2. Jealous

10K 687 79
                                    

~Labrinth - Jealous~

~~~
Caca menyesap minumannya perlahan, rasa permen karet langsung menguar memenuhi rongga mulutnya. Dia kemudian kembali memfokuskan diri pada seorang gadis di depannya yang tampak asik dengan dunia lamunannya. Sejak dia datang sampai sekarang, tak ada yang bicara. Caca hanya diam menunggu sahabatnya itu bicara, tapi sejak tadi yang ditunggu tak kunjung membuka mulutnya.

"Nya, lo sebenarnya kenapa?" tanya Caca pelan.

Yang ditanya sama sekali tak mengindahkan pertanyaan Caca. Sahabatnya itu, Anya masih sama seperti dulu, masih gadis yang cuek dan tak peduli sekitar, tubuhnya terlihat lebih kurus dari terakhir kali Caca bertemu. Ada lingkaran hitam di area sekitar mata Anya, dan Caca baru menyadari jika di bagian leher yang tak tertutup kerah baju Anya, terdapat memar kemerahan.

"Anya!!" Caca menarik tangan Anya, membangunkan Anya dari alam lamunannya. Anya menatap Caca tak bersemangat. "Lo bisa ngomong sama gue Nya, jangan kaya gini. Gue nggak bisa bantu apa-apa kalo lo nggak ngomong," ucap Caca.

"Gue nggak baik-baik aja Ca. Gue sakit, gue pengin mati!" Tetes demi tetes air mata mengalir membasahi pipi tirus Anya. Caca masih sabar mendengarkan, dia tau jika Anya memang tak baik-baik saja. Semua orang yang melihat Anya pasti juga akan tau.

"Kemarin gue hamil," ucap Anya, Caca mengeratkan genggaman tangannya pada Anya. Dia tak tau jika dua sahabatnya sudah hamil, karena Anya memang belum menikah, jadi Caca tak pernah berpikir sampai sana.

Dan dia jelas kaget, walau Anya bukan termasuk anak alim, tapi Caca pikir Anya bukan orang yang akan melakukan sex sebelum ada ikatan yang jelas. Karena Anya pintar, lebih pintar darinya, seharusnya dia bisa berpikir apa konsekuensi yang akan dia terima.

Tapi semua sudah terjadi, walau Caca kecewa pun dia tak bisa mengubah hal yang sudah terjadi.

"Anak Deon?" tanya Caca yang dibalas anggukan singkat oleh Anya. "Tapi gue keguguran Ca, awalnya gue kira Deon bakal seneng dan nikahin gue. Tapi ternyata dia pukulin gue, dan kemarin dia hampir bunuh gue Ca."

Caca diam, tak tau harus menanggapi apa. Karena memang dia tak terlalu tau tentang hubungan Anya dan Deon.

Mereka sama-sama diam, hingga Anya membalas genggaman Caca dan menatap Caca dengan pandangan memohon. "Biarin gue hidup sama lo Ca, gue nggak bisa hidup sama Deon lagi. Gue bisa kerja, mungkin bantu-bantu lo atau kalo nggak jadi manajer lo."

Caca terkekeh, dia bukan model berpenghasilan wow, dan dia bisa meng-handle jadwalnya sendiri untuk saat ini. Tapi dia juga tak bisa mengabaikan Anya, apalagi membiarkan Anya hidup bersama Deon.

Karena orang tua Anya di luar negeri, Anya tinggal sendiri. Dan Caca baru tau kalau selama ini Anya tinggal bersama Deon, jika memang demikian maka tak mengherankan jika Anya hamil. Dulu Anya tinggal sendiri di rumah yang dibuat oleh orang tuanya, terkadang saat liburan orang tua Anya akan datang. Tapi semenjak Anya lulus SMA, orang tuanya lebih memilih memantau Anya dari luar negeri.

"Ca, gue boleh tinggal sama lo kan?" tanya Anya lagi.

"Rumah lo gimana Nya?" tanya Caca.

Anya tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Gue jual Ca," jawab Anya lesu.

Caca menatap Anya tak percaya, jika sudah begini mau tidak mau dia harus menerima Anya. "Ya udah, boleh," jawab Caca sekenanya.

°•°°•°°•°

Jam tujuh tepat, Caca turun dari kamarnya. Rambutnya dia jepit ke satu sisi, meninggalkan gelombang rambutnya di sisi yang lain. Make up tipis membuat wajahnya tampak manis, cantik tapi tak berlebihan. Caca hanya menggunakan jeans panjang, dengan baju berwarna peach, dan sepatu kets.

Bad TemperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang