21. Adipa(?)

5.6K 386 102
                                    


~~~
"Masih berani datang ke sini?" tanya suara itu dingin.

Senja menunduk, sepertinya dia melarikan diri ke tempat yang salah. Berharap pergi ke tempat ini, dia akan mendapat ketenangan seperti dulu, akan tetapi semuanya sudah berubah. Jelas sekali orang di depannya ini tengah marah.

"Saya minta maaf, tante," ucap Senja sopan. Dia masih menunduk dan tak berani mengangkat kepalanya.

Selama sepuluh tahun ini, orang di depannya sudah dia anggap mamanya sendiri. Akan tetapi sekarang orang itu menatapnya penuh kebencian. Tak ada kasih sayang lagi dari tatapan Sarah-mama Caca.

"Kamu menghamili anak tante, dan kamu menikah dengan orang lain, setelah itu kamu membiarkan Caca pergi, lalu kamu masih berani minta maaf?!" teriak Sarah emosi.

Senja makin menundukkan kepalanya. Sarah pantas marah, bajingan sepertinya memang pantas disalahkan. Seharusnya dia tau diri saat menginjakkan kakinya di rumah Caca lagi.

"Saat itu saya emosi dan melampiaskan emosi saya dengan melakukan itu pada Caca."

Senja mulai mendongak, tapi Sarah memilih menolehkan kepalanya dengan angkuh ke arah lain. Senja terima itu, saat ini yang harus dia lakukan adalah minta maaf dan menjelaskan semuanya. Jika memang setelah itu Sarah masih bisa menerimanya, dia akan bersyukur. Akan tetapi jika tidak, mau bagaimana lagi itu memang kesalahannya.

Senja mendekat dan bersujud di kaki Sarah. Hal itu membuat Sarah tersentak dan refleks meminta Senja untuk bangun. Senja menolak dan tetap bersujud di hadapan Sarah.

"Saya mengaku salah tante, saya yang salah, saya minta maaf tante, saya minta maaf," ucap Senja terus menerus. Sarah malah sudah menangis dengan sebelah tangan mencengkeram bagian dadanya.

"Saat itu Anya hampir bunuh diri, Om Hans meminta saya untuk pergi ke apartment pacar Anya, Deon. Saya pergi ke sana karena Anya masih tanggungan saya selama ayahnya pergi. Saya sudah berjanji akan membantunya selama masa kehamilannya."
"Saat saya sampai di sana, Deon sudah tak bernyawa, dia terbujur kaku di lantai apartment dengan mulut berbusa. Dia overdosis tante. Dan Anya hampir menggantung dirinya sendiri jika saya tidak datang ke sana dengan cepat. Saya merasa bersalah tante, saat itu saya yang menyuruhnya pergi."

Terdengar helaan napas dari Sarah, Senja mendongak sesaat dan saat Sarah menepuk tempat di sisinya yang masih kosong, Senja perlahan bangun dan duduk di samping Sarah.

"Jadi, pacar Anya meninggal?" tanya Sarah pada Senja. Senja mengangguk membenarkan.

Senja lega, suara Sarah sudah tak sedingin tadi. Senja berharap setelah ini Sarah bisa memafkannya.

"Ya tante, setelah dia berjanji untuk menikahi Anya, dia meninggal. Saat itu, saya mencoba membujuk Anya agar tak melanjutkan aksi nekatnya. Tapi saat saya mendekat dia sudah terlanjur menendang pijakannya. Dia menggantung dirinya di depan saya, tentu saja saya langsung menolongnya. Dan setelah itu semuanya terjadi begitu saja tante, Caca belum tau hal ini dan dia sudah terlanjur pergi."

Senja menundukkan kepalanya, sesekali menarik kasar rambutnya karena frustasi dengan semua hal yang dia lakukan sendiri.

Dia masih ingat dengan jelas, sesaat setelah dia berhasil menolong Anya dan membawa Anya ke rumah sakit. Hingga perjanjian itu terjadi, perjanjian yang mau tidak mau memaksa Senja untuk menikahi Anya.

Sebelumnya, Anya mau menjadi yang kedua, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Calon mempelai wanita yang benar-benar dicintai Senja pergi dan dia harus menikahi calon mempelai sesuai perjanjiannya--dia harus menikahi Anya.

"Jadi kamu akan menyerah?" tanya Sarah membuat Senja mengangkat kepalanya dan menatap Sarah. Sarah tersenyum pada Senja, hal yang sejak dia menikahi Anya hilang. Kasih sayang dari Sarah terpancar dari senyuman itu, Senja tak tau harus melakukan apa, yang dia tau, dia sudah menangis dalam pelukan Sarah.

Bad TemperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang