Ilham memperhatikan kerumunan ibu-ibu yang sedang mengerubuti gerobak tukang sayur. Matanya mengitari sekeliling. Mencari sosok seseorang.
"Lala belum dateng kan, Bang?" tanyanya pada tukang bubur.
"Belum, Mas. Paling sebentar lagi." katanya sambil menaruh semangkuk bubur di depan Ilham. Dan ternyata tukang bubur itu ada benarnya. Tak lama, sosok Lala dan Yuni muncul di ujung jalan. Gadis itu tampak tertawa dan yang membuat Ilham tidak berkedip adalah pakaian yang di kenakan Lala. Kaos warna putih dan celana jeans pendek. Di atas lutut. Nggak cuma betisnya yang kelihatan tapi setengah dari pahanya terlihat. Mulus.
Ilham meneguk ludahnya tanpa sadar dan lamunannya terusik saat menyadari bahwa Lala sudah duduk di depannya dan meminta semangkuk bubur.
"Itu celana nggak ada yang lebih pendek?" Ilham bertanya datar. Lala menatap laki-laki di depannya dengan tatapan bingung.
"Ada sih. Tapi Lala masih punya malu."
"Terus itu nggak malu. Betis sama paha ke mana-mana."
Gadis itu memperhatikan penampilannya dan merasa tidak ada yang salah.
"Nggak sih. Biasa aja." jawabnya ringan. "Makasih, Bang." katanya saat seporsi bubur tersaji di depannya.
Ia mengaduk-aduk buburnya lalu menyuapkannya ke mulut. Berusaha tidak tertarik dengan sosok yang ada di depannya.
Ilham berdehem. Melihat Lala yang makan dengan khusyuk. Tidak menatapnya sama sekali, melirik pun tidak.
"La..." panggil Ilham.
"Hm." Lala menjawab sekadarnya. Masih fokus pada isi mangkuknya.
"Hari ini ada acara?" tanya Ilham ragu-ragu.
"Ada."
"Ke mana?"
"Mau jalan sama Farhan."
Ilham terkejut mendengar nama Farhan disebut.
"Kenapa sama Farhan?" Ilham berusaha menjaga nada suaranya.
"Kenapa emang? Nggak ada yang salah sama Farhan." Lala mengangkat wajahnya dan menatap Ilham dengan dingin.
Ilham diam. Bingung bagaimana membalas kata-kata Lala. Lala berbeda hari ini. Lala yang ini tidak seperti biasanya. Lala yang sekarang ada di depannya ini tampak dingin dan berusaha tak acuh. Tidak ditemukannya lagi binar dalam mata gadis itu saat menatapnya.
"La..." panggil Ilham lagi.
"Apa?"
"Kamu beneran udah move on?"
Lala menengadahkan kepalanya untuk menatap Ilham.
"Iya. Jadi sekarang, biarin Lala pungutin perasaan Lala yang Mas anggap sampah." kata gadis itu dengan penekanan yang jelas. Ilham tergugu. Lala kehilangan selera makannya.
Ia bangkit berdiri dan menghampiri tukang bubur. Lala berdiri cukup lama di depan tukang bubur. Ia bingung pada perasaannya sendiri. Apakah kata-kata barusan keterlaluan? Aahh peduli amat.
KAMU SEDANG MEMBACA
BiangLala [TAMAT]
RomanceBagi Lala, Ilham itu nyaris sempurna. Ganteng, soleh, mapan, sayang sama orangtua. Satu-satunya yang kurang adalah sifat juteknya. Jika melihat Lala, Ilham langsung menyalakan sinyal darurat. Tapi, bukan Lala namanya kalau pantang menyerah. Ia melak...