6 ) Donghae

205 21 2
                                    


Aku paling nggak suka kalau harus pergi ke tempat yang ramai dan penuh dengan anak remaja alay.

Eh, bukan gitu maksudku. Yah, tapi intinya itulah.

Singkatnya gini, aku nggak suka pergi ke tempat yang terlalu ramai, apalagi sekarang aku harus pergi ke sana dalam keadaan serba gelisah dan deg-degan, di tambah lagi aku pasti bakal bertemu dengan banyak remaja yang ingin mesra-mesraan sama pacar mereka di tempat itu. Menurut Dara dan Hyukjae sih, Namsan Tower—alias tempat yang bakal aku datangi saat ini, adalah destinasi kencan terfavorit gara-gara keseringan dijadikan setting tempat di serial drama. Nggak cuman remaja Seoul dan sekitarnya, dari luar kota bahkan dari luar negeri pun banyak yang datang ke tempat itu—which is, bikin tempat itu jadi crowded banget.

Sialnya, aku terpaksa mengakui kalau Taehyung jago memilih tempat bertemu yang bagus. Menjadikan Namsan Tower yang notabene merupakan tempat publik populer tentunya nggak akan mengundang perhatian banyak orang, jadi apapun yang dilakukan olehku atau oleh orang suruhan Taehyung nantinya juga pasti nggak akan terlihat mencurigakan.

Dia beneran sudah memperhitungkan semuanya.

Tentunya, aku nggak akan membiarkan semua data-data berharga itu kembali ke tangan Taehyung begitu saja. Aku sudah membuat salinannya—dengan bantuan Hyunjae, pastinya—dan kami bahkan membuat tiga salinan sekaligus. Taehyung memang nggak mengatakan sesuatu tentang 'jangan membuat salinan' atau semacamnya sih, tapi Hyukjae bilang siapa tahu itu jebakan. Jadi, supaya Taehyung nggak curiga, Hyunjae sengaja memasang 'berlapis-lapis pengamanan' atau apalah itu namanya pada setiap data yang disalin.

Dan lagi, Hyunjae juga berhasil melacak koordinat tempat Taehyung meneleponku barusan. Memang, kemungkinan Yuri disekap ditempat yang ditunjukkan oleh koordinat itu sangat kecil, tapi nggak ada salahnya kalau kami mencoba untuk memeriksanya.

Makanya, kami akhirnya berbagi kelompok.

"Sure you can do this?" tanyaku kepada Dara, saat kami semua tengah bersiap-siap untuk pergi.

Dara menatapku lama kemudian tersenyum. "I'm the one who should ask you that."

Aku terkekeh pelan kemudian mengacak-acak rambutnya. "I'll be fine."

"Yeah, me too." balasnya. "Kami cuman mau berkunjung ke rumah Taehyung kok, nggak akan lama."

Yah, tapi entah kenapa perasaanku bilang pergi ke rumah Taehyung disaat seperti ini adalah ide yang buruk. To be honest, aku senang sih begitu Hyunjae mendapatkan koordinat tempat Taehyung menelepon barusan, tapi aku sama sekali nggak nyangka bahwa itu adalah rumahnya. Sekali lagi, kemungkinan Yuri disekap di tempat itu memang kecil dan nggak ada salahnya kami coba datang kesana, tapi perasaanku benar-benar nggak enak hari ini.

Seperti ada sesuatu yang mengganjal dadaku.

"Hati-hati." kataku. "Jangan sampai lengah. Telepon aku kalau dapat sesuatu."

"Kamu juga." kata Dara, dan melihatnya tersenyum manis kepadaku seperti ini membuatku jadi agak tenang.

Aku membalas senyumannya, mengecup bibirnya singkat, kemudian menariknya kedalam pelukanku.

Ya tuhan, tolong, bantu kami untuk melalui semua ini.

*

Tepat seperti dugaanku, Namsan Tower rame banget.

Sejauh mataku memandang aku bisa melihat ratusan ABG—kalau nggak berpasangan ya mereka berkelompok, berjalan-jalan sambil berfoto-foto dan tertawa ria. Berada diantara mereka kayak gini membuatku serasa kembali jadi muda.

Wait, aku emang masih muda, sih.

Aku pergi ke Namsan Tower bersama Jimin dan paman. Kami memutuskan nggak membawa banyak orang untuk menemaniku ke Namsan Tower karena itu bakal terlihat mencurigakan, jadi tiga orang saja cukup. Sebaliknya, pergi ke rumah Taehyung dengan persiapan yang minim—apalagi kami sedikit gambling sekarang—tentunya membutuhkan banyak orang.

Toh, yang bakal aku lakukan di tempat ini cuman memberikan flashdisk kepada orang suruhan Taehyung setelah itu pergi.

Well, seenggaknya sih, rencananya begitu. Semoga saja semuanya berjalan lancar.

Aku berjalan diantara ratusan ABG dengan jaket hitam andalanku yang saat ini aku naikkan risletingnya sampai atas plus topi hitam yang menutupi hampir sebagian wajah gantengku ini. Aku juga nggak ngerti banget kenapa Dara dan Hyukjae ngotot menyuruhku untuk menyamarkan identitasku, tapi mereka bilang demi keamanan diriku sendiri jadi yah, aku cuman bisa nurut.

Lagipula nggak masalah banget sih, toh dengan begini nggak bakal ada ABG yang sibuk ngecengin aku karena penampilanku yang mirip maling begini.

Sialan, aku pasti kedengaran narsis banget barusan.

Sekalipun aku lagi berjalan dalam diam begini, mataku nggak berhenti jelalatan mengawasi keadaan sekitar, memastikan bahwa nggak ada apapun yang mencurigakan yang mungkin saja disimpan Taehyung. Jimin dan paman juga memakai penyamaran yang agak-agak mirip denganku dan sekalipun aku nggak menoleh kebelakang, aku tahu mereka mengikutiku.

Omong-omong soal Jimin, aku sama sekali nggak nyangka bahwa usia pacarannya dan Hyunjae hampir mencapai tiga tahun. Kalau nggak salah sih besok mereka merayakan anniversary mereka, Jimin sempat cerita padaku di mobil dalam perjalanan kemari. Well, awalnya aku memang cuman iseng menanyakan sudah sejauh mana hubungannya dan Hyunjae tapi ujung-ujungnya Jimin malah jadi curhat banyak. Nggak masalah sih, aku senang kok dijadikan tempat curhat begitu. Aku jadi lebih mengenal si anak pramuka itu.

Dan aku kagum sama Jimin, karena dibalik tampangnya yang culun itu, dia menaruh rasa cinta yang sangat dalam kepada pacarnya, membuatku jadi memikirkan diriku sendiri dan Dara.

Ya, aku juga mencintai Dara sama seperti Jimin mencintai Hyunjae.

Astaga, kenapa aku malah mikirin soal cinta-cintaan gini, sih?

Waktunya nggak pas.

"Kayaknya dia beneran cinta mati sama pacarnya ya."

"Eh eh, liat deh, matanya sampai bengkak gitu! Pasti gara-gara kebanyakan nangis!"

"Ya ampun iya!"

"Astaga, sweet banget ih!"

Nggak tahu kenapa, percakapan sekelompok ABG yang kebetulan berada di sampingku itu menarik perhatianku. Aku—yang sudah terlanjur penasaran, memiringkan kepalaku sedikit untuk mendengar lebih jelas percakapan mereka. Mataku ikut-ikutan melirik mereka—yang ternyata merupakan empat orang cewek ABG dengan dandanan kekinian—dan salah satu dari mereka kebetulan tengah memegang ponsel mereka dengan layar yang bisa kulihat dengan jelas.

Bagian yang menariknya adalah saat akhirnya aku menyadari bahwa di layar ponsel cewek itu terpampang foto Taehyung—dengan mata yang kelihatan bengkak dan raut wajah sedih yang aku tahu pasti dibuat-buat—tengah berada di sebuah acara yang aku yakini sebagai acara pemakaman.

Sial, itu pasti pemakamannya Irene.

Jelas, berita kematian Irene pasti dijadikan headline beberapa media online dan surat kabar berhubung Taehyung adalah CEO muda yang cukup berpengaruh di negara ini—apalagi, dia punya modal tampang yang lumayan oke, menjelaskan kenapa sekelompok cewek ABG disampingku ini heboh banget ngomongin dia.

Aku kasihan karena mereka nggak tahu kebenarannya.

Ya tuhan, bahkan sampai sekarang aku masih nggak percaya ada orang semacam dia di dunia ini. Orang yang tega membunuh pacarnya sendiri dan sekarang dia menculik adikku.

Dasar bocah sialan.

Aku mungkin terlalu sibuk menguping sampai-sampai aku nggak sadar bahwa aku telah tiba di depan tempat yang penuh dengan gembok—alias, meeting point yang ditentukan Taehyung lewat telepon beberapa jam yang lalu. Mataku mulai jelalatan mencari-cari siapapun yang terlihat mencurigakan—aku sih membayangkan tampang orang suruhan Taehyung itu sebagai seseorang dengan muka sangar mirip preman, tapi ternyata, aku malah menemukan orang yang seharusnya tengah berada di penjara saat ini.

Oh Sehun.

Detik itu juga, bekas luka tembak di bahu kananku terasa ngilu.

The FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang