7 ) Dara

199 25 3
                                    


Aku memang pernah ke rumah Taehyung sih.

Sekali, saat aku dan Jimin di tugaskan untuk mengintainya, dan itu pun hanya sampai halaman depan. Aku belum pernah masuk kedalam rumahnya tapi dari luar sini aku bisa menarik kesimpulan,

Rumahnya Taehyung menyeramkan.

Well, secara teknis, rumahnya memiliki gaya yang lumayan modern dengan cat berwarna putih pucat keabuan yang kelihatan kekinian. Rumah dua tingkat yang kelihatannya luas banget itu memang terletak di pinggiran kota Seoul, di daerah terpencil yang nyaris nggak terlihat. Karena rumah sebesar ini terlihat begitu sepi—apalagi setelah aku tahu bahwa yang tinggal di dalamnya itu adalah Taehyung—membuat rumah ini jadi terkesan menyeramkan.

Sesuai kesepakatan, aku, Hyukjae, Hyunjae dan ayahnya Donghae bertugas untuk mendatangi koordinat yang berhasil dilacak Hyunjae saat Taehyung meneleponnya barusan. Aku bahkan tidak sadar bahwa Hyunjae melacak koordinat Taehyung sebelum cewek itu yang mengatakannya sendiri. Dasar hacker sejati.

Besar harapanku menemukan Yuri di tempat ini, mengingat Taehyung tidak mungkin menyekap Yuri di tempat yang jauh dari jangkauannya karena dia adalah orang yang sibuk—apalagi, dia lagi jadi sorotan publik saat ini gara-gara kasus kematian pacarnya. Demi tuhan, aku gemes banget ingin berteriak kepada semua orang bahwa sebenarnya tokoh antagonis disini adalah Taehyung. Orang-orang melihatnya sebagai cowok baik-baik yang baru saja kehilangan pacarnya dan mereka iba karena akting sedih Taehyung yang luar biasa keren di depan publik.

Aku benar-benar merasa kasihan karena mereka semua mau saja dibohongi oleh si bocah psikopat itu.

"Kamu nggak perlu ikutan Hyunjae, tunggu di mobil aja." kata Hyukjae, saat kami semua sudah sampai di depan gerbang menuju rumah Taehyung.

Hyunjae, yang sedari tadi sibuk berkutat dengan laptopnya di kursi belakang langsung membelalakkan matanya.

"Aku kan mau ikutan seru-seruan juga!"

"Hyukjae benar, bakal bahaya kalau kamu ikutan masuk." timpal ayahnya Donghae, membuat pacarnya Jimin itu makin mengerucutkan bibirnya.

"Apa bedanya sama aku nungguin sendirian di mobil?" tanyanya.

"Iya juga sih, lebih baik kita nggak terpisah." sahutku, membuat perhatian mereka semua langsung tertuju padaku.

"Maksudku, meninggalkan Hyunjae sendirian justru malah lebih beresiko, kan? Kalau dia ikut masuk sama kita kan kita bisa saling jaga satu sama lain." lanjutku, membuat Hyunjae menganggukkan kepalanya penuh semangat sementara Hyukjae mengerutkan keningnya, terlihat sedang berpikir.

"Yaudah, kalau gitu, kita bagi kelompok." katanya.

"Biar aku pergi sama Dara, kalau begitu." kata ayahnya Donghae, sementara aku cukup sopan untuk menganggukkan kepalaku sambil tersenyum simpul menanggapi pernyataannya barusan. "Hyukjae, kamu jaga Hyunjae baik-baik."

Hyukjae mengacungkan jempolnya. "Siap, bos."

*

Tepat seperti dugaanku, rumahnya Taehyung beneran menyeramkan.

Aku dan ayahnya Donghae berhasil menyelinap masuk lewat pintu belakang yang langsung terhubung dengan dapur sementara Hyukjae dan Hyunjae mengalihkan perhatian dengan berpura-pura mengadakan kunjungan dari pihak kepolisian—itu hal yang wajar kok, mengingat Taehyung kan orang terkenal. Ternyata, meskipun rumahnya sebesar ini, Taehyung tidak menyewa satpam banyak-banyak—kalau hitunganku benar sih, dia hanya memiliki empat orang satpam yang semuanya berhasil kami kelabui dengan kelewat mudah.

Well, meskipun caraku dan ayahnya Donghae untuk masuk kedalam memang agak ekstrim—kami melompati pagar dan membuka pintu belakang dengan perkakas yang aku bawa—kami berhasil menyelinap dengan aman. Aku salut sama tenaga ayahnya Donghae yang masih oke untuk ukuran orang berusia lanjut, dia bisa melompati pagar belakang dengan mudah. Aku harus banyak-banyak belajar darinya, nih.

