Insting pertamaku ketika aku melihatnya adalah memukulnya berkali-kali sampai dia nggak bisa bicara lagi.
Maksudku, demi neptunus, selama ini dia yang sudah membunuh ibuku. Aku memang belum bisa memastikannya dan itu hanya sebatas spekulasi saja, tapi tetap saja, aku gondok setengah mati menyadari bahwa selama ini dia berbohong kepadaku dan Yuri.
Tapi, aku sadar dengan situasi yang tengah aku hadapi saat ini, melampiaskan emosiku secara brutal bukanlah hal yang bijak.
Jadi, dengan segenap usaha ekstra, aku menahan emosiku kemudian menghampirinya sambil berusaha untuk tetap tenang. Ayah kelihatan capek, ada sedikit memar di ujung bibirnya, tapi kondisi pria di sampingnya jauh lebih parah. Pria itu terlihat sehabis di keroyok oleh puluhan orang. Aku tahu pria ini adalah Kim Jongwoon dari reaksi terkejut yang Dara tunjukkan di sampingku.
"Mau apa kesini?" tanyaku, yang tentu saja, aku tujukan untuk ayahku.
"Membantu kalian, bodoh." jawabnya, dan aku nyaris saja melayangkan tinjuku kepadanya kalau saja Dara nggak menahanku.
"Om tahu apa yang lagi di rencanakan Taehyung disini?" tanya Dara, napasnya tersengal-sengal, mungkin karena kebanyakan berlari. Atau karena dia nyaris dipukuli oleh si bocah gila itu, nggak ada bedanya sih.
Ya tuhan, untung saja aku datang tepat waktu dan berhasil menyelamatkannya. Aku nggak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi kalau aku terlambat datang.
"Berkat si bajingan ini, aku tahu." jawab ayahku, sambil sedikit mendorong Kim Jongwoon yang berdiri di sampingnya.
Oh, jadi itu alasan kenapa ayah nekat membebaskan Kim Jongwoon dari penjara.
"Aku dan yang lainnya sudah susun rencana." selaku, ketika ayah terlihat hendak melanjutkan kalimatnya. "Jadi kalau kamu punya ide yang lebih baik lagi, cepat katakan sekarang dan jangan buang-buang waktu."
"Tenang, kita hanya perlu dua menit untuk mendengarkan rencanaku dan melaksanakannya."
*
Harus kuakui, rencana ayahku lumayan juga.
Memang, aku nggak sepenuhnya ikhlas ketika kami harus merombak rencana kami semula kemudian menambahkannya dengan rencana ayah. Sialnya, sekeras apapuun aku menyangkal, aku sadar rencana ayah terdengar jauh lebih efektif.
Jadi, nggak ada yang aku lakukan selain menuruti perkataan si pak tua itu.
Aku harap rencana ini berjalan sempurna dan kami semua akan baik-baik saja setelah ini. Soalnya, aku perlu mendengar penjelasan ayahku dengan lebih jelas tentang apa yang sebenarnya terjadi di hari kematian ibu. Kalau aku mati hari ini—amit-amit sih, sebenarnya—aku pasti bakal jadi arwah penasaran. Mungkin aku akan menghantui ayahku selama rohku berkeliaran.
"Bagaimana kalau kita gagal?" tanya Dara, saat kami berdua tengah berjalan cepat menuju rooftop bangunan ini.
"Jangan takut, kita nggak akan gagal." jawabku, mengenggam tangannya erat untuk memberinya kekuatan.
Meskipun, sebenarnya, aku juga ragu-ragu.
"Aku nggak takut, aku khawatir." balasnya, dan aku rasa perbedaan antara takut dan khawatir itu beda tipis, deh.
"Dari dulu aku selalu memimpikan momen ini. Kalau saja aku bisa menangkapnya lebih cepat, mungkin—"
Dengan gerakan yang kubuat secepat dan semulus mungkin, aku menghentikan langkahku, menarik Dara, kemudian mencium bibirnya. Aku tahu dia akan menyalahkan dirinya sendiri, jadi sebelum dia sempat melakukan itu, aku harus menghentikannya. Sama seperti apa yang dia lakukan padaku ketika aku berbicara melantur dan tanpa sadar menyalahkan diriku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Finale
FanfictionAku Kim Taehyung, dan akulah yang menyebabkan semua mimpi buruk kalian. Ya, kurasa nggak perlu basa-basi dan sembunyi lagi sekarang, pada akhirnya semua rahasia akan terbongkar. Dan karena aku orang yang baik, aku bakal dengan senang hati mengungkap...