29.

5.1K 347 76
                                    






Senja berusaha sekuat tenaga membagi waktunya dan tetap menjaga tubuhnya dalam keadaan sehat. Kesibukannya di RS bertambah, dan masalahnya juga belum menemukan jalan keluar untuk saat ini.

Dokter Ana sudah kembali dengan tingkah yang sedikit lebih manusiawi. Terkadang dokter itu tersenyum pada Senja, akan tetapi tak semenakutkan dulu. Setiap siang, suami Dokter Ana akan datang dan menjemput dokter itu untuk makan siang, hal yang membuat Senja, Alin dan Zaki tertawa tanpa tau alasan mereka tertawa sebenarnya apa.

Keadaan Anya membaik, itu kata dokter yang memeriksa Anya. Akan tetapi, dokter itu juga tak memberi kepastian pada Senja bagaimana sebenarnya keadaan Anya yang sebenarnya. Senja seperti dipermainkan, itu yang dia rasakan. Terkadang Anya terlihat normal, tapi terkadang berubah menjadi histeris sendiri saat dia menyebut-nyebut nama Caca. Setiap dia menyinggung nama Caca, Anya akan bertingkah semaunya, berteriak, memberontak dan menyakiti dirinya sendiri.

Beruntung Senja punya sahabat seperti Aden, dan Raka yang dengan suka rela menjaga Anya disaat dia butuh waktu bersama Caca.

Dan Caca tetap seperti sebelumnya, ada jarak tak kasat mata antara Senja dan Caca. Caca bilang dia tak marah Senja memilih Anya, itu hal wajar karena Anya adalah istri Senja. Ucapan Caca itu sempat membuat Senja memarahi Caca dan berakhir dengan Caca yang menangis dan mengusirnya pergi. Setelah hari itu, Senja selalu berusaha untuk menomorsatukan Caca.

Seperti siang ini, Caca memintanya untuk datang dan Senja menggunakan satu jam melebihi waktu istirahatnya untuk pergi mengunjungi Caca.

Kelelahannya luntur saat Caca tersenyum menyambutnya di gerbang rumah Caca. "Anterin aku beli es krim, bisa?" tanya Caca setelah Senja turun dari motornya.

"Bintang kemana?" tanya Senja sebelum dia mengiyakan permintaan Caca. Ini bahasan sensitif bagi keduanya, tapi Senja selalu ingin tau sebenarnya apa yang Bintang berikan pada Caca sehingga Caca bisa begitu dekat dengan Bintang.

"Kerja lah," jawab Caca seadanya. Senja mengangguk lalu memberikan helm cadangan. Dia benar-benar terlihat seperti tukang ojek. Benar?

"Nja," panggil Caca membuat Senja yang sudah hendak menjalankan motornya menoleh.

"Kenapa?"

"Mau ngomong," ucap Caca.

Senja mengernyit dan membuka kaca helmnya. "Ngomong aja, kenapa mesti minta izin?"

"Nggak jadi ah, entar aja."

Senja menghembuskan napasnya kesal pada Caca. Setelah Caca benar-benar berpegangan pada jaket yang dia kenakan, Senja langsung melajukan motornya mencari kedai es krim yang Caca mau.

Senja memilih tempat yang dekat dengan jendela kaca yang menghadap langsung ke jalan raya. Caca menurut dan mengikuti Senja sambil membawa beberapa cup es krim di tangannya. "Nja, bantuin," rengek Caca meminta Senja untuk membantunya membawa cup-cup es krim berbagai rasa di tangan Caca.

Senja berbalik dan mengambil sebagian besar cup es krim berukuran besar itu dari tangan Caca. Dia berjalan terlebih dahulu dan mendudukkan diri di sofa yang letaknya berhadapan dengan sofa yang diduduki oleh Caca. Senja diam-diam memotret Caca saat gadis itu menikmati es krimnya.

Sedang asik memotret, Senja tak tau jika Caca mulai menyadari kelakuannya. "Senja! Jangan ah, aku jelek banget," ucap Caca sambil menutupi wajahnya. Senja terkekeh senang tapi menurut dan memasukkan ponselnya ke saku jaketnya.

"Jadi, kamu tadi mau ngomong apa?" tanya Senja serius membuat Caca menghentikan kegiatannya menyantap es krim rasa cokelat yang ada di depannya.

"Ehm..." Caca mengusap sudut bibirnya dengan tisu, membersihkan jejak es krim yang tertinggal di sana. "Besok aku periksa kandungan, kamu mau nemenin?" tawar Caca menatap Senja berharap Senja mengiyakan keinginannya.

Bad TemperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang