25. Semangat ya, Mas. Lala padamu

57.5K 6K 469
                                    

Aris masih terjaga di beranda rumah. Matanya menatap layar ponsel. Mengamati gerak satu ikon di peta yang tercetak di layar ponselnya.

Kepalanya menengadah. Sebuah mobil yang sudah dikenalnya berhenti di depan gerbang. Tak lama, sosok Lala dan Ilham keluar, membuat Aris menggeram lirih.

"Papa bilang apa tadi pagi?" Aris berdiri. Berteriak pada pasangan yang baru saja memasuki gerbang.

"Saya nggak tega ngebiarin Lala pulang sendiri, Om. Udah malam gini." jawab Ilham.

"Besok kamu bawa mobil sendiri aja, La." kata Aris.

"Tapi, Pa. Lala kan nggak bisa naik mobil. Kan trauma gara-gara tabrakan waktu itu." terang Lala. Tatapan Aris masih setajam silet.

"Besok Papa cariin supir buat kamu." tegas Aris.

"Lala nggak mau, Pa." kata Lala dengan nada merajuk.

"Sejak kapan kamu berani ngebantah Papa? Masuk ke kamar." bentak Aris.

"Nggak mau." kata Lala kukuh.

"Masuk aja, La. Biar aku ngomong sama Papa kamu." bisik Ilham. Sebelah tangannya sedikit mendorong punggung Lala agar menuruti kata-kata Aris.

"Papa jangan galak- galak sama Masnya, ya. Nanti kalau Masnya kabur, Lala sama siapa?" Lala melirih lalu masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Aris dan Ilham di halaman rumah.

Dua pria itu duduk di beranda rumah. Ilham menghela napas panjang sebelum akhirnya memberanikan diri memulai obrolan.

"Saya serius sama Lala, Om." katanya. Berusaha menjaga nada suaranya agar tetap stabil.

"Halah, mau serius kek, peterpan kek, de masiv kek. Saya nggak peduli." selak Aris tajam "saya nggak suka Lala pacaran." tandasnya.

"Kamu tahu kan, umur Lala masih dua puluh satu tahun. Dia masih waktunya main-main dan belajar. Bukan malah pacaran sama kamu." lanjut Aris.

"Kamu sadar nggak perbedaan umur kalian berapa tahun? Hampir sebelas tahun. Kamu pasti nanti ngajarin Lala yang nggak-nggak." kata Aris lagi.

Ilham menelan ludahnya dengan susah payah. Kata-kata Aris langsung menamparnya berkali-kali. Butuh kekuatan besar untuk bisa menimpali hujatan Aris yang bertubi-tubi itu.

"Saya nggak akan membatasi pergaulan Lala, Om. Saya juga nggak akan nyuruh Lala berhenti kuliah. Saya juga tahu pentingnya pendidikan buat wanita. Jadi, kalau hal-hal seperti itu yang Om, takutkan, Om tenang aja." kata Ilham dengan suara tenang.

"Anak saya itu masih unyu-unyu. Saya nggak mau nanti dia galau terus nangis nangis karena patah hati. Laki-laki kayak kamu tuh keliatannya suka mainin perempuan. Saya nggak mau Lala gelisah galau merana gara-gara laki macam kamu."

Itu mulut pedes banget. Batin Ilham. Ia menelan salivanya. Menatap Aris yang sedang menatapnya dengan mata elangnya.

"Saya nggak bisa janjikan apa-apa sama Lala ataupun sama Om. Saya cuma bisa bilang kalau saya akan berusaha jadi yang terbaik buat Lala dan membahagiakan dia."

Aris melihat raut keseriusan dalam wajah Ilham. Tapi hati dan pendiriannya sama sekali tidak goyah sedikitpun. Sekali nggak, ya nggak.

BiangLala [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang