14. Hamil??

6.6K 400 77
                                    

~Flume feat. Kai - Never Be Like You~


mulmed: senja

~~~
"Kak Raisa minta cium ya?"

Plak

"Aduhh," Ilo memegangi bibirnya yang baru saja mencium tamparan keras Caca. Sedangkan Caca sendiri tak bisa menahan tawanya, dan berakhir terduduk di sofa dengan sebelah tangan memegang perutnya dan sebelah tangannya lagi mengucek matanya yang berair.

Kinan yang baru saja masuk ke dalam rumahnya, terbengong sambil berjalan menghampiri Caca yang masih terbahak di sofa. Tatapannya beralih ke arah Ilo—sang adik, yang saat ini sudah memasang ekspresi datar seperti biasanya.

Berbeda dari Kinan yang agak cerewet, sejak kecil Ilo memang miskin ekspresi. Saat senang, sedih, marah, atau kesal, dia hanya punya satu ekspresi yaitu datar. Terkadang dia akan diam jika dimarahi oleh kedua orang tuanya karena sering membolos sekolah, tapi walau sering membolos Ilo punya nilai diatas rata-rata yang hampir sempurna, dia jenius. Di umurnya yang masih lima belas saat ini, dia sudah hampir lulus sekolah menengah atas.

Tak hanya itu, postur tubuh Ilo tak terlihat seperti anak usia lima belas, badannya yang bongsor dan tegap membuatnya terlihat berumur dua puluh lima tahun. Keanehan tubuh dan otaknya membuat Kinan dan kedua orang tuanya sempat berpikir bahwa Ilo punya kelainan, pasalnya kedua orang tuanya dan Kinan bertubuh mungil dan memiliki otak standar.

Tapi seiring berjalannya waktu Kinan dan kedua orang tuanya maklum, walau kemungkinan hanya ada satu dari 1000 orang yang seperi Ilo, tapi mereka bersyukur. Walau badannya bongsor, tapi Ilo memang hanya bocah berumur lima belas yang terlalu cepat tumbuh, mungkin.

Maka dari itu Caca tak menanggapi Ilo, bisa-bisa dia dikira penyuka berondong. Walau tubuh Ilo menggiurkan sekalipun, tapi Caca tak membiarkan dirinya tergoda. Toh sudah ada Senja yang punya tinggi badan menyamai Ilo, dan badan Senja lebih besar dari Ilo, jadi Caca cukup tau diri untuk tidak menganggap perasaan anak lima belas tahun itu terlalu serius.

"Lo kenapa Sa?" tanya Kinan. Ekspresi heran tergambar dengan jelas di wajahnya. Caca mencoba mengontrol tawanya dan setelah berhasil barulah dia duduk dengan benar. Tersenyum lebar ke arah Kinan dan menunjuk Ilo dengan dagunya, mengisyaratkan Kinan untuk melihat adik bongsornya itu.

"Lo juga dek, ngapain itu wajah lecek kaya gitu?" pertanyaan Kinan diabaikan begitu saja oleh Ilo. Ilo memilih mengambil remote TV dan menekan tombol on, dia mulai sibuk dengan tayangan berita di layar TV.

Kinan tampak menahan emosinya dan memelototi Ilo dari belakang—karena saat ini posisi Ilo membelakangi Kinan dan Caca. Ilo duduk di karpet sedangkan Caca dan Kinan masih duduk di sofa sambil memperhatikan Ilo.

Kinan menggeser duduknya mendekat ke arah Caca, "Sa, lo ada masalah sama Senja?" pertanyaan itu akhirnya terlontar juga dari mulut Kinan. Dua hari ini dia sudah memberikan Caca kelonggaran untuk tinggal di rumahnya tanpa bertanya macam-macam, tapi lama-lama dia kepo juga dan akhirnya memilih bertanya pada Caca.

"Enggak," jawab Caca mencoba tak terlalu peduli pada nama lelaki yang dua hari ini membuatnya sering melamun tanpa sadar.

"Lo nggak bisa bohong Sa, kalo ada masalah selesaiin baik-baik dong. Kalian udah besar, jadi nggak perlu bersikap kaya anak kecil gini."

"Gue cuma mau nenangin diri Ki, lo kenapa sih? Nggak suka ya gue lama-lama tinggal di sini? Sahabat macam apa sih lo, gue cuma dua hari di sini, lagian gue nggak nyusahin banget kok. Gue bantu masak, gue bantu bersih-bersih, gue nggak merasa ngerepotin lo."

Bad TemperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang