Lala membeku saat bibir itu terlepas. Ia menatap wajah Ilham yang tampak datar. Lututnya terasa lemas akibat aksi Ilham yang tiba-tiba. Tapi, ia berusaha menopang diri sekuat tenaga.
"Mau diam atau aku cium lagi?" tanya Ilham. Dia tidak menyangka bahwa kejadian itu dilihat oleh semua orang di kafe itu. Semua kegiatan berhenti karena interaksinya bersama Lala. Wina dan Made bahkan menahan napas tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan Ilham.
Ilham mengambil tangan Lala lalu menariknya keluar dari tempat itu.
"Mad, Lala, Mad." Wina menepuk pundak Made saat melihat Lala dibawa pergi. Wina bermaksud menyuruh Made mengejar Lala dan menghalangi Ilham. Tapi laki-laki itu tampak tak acuh melihat kepergian Lala sambil menyedot isi gelasnya.
"Halah, ngapain? Kurang kerjaan banget." jawabnya. Ia menatap sekeliling, semua orang sudah kembali ke orientasinya, tapi beberapa orang menatapnya dan Wina dengan tatapan penasaran.
"Ih, kalau Lala di apa-apain gimana?" tanya Wina dengan nada panik.
"Kalau diapa-apain juga sama-sama suka ini. Nggak lihat Lala dicium gitu aja sampai bengong-bengong. Kalau ada yang mau dia omongin, gue yakin dia minta nambah." kata Made.
"Ish, kok lo gitu banget sih."
"Lah memang kudu gimana sih, Na? Kalau ada apa-apa juga udah ketahuan Lala sama Ilham."
***
Aris mondar-mandir di ruang tamunya. Matanya terus melirik jam dinding dan ponsel dalam genggamannya. Mulutnya terus menggerutu. Ayumi yang juga ada di sana hanya menatap tingkah polah suaminya sambil geleng-geleng kepala.
"Dari pada mondar-mandir doang, mending sekalian pegang kain pel. Pasti lantai udah bersih dari tadi." kata Ayumi. Aris berhenti lalu menoleh pada istrinya yang tengah membaca sebuah majalah di sofa.
"Mama tuh nggak ada khawatir-khawatirnya ya sama anak sendiri. Lala nggak bisa dihubungi, Ma. Ponselnya nggak aktif. Mama nggak takut kalau Lala nanti kenapa-kenapa?" Aris berkacak pinggang.
"Nggak lah. Wina sama Made tadi udah jelas-jelas bilang kalau Lala itu sama Ilham. Kenapa harus ribet sih?"
"Justru karena Lala sama Ilham. Itu lebih membahayakan dari apapun." kata Aris dengan nada sengit. Ia menatap ponselnya lagi dan kembali mencoba menghubungi nomor Ilham, tapi tak juga diangkat. "Ini juga Ilham diteleponin nyambung doang, tapi nggak diangkat. Coba Mama pikir, mereka lagi ngapain? Mgangkat telepon aja nggak bisa?"
"Ngapain kek, Pa. Kepo banget. Udah pada gede ini."
Aris melotot ke arah istrinya.
"Maksudnya, mungkin mereka nonton. Kan kalau di bioskop, HP harus disilent. Papa kayak nggak pernah muda aja deh." kata Ayumi tak acuh. Matanya menatap tiap baris kalimat dalam majalah itu.
"Awas ya kalau Lala sedikit aja lecet. Papa gantung tuh si Ilham."
***
Elisa turun dari motor Fabian dan menatap jejeran kuliner malam di sana.
"Ngapain kita ke sini?" tanya Elisa.
"Makan lah. Udah tahu ini tempat makan." jawab Fabian. Malam ini, selepas dia mengajar Ervan, ia kembali berhasil membawa kabur Elisa dari rumah.
Ah, kalau masalah kabur-kaburan mah, memang Fabian jagonya. Dia punya seribu satu jurus untuk menggiring Elisa keluar dari rumah itu.
"Aku nggak mau makan di sini." jawab Elisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BiangLala [TAMAT]
RomansaBagi Lala, Ilham itu nyaris sempurna. Ganteng, soleh, mapan, sayang sama orangtua. Satu-satunya yang kurang adalah sifat juteknya. Jika melihat Lala, Ilham langsung menyalakan sinyal darurat. Tapi, bukan Lala namanya kalau pantang menyerah. Ia melak...