Oke, pertama-tama, aku sama sekali belum tidur seharian. Mataku perih, kepalaku pening, dan sekalipun aku sudah memakan sandwich yang dibawakan anak buahku dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk menemani Yuri, aku masih lapar.
Dengan kondisi fisik yang hancur begini—dan barangkali, kondisi mentalku juga—aku terpaksa memutar otak kembali, memikirkan jalan keluar dari semua kekacauan ini, kekacauan yang seakan-akan nggak ada ujungnya.
Jadi, wajar jika rasanya aku ingin pingsan saja saat ini.
Tapi, aku nggak boleh menyerah sekarang. Aku harus bertahan, apapun yang terjadi.
Demi Donghae, demi Yuri, demi Dara, dan demi Jimin.
Aku nggak bisa tenang ketika Donghae menyampaikan kabar lewat telepon beberapa menit yang lalu. Sekalipun Yuri nggak menunjukkannya, aku tahu, dia juga sama gelisahnya denganku. Maksudku, yang benar saja? Bagaimana bisa Kim Jongwoon kabur dari penjara?
Dan yang paling membuatku bingung, kenapa ayahnya Donghae membantunya kabur?
Apa maksud dari semua ini?
"Kalau kamu mau pergi menyusul Donghae, pergi saja." ujar Yuri tiba-tiba, ketika kami berdua sama-sama terdiam dalam keheningan yang cukup menegangkan.
"Nggak, aku disini saja." jawabku, padahal sebenarnya, kakiku sudah gatal sedari tadi ingin menyusul Donghae, atau seenggaknya, keluar untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Jangan membohongi diri sendiri, Hyuk." tanpa kuduga, Yuri menyunggingkan sebuah senyuman simpul kepadaku. Setahuku, Yuri jarang tersenyum, jadi hal ini termasuk salah satu kejadian langka.
Aku membalas senyumannya. "Bagaimana dengan kamu? Nggak apa-apa aku tinggal sebentar?"
Yuri terdiam selama beberapa detik, kemudian menggelengkan kepalanya.
"Kurasa nggak apa-apa. Toh, kalau ada apa-apa, aku tinggal pencet tombol untuk panggil perawat, kok." jawabnya.
Aku menimbang-nimbang perkataan Yuri selama beberapa detik. Kalau saja Hyunjae atau pamannya Donghae ada disini, aku bisa menitipkan Yuri pada mereka berdua. Hanya saja, kami berada di rumah sakit yang berbeda, jadi butuh waktu lama bagi mereka untuk tiba disini. Lagipula aku agak kesulitan menghubungi Hyunjae dan pamannya Donghae, ponsel mereka berdua sama-sama nggak aktif.
Tapi melihat kesungguhan Yuri, aku rasa nggak masalah kalau aku meninggalkannya sebentar.
"Oke, kalau gitu aku pergi dulu, ya? Kamu jangan kemana-mana, telepon aku kalau ada sesuatu." ujarku pada akhirnya, beranjak dari tempat dudukku dan bersiap untuk pergi.
"Anu—ponselku hilang. Kayaknya jatuh waktu orang-orang suruhan Taehyung menculikku."
Shit. Aku lupa sama yang satu itu.
Aku merogoh saku trench coat-ku, mencari-cari ponsel lipat kecil yang biasanya kugunakan sebagai ponsel cadangan. Pulsa dan batrainya masih terisi penuh, karena itu adalah ponsel emergensi untuk saat-saat genting. Dan kurasa, sekarang memang saat-saat genting.
"Nih, pakai punyaku. Hubungi nomor paling pertama di buku kontaknya, itu nomor ponselku yang satunya lagi." aku mengulurkan ponsel itu kepada Yuri.
"Kamu masih punya ponsel model begini? Nggak nyangka." katanya, dan aku menganggapnya sebagai sebuah pujian.
"Buat jaga-jaga saja. Sudah ya? Kamu hati-hati disini."
Setelah mengacak-acak rambut Yuri sebentar, aku berjalan secepat kilat keluar dari kamar menuju lobi. Rumah sakit yang ditempati Yuri jauh lebih modern daripada rumah sakit tempat mayat Jimin disemayamkan, jadi aku yakin kualitas pengamanannya jauh lebih baik. Ada empat lantai di gedung rumah sakit ini, dan kamar Yuri terletak di lantai dua, dekat dengan meja informasi. Katakanlah aku paranoid, tapi aku sudah memeriksa semua CCTV yang terpasang di lorong menuju kamarnya, untuk memastikan bahwa siapapun yang hendak keluar masuk bakal terekam oleh CCTV tanpa terkecuali.
Dan lagi, aku juga menyuruh sedikitnya lima polisi untuk berjaga disekitar kamar. Mereka nggak keberatan, tentu saja, karena secara teknis Yuri adalah saksi mata dan harus mendapat perlindungan dari lembaga hukum yang berwenang.
Intinya, aku harus yakin bahwa Yuri aman disini.
Ponselku berbunyi ketika aku tengah menunggu lift untuk turun kelantai satu.
"Halo?"
"Hyuk, kamu dimana sekarang?" suara Donghae terdengar terengah-engah ketika menjawabku. Apa dia sedang berlari?
"Rumah sakit tempat Yuri dirawat, lokasinya dekat rumahnya Taehyung. Kenapa?"
"Selain kamu ada siapa lagi yang menjaga Yuri?"
Aku menjelaskan semua persiapanku kepada Donghae, termasuk lima orang polisi dan CCTV yang terpasang.
"Bagus, kalau gitu dia aman. Kamu bisa kesini?"
"Kamu dimana?" tanyaku, sambil terburu-buru masuk kedalam lift tanpa melepaskan ponsel dari kupingku.
"Menyusul Hyunjae dan paman. Nanti aku jelaskan kalau kamu sudah sampai, pokoknya, situasinya kacau."
Dari nada bicaranya, aku tahu Donghae tengah panik setengah mati, dan mendengarnya seperti itu membuatku jadi ikut-ikutan panik juga.
"Oke kalau gitu aku—"
BRAKK!
Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba saja, sebuah suara keras terdengar dari arah langit-langit lift, membuat jantungku berhenti berdetak selama beberapa detik saking kagetnya. Lampu didalam lift mulai berkedip-kedip nggak lama setelahnya, dan dari apa yang berhasil aku rasakan, lift berhenti bergerak.
Brengsek. Jangan bilang lift-nya rusak.
Hulla! Sorry for the super late update karena author-nya lagi dalam masa bimbingan, setiap minggu disibukkan oleh tugas ospek yang menyebalkan :') Thanks for staying with me, fellas!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Finale
FanfictionAku Kim Taehyung, dan akulah yang menyebabkan semua mimpi buruk kalian. Ya, kurasa nggak perlu basa-basi dan sembunyi lagi sekarang, pada akhirnya semua rahasia akan terbongkar. Dan karena aku orang yang baik, aku bakal dengan senang hati mengungkap...