Prioritas utama kami saat ini adalah mencari Yuri, jadi aku dan ayahnya Donghae mulai berkeliling dengan hati-hati. Kami menggeledah seisi dapur—aku berharap aku menemukan sebuah pintu rahasia atau apalah itu—tapi hasilnya nihil, jadi kami melanjutkan pencarian ke ruangan selanjutnya.

Gila, rumahnya Taehyung luas banget.

"Udah berapa lama kamu pacaran sama Donghae?" tanya ayahnya Donghae tiba-tiba, membuat aku nyaris tersedak air liurku sendiri.

Duh, kenapa sih ayahnya Donghae harus menanyakan hal beginian di saat yang tidak tepat?

"Um.... Udah lama banget sih, om." jawabku sambil tersenyum garing. Rasanya aneh memanggil ayahnya Donghae dengan sebutan 'om'.

Ayahnya Donghae tersenyum tipis kemudian menganggukkan kepalanya. "Aku iri sama kamu."

Aku mengerutkan keningku. Hah? Ayahnya Donghae pengen pacaran sama anaknya juga apa gimana nih?

"Maksudnya, aku iri karena kamu pasti lebih mengenal Donghae daripada aku." lanjutnya, seakan bisa membaca kebingunganku.

Aku tertawa garing kemudian membalas, "Yah, begitulah."

"Aku pergi meninggalkan kedua anakku saat mereka masih kecil-kecil, aku nggak sempat kenalan sama mereka. Aku ayah yang buruk." kata ayahnya Donghae, dan karena aku takut salah bicara aku memilih untuk diam menanggapinya.

Yah, di satu sisi, salahnya juga sih kenapa dia main kabur begitu saja disaat Donghae dan Yuri benar-benar membutuhkannya. Maksudku—hello, ibunya Donghae dan Yuri baru saja meninggal dan mereka pasti sangat membutuhkan sosok seorang ayah. Kabur di saat-saat seperti itu adalah tindakan yang benar-benar ceroboh. 

Aku tahu semuanya dari Donghae, dia menceritakannya kepadaku saat kami masih SMA dulu—dan sejak dia menceritakan kisah hidupnya kepadaku itulah, aku semakin mencintainya. Maksudku, ya tuhan, cowok sebaik dia telah melalui masa kecil yang kelewat menyedihkan, dan aku merasa aku harus selalu ada di sisinya untuk memberikan kekuatan.

Tapi, aku juga tidak bisa menyalahkan ayahnya Donghae atas semua yang terjadi. Dia tidak sepenuhnya bersalah, toh posisinya disini adalah korban.

Kami semua sama-sama jadi korban disini.

"Donghae dan Yuri pasti bakal memaafkan om, kok." kataku pada akhirnya, karena mulutku sudah gatal banget ingin ngomong.

"Mereka berdua menyayangi om, sama seperti om menyayangi mereka berdua." lanjutku, membuat ayahnya Donghae menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya yang sudah mulai berkerut itu.

Ya tuhan, pria di hadapanku ini pasti telah melewati banyak hal, merasakan banyak hal sementara orang-orang menganggapnya sebagai orang jahat yang telah membunuh istrinya sendiri. Sekalipun dia memang telah melakukan kesalahan dengan meninggalkan anak-anaknya sendirian, dia tidak sepantasnya menerima beban sebanyak itu.

Aku benar-benar merasa kasihan terhadapnya.

Kami lagi berada di lorong yang aku kira menuju ruang tengah saat tiba-tiba saja ponselku bergetar—aku memang sengaja tidak menyalakan nada deringnya supaya tidak menarik perhatian. Begitu aku akhirnya berhasil merogoh ponselku dari dalam saku celanaku, getarannya sudah keburu berhenti, dan yang tertera di layar ponselku hanyalah pesan singkat dari Donghae yang berhasil membuat jantungku serasa merosot dari tempatnya.


'Darurat.'


"Anu—sepertinya kita harus menyusul Donghae." kataku, memasukkan kembali ponselku kedalam saku celanaku kemudian menatap ayahnya Donghae—yang ternyata tengah menatap tajam kearah seorang cowok dengan badan besar dan tampang menyeramkan yang lagi berdiri di ujung lorong.

Dari penampilannya saja, aku tahu dia bukan orang baik.

"Ya." sahut ayahnya Donghae dengan nada yang cukup tenang. "Kita memang harus pergi dari sini."


The FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang