24 | Donghae

84 21 1
                                    

"What the hell?!"

Hyukjae menganggukkan kepalanya cepat-cepat, matanya menatapku dan Yuri secara bergantian dengan begitu tajam.

Nggak mungkin. Hyukjae pasti bercanda.

"Kim Jongwoon bilang begitu sama kamu?"

Kali ini, Hyukjae sama sekali nggak mengatakan apapun. Aku sudah tahu pasti jawabannya.

"Kalau begitu, ayah ada dimana sekarang?" tanya Yuri, suaranya terdengar begitu lemah dan jujur saja, aku nggak ingin dia terlibat lebih jauh lagi. Dia baru saja terbebas dari kurungan seorang bocah psikopat menyeramkan yang saat ini tengah berkeliaran entah dimana, dan aku yakin adikku itu pasti sangat kelelahan dan butuh perawatan medis yang lebih.

Maksudku, demi tuhan, Yuri baru saja diculik.

"Dara membawanya kabur ke rumah sakit dengan mobilnya."

Aku mendecakkan lidahku keras-keras. Oh, ya tuhan.

"Kamu sudah coba hubungi dia? Batrai ponselku habis." tanyaku tidak sabar. Jantungku mulai berdetak lebih cepat daripada sebelumnya, dan tanpa alasan yang jelas, perutku mulai terasa mual.

"Sudah, tapi nggak ada balasan. Mungkin dia masih menyetir."

Atau mungkin ada sesuatu terjadi menimpanya.

Brengsek. Semakin aku memikirkannya, perutku menjadi semakin mual.

"Mereka pasti belum jauh." aku berjalan terburu-buru kemudian melompat turun dari ambulans, diikuti oleh Hyukjae, sementara Yuri memelototi kami berdua dari atas kasur keras ambulans.

"Oh, dan sekarang kalian mau ninggalin aku disini begitu aja?!" bentaknya. Untuk seseorang yang kondisi fisiknya masih lemah, bentakan Yuri cukup keras.

"Yuri, akan lebih baik kalau kamu dapat perawatan lebih di rumah sakit." ujar Hyukjae, membuat Yuri malah semakin berang lagi.

"Aku mungkin lemah, tapi aku nggak boleh diam saja sementara kalian membahayakan nyawa kalian diluar sana, dong!" bentaknya lagi.

"Hyukjae ada benarnya, sis. Untuk sementara ini lebih baik—"

"Jangan tinggalin aku sendirian!" kali ini Yuri menjerit, dan kalau aku tidak salah lihat—aku tidak mungkin salah lihat, Yuri menangis.

Dengan gerakan secepat sebelumnya, aku kembali menaiki ambulans kemudian meraih Yuri kedalam pelukanku, membuat adikku langsung terisak. Hyukjae menyusul tidak lama kemudian, tampak duduk dengan canggung dan kebingungan.

Sepanjang hidupku, belum pernah aku melihat Yuri seperti ini. Selama ini aku melihatnya sebagai sosok perempuan tangguh yang nggak mudah menyerah, kuat, galak, dan mandiri. Kini Yuri benar-benar seperti orang lain. Dia terisak didalam pelukanku dengan cukup keras, wajahnya terbenam didalam dadaku dan aku dapat merasakan air mata membasahi bajuku. Badannya berguncang hebat, membuatku berusaha untuk mengusap-usap punggungnya pelan, berpikir bahwa dengan begitu aku dapat menenangkannya.

Melihat Yuri seperti ini membuat hatiku hancur.

Sebagai seorang kakak, aku merasa gagal memenuhi kewajibanku untuk melindungi adikku sendiri.

"Yuri, lihat aku." aku menangkupkan kedua tanganku kepada pipi Yuri, berusaha untuk menatap matanya.

Dengan air mata berlinang dan wajah memerah, Yuri balas menatapku, dan tepat saat itu juga, dadaku terasa sesak mendapati mata adikku dipenuhi dengan sorot ketakutan yang luar biasa.

"Aku harus mencari ayah dan Dara." ujarku pelan. "Asal kamu tahu, aku nggak mau meninggalkanmu. Apalagi setelah apa yang terjadi padamu, sis. Aku beneran nggak mau pergi."

The FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang