"Cuma temen kali, La." kata Made. Mereka semua baru saja mendengar cerita soal gadis yang dibawa Ilham tadi malam.
"Temen lama sih jelas. Masalahnya, kalau cuma temen biasa, dia nggak bakal diajak ke acara keluarga gitu. Ketemu Tante Linda yang ternyata udah kenal sama dia." Lala menusuk siomay dengan garpu lalu memasukkannya ke dalam mulut.
"Kamu juga bukan keluarganya, tapi ikut acara itu. Hayo." kata Elisa.
"Ya gue kan beda. Maksudnya, gue udah kenal deket sama Tante Linda."
"Cantik banget emang?" tanya Wina penasaran.
"Iya cantik. Udah gitu ramah dan lemah lembut banget. Pokoknya beda seratus delapan puluh derajat sama gue." Gadis itu mengambil minumnya dalam satu sentakan keras dan menghabiskan setengahnya.
"Cantik belum tentu bisa bikin semua orang suka lho, La." kata Made.
"Gue payah banget ya jadi cewek. Masa kemaren nyoba pake hak tujuh senti aja jatuh." keluhnya, membuat teman-temannya tertawa.
"Gaya-gayaan sih lo." seru Made.
"Nanti anterin gue ke mall ya."
"Buat apa?" tanya Elisa heran.
"Mau belanja baju. Gue mau jadi feminim." kata Lala. Ketiga teman lala bertukar pandang.
***
Dan siang itu, Made ikutan ketiban sial. Pasalnya, dia dituntut jadi komentator mengenai baju apa yang membuat Lala kelihatan menarik di mata lelaki, mengingat hanya dia spesies berjakun yang ada di antara mereka.
Mereka mendatangi satu mall dan ketiga gadis itu langsung berpencar sementara Made langsung menunggu di depan ruang ganti.
Lima belas menit kemudian, gadis-gadis itu berkumpul bersama Made dan Lala mulai mencoba baju-baju pilihannya dan pilihan temannya.
"Jelek, kayak Tante-Tante." kata Made.
"Nggak pas."
"Nggak cocok."
"Kayak banci."
"Kurang seksi."
"Terlalu seksi."
"Nggak pantes."
"Keliatan aneh."
Lala menghela napas kasar sementara Wina dan Elisa melotot ke arah Made yang kini nyengir kaku.
"Kita salah pilih komentator deh kayaknya." kata Elisa. Lala dan Wina mengangguk setuju.
"Kan kalian yang minta. Ya gue mah sepengelihatan gue aja. Bagus ya gue bilang bagus, jelek ya gue bilang jelek."
"Tapi daritadi lo bilang jelek melu." Wina berkacak pinggang lalu menatap Made garang.
Made tertawa pelan lalu berujar. "Oke... Oke... Sekarang gue serius deh."
"Jadi daritadi lo nggak serius? Dasar kampret." Lala memukul pundak Made dengan tasnya dan membuat laki-laki itu mengaduh sakit.
Dan acara belanja itu memakan waktu hampir empat jam. Membuat Made yang dijam pertama masih tersenyum lebar kini merengut kesal.
"Bagusan mana Mad?" Wina menunjukkan tiga warna lipstik pada Made yang sudah manyun karena bosan.
"Apa bedanya? Itu semua sama-sama pink?" tanyanya heran.
"Beda keleus. Ini rose pink, ini fuchsia, yang ini cherry." jelasnya. Made menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ini salah satu yang membuat Made bingung terhadap spesies bernama wanita. Bukankah warnanya hampir mirip, kenapa namanya harus dibedakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
BiangLala [TAMAT]
רומנטיקהBagi Lala, Ilham itu nyaris sempurna. Ganteng, soleh, mapan, sayang sama orangtua. Satu-satunya yang kurang adalah sifat juteknya. Jika melihat Lala, Ilham langsung menyalakan sinyal darurat. Tapi, bukan Lala namanya kalau pantang menyerah. Ia melak...