Suara alarm menggema. Gadis di atas ranjang dengan bed cover winnie the pooh itu malah membenamkan kepalanya di bawah bantal. Tapi suara nyaring itu masih terdengar. Berdering tanpa ampun. Gadis itu melempar bantal ke atas meja dan sukses menjatuhkan jam itu hingga jatuh ke lantai dan suaranya berhenti.
Setelah suasana kembali tenang, ia kembali tidur. Ia hampir pulas saat mendengar pintunya diketuk pelan.
"Berisik ih." keluhnya. Masih membenamkan kepalanya di bawah bantal. Berharap bisa meredam suara apapun.
"Neng Lala, bangun Neng. Katanya Neng Lala ada kuliah pagi." Suara Yuni terdengar. Lala langsung terduduk di ranjang. Matanya mengerjap.
"Jam berapa, Mbak?" tanyanya sambil berteriak. Padahal ada jam dinding super besar di atas lemari bajunya dan yang perlu ia lakukan hanya menoleh.
"Jam setengah tujuh." Yuni menjawab di luar kamar. Mata Lala membulat. Ia merutuk lalu buru-buru masuk ke kamar mandi. Ia terus menyalahkan alarmnya yang tidak berbunyi. Tapi akhirnya teringat kalau ia sudah mematikan paksa alarm itu karena berisik.
Lima belas menit kemudian, Lala sudah keluar dari kamar. Cukup sepuluh menit di kamar mandi dan lima menit buat pakai baju dan benerin muka. Setidaknya, ia memastikan kalau sudah tidak ada iler di sudut bibirnya, ataupun kotoran di sudut matanya.
"Neng Lala udah mandi?" Yuni yang perasaan baru aja ke kamar Lala setengah kaget melihat majikannya sudah ada di meja makan dalam jangka waktu singkat.
"Muka Lala kelihatan belum mandi ya, Mbak?" Suaranya terdengar panik. Ia meraba wajahnya sendiri. Biarpun dia tadi mandi bebek, tapi dia cuci muka kok, pake pelembab juga, setidaknya kalau dilihat dari muka, pasti kelihatan mandi.
"Bukan gitu, Neng. Mbak cuma heran aja. Kok cepet banget mandinya."
"Lala udah kesiangan." jawabnya sambil memasukkan sendok berisi nasi goreng buatan Yuni ke mulutnya. Ia mengunyah dengan cepat. Setelah menghabiskan setengah isi piringnya, ia menghampiri Yuni yang tengah menyiram tanaman di depan.
"Mbak, nih duit buat Mbak." kata Lala sambil menyerahkan dua lembar uang dua puluh ribuan dan selembar lima ribuan.
"Buat apaan, Neng?" Yuni kebingungan.
"Buat Mbak belanja." jawabnya.
"Lho, uang belanja kan udah dikasih sama Bapak." jawabnya heran.
"Udah pokoknya ambil aja." kata Lala sambil berjalan menjauh. Tapi saat hampir mencapai gerbang, ia kembali.
"Minta selembar deh, Mbak. Buat jajan." Ia mengambil selembar dua puluhan dari tangan pembantunya. Wanita itu kebingungan, tapi tak urung dimasukkan juga uang itu ke saku dasternya.
Lala menyusuri kompleknya dengan senyum semringah. Ia berjalan agak cepat. Nggak lupa tebar senyum dan menyapa ibu-ibu yang lagi pada kumpul mengelilingi bang Mamat, sang tukang sayur.
"Ibu ibu, nawarnya jangan kebangetan ya. Kasian Bang Mamat mukanya udah melas gitu." candanya. Membuat si objek derita malah tersenyum.
"Masih pagi Neng Lala. Mau ke mana?" tanyanya sambil berteriak.
"Nyari pejantan, Bang. Abang aja udah dikerubutin Ibu-Ibu gitu. Masa Lala masih gini-gini aja." jawabnya sambil tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BiangLala [TAMAT]
RomanceBagi Lala, Ilham itu nyaris sempurna. Ganteng, soleh, mapan, sayang sama orangtua. Satu-satunya yang kurang adalah sifat juteknya. Jika melihat Lala, Ilham langsung menyalakan sinyal darurat. Tapi, bukan Lala namanya kalau pantang menyerah. Ia melak...