Epilog

8.4K 412 69
                                    

Ada satu saat dimana seseorang merasa bosan dengan sebuah hubungan. Tapi ada seseorang juga bilang, bosan bukan suatu alasan untuk memutuskan suatu hubungan. Bosan mungkin dialami oleh sebagian besar pasangan, begitupun juga dengan pasangan Senja dan Caca.

Terkadang bosan datang, tapi mereka tak pernah menggubris hal itu.

Sepuluh tahun masa-masa mereka yang penuh dengan rintangan hingga akhirnya mereka bersatu, dengan ikatan yang sah yaitu pernikahan sudah cukup memberikan pengalaman untuk mereka berdua agar berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Sebulan setelah acara lamaran yang dilakukan Senja waktu itu, akhirnya mereka menikah, saat itu kehamilan Caca berumur enam bulan.

Sekarang, satu tahun setelahnya, anak mereka yang diberi nama Chiara Fayola Putri sudah berusia sembilan bulan. Dan sedang aktif-aktifnya bergerak, merangkak dan selalu ingin tau. Caca kewalahan, tapi dia tak berniat untuk mencari pengasuh untuk bayinya. Terkadang dia merengek pada Senja dan meminta Senja untuk meluangkan waktunya sebentar saja, tapi Senja terlalu sibuk di rumah sakit, dan Caca tak bisa protes. Hampir seminggu penuh tak ada waktu untuk anak mereka, Caca saja bisa berbicara dengan Senja saat malam hari setelah Senja pulang dari rumah sakit.

Dia selalu menunggu Senja pulang di sofa ruang tamu, atau terkadang dia menonton tv untuk mengurangi rasa bosannya. Tinggal di rumah milik Senja yang seperti istana dan hanya ditempati dia, Senja juga anak mereka tentu membuat Caca bosan. Dia tak bisa lagi pergi kemana-mana karena dia lebih ingin di rumah dan menjaga Chiara.

Hari-hari biasanya, Senja pasti sudah pulang saat ini. Akan tetapi, Caca yang sudah sejak pagi menunggu Senja harus kecewa karena sampai saat ini Senja belum juga pulang. Padahal ini sudah hampir jam dua belas malam.

Ara-nama panggilan untuk Chiara- sudah tertidur sejak tadi. hari ini anak itu tidak rewel dan hal itu cukup membantu Caca yang sangat kelelahan hari ini.

Suara deruman mobil membuat Caca cepat-cepat bangun dan berjalan untuk membukakan pintu. Tepat saat dia membuka pintu, terlihatlah wajah lelah Senja dengan tatanan rambut yang sudah lecek, tak seperti pagi tadi yang ditata begitu rapi dibantu oleh Caca sendiri.

“Kamu belum tidur? Aku kan udah bilang, jangan nunggu aku pulang sayang,” ucap Senja setelah dia masuk dan berjalan terlebih dahulu diikuti Caca di belakangnya.

Bisa nggak sih menghargai sedikit aja. Cium dulu kek apa peluk, batin Caca kesal.

Caca menghela napas menahan emosinya, sebisa mungkin dia ingin menjadi istri yang baik untuk Senja. Mengabaikan ucapan Senja, Caca tetap mengikuti Senja ke kamar mereka, melepaskan sepatu Senja, membuka jas dokter milik Senja, dan menyiapkan air panas untuk Senja mandi.

“Aku ngomong sama kamu Ca, bisa nggak sih kamu dengerin aku!” Caca yang baru keluar dari kamar mandi dan hendak mengambilkan handuk untuk Senja berhenti dan memejamkan matanya sesaat. Kenapa dia ingin menangis?

“Aku dengerin kamu kok,” jawab Caca lirih. Dia tetap mengambil handuk untuk Senja dan berjalan ke arah Senja lalu memberikan handuk itu untuk Senja.

“Mandi dulu ya,” ucapnya pada Senja disertai senyum manisnya.

“Jangan mengabaikan suami Ca, nggak baik!” Setelah mengatakan itu Senja langsung beranjak pergi ke kamar mandi dan meninggalkan Caca yang masih berdiri di tempatnya tadi.

Bahkan saat Senja sudah keluar dari kamar mandi, Caca masih berdiam diri di sana.

“Kamu mau di sana terus? Nggak ngantuk?” petanyaan Senja setidaknya mampu menyadarkan Caca dari lamunannya.

Bad TemperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang