Pagi-pagi sekali, Farhan udah nongkrong di depan rumah Lala. Ia menarik napas panjang sebelum tangannya bergerak untuk membuka gerbang.
"Cari siapa, Mas?" Farhan terkejut mendapati Yuni tiba-tiba berada di belakangnya.
"Eh, Lalanya ada, Mbak?" tanyanya.
"Oh, ada. Mari." Yuni mendahului Farhan untuk membuka gerbang lalu masuk ke dalam rumah.
"Maaf, Pak. Ada yang nyari Neng Lala." kata Yuni pada Aris yang berada di ruang tamu. Mata elang Aris menatap Farhan yang ada di balik punggung Yuni.
"Pagi, Om." sapanya seraya mendekat saat Yuni sudah berjalan ke dapur.
"Mau ngapain kamu?" tandas Aris. Ia berdiri dari duduknya.
"Mau jemput, Lala, Om." katanya sambil berdiri di depan Aris.
"Kamu itu temannya Lala apa tukang ojek online? Pakai acara jemput-jemput segala." kata Aris. Farhan cukup terkejut mendapati sikap Aris yang tidak bersahabat. Tapi ia berusaha setenang mungkin.
"Temen Lala, Om. Cuma kebetulan saya kalau berangkat memang lewat depan komplek ini. Jadi mampir buat jemput Lala." jawabnya sopan.
"Nggak usah acara jemput- jemput Lala. Keenakan dia kalau dijemput-jemput." kata Aris dengan dengusan keras. Farhan kian salah tingkah.
"Farhan." Wajah Lala menyembul dari balik ruang makan. Gadis itu terkejut mendapati Farhan kini berdiri di depan ayahnya yang wajahnya sudah tidak bersahabat.
"Lo ngapain di sini?" tanya Lala sambil mendekat.
"Tuh kan. Ojek aja jemput kalau diminta. Lah kamu, orang Lala nggak minta dijemput juga." kata Aris dengan nada mengejek.
Farhan bergerak gelisah. Bingung mau ngomong apa. Matanya Aris itu lho. Tajam banget. Kalau natap berasa langsung nusuk ke kornea mata.
"Iya, gue kebetulan lewat. Jadi mampir buat jemput lo." jawab Farhan. Berusaha menjaga nada suaranya.
Lala menatap Aris dan Farhan bergatian. "Yaudah, lumayan lah, Lala jadi nggak perlu naik busway." kata Lala.
"Siapa yang ngizinin kamu pergi bareng dia?" selak Aris lagi.
Sejujurnya, dia lebih ridho kalau Lala naik busway daripada naik motor bareng Farhan. Dia nggak bisa bayangin kalau Lala nanti duduknya deket-deket sama Farhan. Belum lagi kalau laki-laki itu curi-curi kesempatan dengan ngerem mendadak. Ah, Aris tahu sekali pikiran kotor laki-laki.
"Pa, kan lumayan, menghemat waktu dan ongkos kalau Lala bareng Farhan." jawab Lala.
"Kan mobil kamu nganggur."
"Kan Lala nggak bisa naik mobil, Pa." Lala berkacak pinggang melihat tingkah ayahnya yang ke kanak-kanakan. Masih ada nggak sih produk macam Haji Ardhana di era modern kayak gini.
"Kasian juga Farhannya, Pa. Udah bela-belain mampir ke sini." nada suara Lala melirih. Ia memegang pergelangan Aris yang kini mencebik kesal.
Pria itu berdehem. "Yaudah. Tapi nanti pulangnya kamu bareng Papa aja. Papa jemput ke kantor kamu."
"Papa kan pulangnya malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
BiangLala [TAMAT]
RomanceBagi Lala, Ilham itu nyaris sempurna. Ganteng, soleh, mapan, sayang sama orangtua. Satu-satunya yang kurang adalah sifat juteknya. Jika melihat Lala, Ilham langsung menyalakan sinyal darurat. Tapi, bukan Lala namanya kalau pantang menyerah. Ia melak...