Ilham menatap pantulannya di depan cermin. Wajahnya menjulur untuk mendekat ke kaca. Perlahan ia meneliti wajahnya. Dia masih muda kok. Masih cukup muda dan sepertinya berlebihan kalau dipanggil Om. Aahh Haji Ardhana tuh ya, bisa banget bikin down orang.
Tapi perbedaan usinya dengan Lala memang cukup mencolok. Sebelas tahun, secara garis besar, Lala memang lebih cocok jadi adiknya daripada pacarnya. Tapi cinta itu buta kan ya? Di luar sana juga banyak pasangan yang jauhnya lebih-lebih dari mereka. Nggak usah jauh-jauh deh, lihat aja tuh Haji Ardhana sama Ayumi. Ilham baru tahu kalau selisih umur mereka ternyata dua belas tahun. Itu Haji Ardhana punya kaca nggak sih?
Kalau berani, Ilham rasanya pengen nyodorin kaca saat itu juga. Tapi sayangnya dia nggak berani. Dia nggak mau makin sulit dapat restu pria itu.
Ia mundur dua langkah, membiarkan seluruh tubuhnya terpantul di cermin dengan sempurna. Hari ini, dia menanggalkan semua kesan resmi yang melekat pada dirinya. Kemeja diganti dengan polo shirt warna hitam. Celana bahan hitam yang biasanya ia kenakan kini diganti dengan semi jeans berwarna abu-abu. Rambutnya disisir tak terlalu rapi, meninggalkan sedikit kesan acak-acakan sehingga membuat wajahnya sedikit lebih fresh. Di kakinya, tidak melekat sepatu pantofel, melainkan sepatu sport berwarna putih.
Ia tersenyum. Puas melihat penampilannya hari ini. Setelah berdiam cukup lama di depan cermin, ia keluar dari kamar. Linda langsung menatapnya dengan tatapan bingung.
"Kamu nggak kerja? Kenapa pakai baju begitu?" tanya Linda saat menyambut anaknya di ruang makan.
"Ilham cuti, Ma. Hari ini mau jalan dulu keluar." kata Ilham lalu meneguk teh manis di atas meja.
"Sama siapa?"
"Ih, Mama kepo deh."
"Kenapa kamu jadi alay sih?"
***
Lala, Made, dan Wina keluar dari ruang administrasi di kampus itu. Langkah kaki membawa mereka ke kantin, di mana Ilham menunggu dan menjadi pusat perhatian di tempat itu.
"Mas nggak ada yang godain, kan?" tanya Lala saat duduk di depan laki-laki itu. Di susul Made dan Wina di kanan kirinya.
"Nggak ada." jawab laki-laki itu cepat.
"Jadi gimana, nih? Putri Solo ikut nggak?" tanya Made.
Mereka memang memutuskan akan pergi ke Dufan. Dan sampai sekarang Elisa tidak bisa dihubungi.
"Jemput aja yuk, lah." ajak Lala.
"Lo berani ketemu Tante Widya? Dih, ogah ah gue mah." tolak Wina mentah-mentah.
"Tapi dia bilang semalem mau ikut. Kasihan kalau ditinggal." kata Lala.
Mereka tampak berdiskusi sengit. Ilham hanya diam memperhatikan. Hingga akhirnya mereka sepakat untuk menjemput Elisa ke rumahnya.
Dua mobil itu melaju menuju kawasan elit. Rumah yang ditempati Elisa itu besar. Dengan aksen kayu di setiap sisi. Ruang tamunya saja sepertinya bisa dipakai untuk main basket.
"Lo maju duluan, Mad." suruh Wina.
"Kenapa gue?"
"Soalnya lo yang paling normal di antara kita." jawab Lala sambil mendorong bahu Made agar berjalan lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BiangLala [TAMAT]
RomanceBagi Lala, Ilham itu nyaris sempurna. Ganteng, soleh, mapan, sayang sama orangtua. Satu-satunya yang kurang adalah sifat juteknya. Jika melihat Lala, Ilham langsung menyalakan sinyal darurat. Tapi, bukan Lala namanya kalau pantang menyerah. Ia melak...