35. END

102K 6.9K 976
                                    

Kurang dari dua minggu menjelang tanggal pernikahan. Lala dan Ilham dalam masa sibuk-sibuknya. Ilham harus menyelesaikan setumpuk pekerjaan demi mendapat cuti dari atasannya.

"Cie yang mendekati prosesi belah duren. Mukanya sumringah amat dari kemarin." goda Agam yang baru saja duduk di depannya. Ilham mendengus kesal. Ia tahu kalau Agam jelas sedang meledeknya. Pasalnya, ia sadar bahwa wajahnya akhir-akhir ini cenderung masam. Bukan hanya Agam, anak buahnya yang lain sudah tahu kalau siklus hidup Ilham akhir-akhir ini sama seperti lagu Armada, pergi pagi, pulang pagi.

"Progress yang gue minta mana?" tanya Ilham.

"Lagi di cek Putri. Eh, barusan Farhan WhatsApp gue, nanya kira-kira kapan dibalikin ke kantor pusat. Terus ujung-ujungnya dia nanya bener lo mau nikah sama Lala." kata Agam sambil tertawa.

Ilham menengadah lalu menatap Agam yang langsung mengatupkan mulutnya. Ilham sampai lupa kalau dia masih menahan Farhan di kantor cabang demi menjauhkan laki-laki itu dari Lala waktu itu.

"Urus surat mutasinya buat bulan depan. Oh iya, bilangin sama dia, nggak usah banyak tanya, datang-datang aja." jawab Ilham.

Di waktu yang sama tapi di tempat yang berbeda, Lala dalam kondisi galau tingkat tinggi. Bagaimana tidak, semenjak acara lamaran itu, Lala jarang bertemu Ilham. Teleponnya jarang diangkat, bahka pesannya hanya terjawab singkat.

Tiap hari Lala kerjaannya makan es krim sama ngemil gula merah dan sekarang gadis itu tengah meringis karena giginya sakit. Udah galau, sakit gigi pula.

"Pulang sana, istirahat. Kan nggak lucu kalau nanti pas di pelaminan pipinya gede sebelah." kata Made.

"Gue kangen Masnya, Mad."

"Duh, ababil. Yang kayak gini mau nikah? Sangsi gue." kata Wina.

"Lo nggak ngerasain, Na." kata Lala sambil menopang dagunya dengan kedua tangan. Pada kenyataannya, Lala senang dan sedih disaat yang bersamaan. Pokoknya pikirannya campur aduk. Dia senang karena sebentar lagi akan menikah dan sedih karena kesibukan ini menjauhkannya dari Ilham.

Tapi tenyata kegalauan bukan hanya milik Lala, tapi juga milik Elisa yang terus menerus dipaksa berhadapan dengan Fabian dengan segala kelicikannya.
Seperti sore ini, di mana Fabian kembali mengambil alih tugas Wiryo.

"Rencana licik apalagi yang bisa membawa lo kesini?" tanya Wina. Fabian tertawa dan duduk di depan Elisa yang wajahnya langsung melengos.

"Duh, Elisa mukanya langsung melengos gitu." goda Lala yang langsung mengangkat wajahnya. Baginya, menggoda Elisa bisa menjadi hiburan saat ini.

"Ayu pulang, El." ajak Fabian.

"Pak Wiryo ke mana?" tanya Elisa,

"Ada."

"Maksudnya, Pak Wiryo kenapa?"

"Nggak kenapa-napa."

"Ndak mungkin ndak kenapa-napa. Terus kenapa dia ndak jemput aku?'

"Duh, lo nggak bosen apa diantar jemput sama Pak Wiryo? Pak Wiryo tuh udah tua loh, El. Gue lebih fresh, lebih enak dilihat." jelas Fabian yang membuat teman-temannya terkikik geli.

"Sak karepmu. Aku mau pulang bareng Made aja." kata Elisa.

"Eh, nggak bisa, El. Gue mau anterin Lala ambil souvenir nanti." kilah Made. Elisa menatap Lala yang mengangguk pelan.

"Yaudah, aku naik taksi aja." kata Elisa akhirnya.

"Bareng Fabian aja kenapa sih?" kata Wina geregetan, yang langsung disambut anggukan oleh yang lainnya.

BiangLala [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang