dapat menemukan ayahnya Donghae yang tiba-tiba menghilang sejak kami datang tapi kami tidak bisa menemukan apapun selain pintu-pintu yang terkunci dan Donghae yang kelihatan mulai kehilangan kesabarannya.

Aku nyaris putus asa saat akhirnya aku mendengar suara gaduh dari salah satu pintu yang terkunci, dan perlu beberapa saat bagiku untuk menyadari bahwa disela-sela suara gaduh itu aku bisa mendengar suara ayahnya Donghae dan Taehyung yang terdengar seperti sedang berkelahi. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Donghae saat dia memutuskan untuk menendangi pintu yang menjadi sumber suara itu, lalu saat pintunya terbuka, aku bahkan tidak dapat mempercayai penglihatanku sendiri.

"Ayah?" tanya Donghae, dan aku tahu dia sama terkejutnya denganku.

"Tolong!" seru Taehyung, yang saat ini tengah berbaring di lantai dengan kedua tangan terangkat di atas kepalanya yang berpaling kearah kami.

"Dia akan membunuhku!"serunya lagi, kali ini dengan suara yang terdengar lebih bergetar.

Astaga, ini bohongan, kan?

"Nak, dengarkan aku. Ini bukan—" bahkan sebelum ayahnya Donghae sempat memberikan penjelasan, Taehyung sudah keburu menendangnya, membuat ayahnya Donghae jatuh terjungkal kebelakang dengan bunyi benturan yang keras. Senjata yang sebelumnya berada dalam genggamannya terlempar cukup jauh, dan awalnya aku kira Taehyung bakal mengambil senjata itu tapi ternyata dugaanku salah.

Taehyung berlari dengan panik menuju salah satu pintu yang ada di ruangan ini, membukanya secara paksa, lalu melesat masuk kedalam sementara Donghae mulai berlari mengejarnya, meninggalkan aku yang bergegas menghampiri calon mertuaku yang saat ini tengah terbaring kesakitan di lantai.

"Om nggak apa-apa?" tanyaku dengan napas yang agak tersengal-sengal.

Ayahnya Donghae menganggukkan kepalanya pelan. "Nggak apa-apa."

Aku membantunya untuk duduk sementara ayahnya Donghae mulai meringis menahan sakit. Wajar sih, aku juga pasti bakal menunjukkan ekspresi yang sama kalau aku ditendang sampai jatuh terjungkal kayak begitu.

Terlebih lagi karena ayahnya Donghae sudah tidak muda lagi. Rasa sakitnya pasti berkali-kali lipat.

"Lebih baik kita cepat pergi dari sini. Om masih kuat buat jalan?" tanyaku lagi, kali ini agak berhati-hati dengan pemilihan kata yang aku gunakan.

Lagi-lagi, ayahnya Donghae menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apapun, tapi itu sudah cukup untuk memberitahuku bahwa jawabannya adalah 'ya'. Jadi, dengan sedikit kekuatan ekstra, aku membantu calon mertuaku yang mulai meringis kesakitan untuk berdiri, melingkarkan lengan kanannya di pundakku, kemudian menuntunnya untuk mulai berjalan meninggalkan ruangan ini—yang tampaknya seperti sebuah ruang kerja, dinilai dari rak-rak besar berisi buku yang ada di sudut ruangan dan meja yang dipenuhi dengan kertas yang cukup berantakan.

The FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang