26. Histeris

5.2K 351 45
                                    

~Fake Love - Drake~




° ° °

"Aghhhhh! Jangan pukul," Anya menggigil di dekat pintu dengan memeluk tubuhnya sendiri. "Jangan pukul, lagi... jangan hiks," dia mulai terisak dan semakin erat memeluk tubuhnya sendiri.

Sedangkan Senja, dia hanya bisa membeku melihat Anya. Dia tak sadar jika dia sudah keterlaluan, dia hanya... memukul.

Ya. Dia akui dia salah karena memukul Anya, tapi dia tak berpikir jika keadaan akan bertambah rumit seperti saat ini. Senja hanya ingin Anya sadar, jika dirinya bukan milik Anya, sampai kapan pun itu, dia tetaplah milik Caca.

Senja lepas kontrol, sebelumnya dia masih bisa mentolelir kelakuan Anya yang membuatnya muak. Akan tetapi setelah apa yang dilakukan Anya pada Caca, setelah gadis itu mempermalukan Caca di depan banyak orang, Senja marah. Dia semakin muak dan menyesal karena telah membantu iblis seperti Anya.

"Jangan pukul, ampun... ampun... Sakit..." panik Senja mendekat ke arah Anya.

Saat Senja mencoba menyentuh pundak Anya, gadis itu meringkuk ketakutan dan menjauhi Senja.

"Nya! Dengerin gue, ini Senja." Saat melihat kondisi Anya yang terlihat sangat ketakutan itu, Senja tau Anya tak baik-baik saja.

"Pergi! Pergi Deon, pergi!!" jerit Anya histeris. Senja membawa Anya dalam pelukannya, mencoba menenangkan gadis itu, tapi Anya malah semakin menggigil ketakutan. Hingga akhirnya gadis itu jatuh pingsan tak berapa lama setelahnya.

Senja menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Anya sedang diperiksa, dan kemungkinan gadis itu terganggu kejiwaannya. Orang tua Anya sedang dalam perjalanan ke rumah sakit, setelah Senja menelepon papa mertuanya dan mengabarkan jika Anya tengah dirawat di rumah sakit.

Senja sendiri sudah diperbolehkan pulang jika memang tak ada keluhan lagi. Senja yakin fisiknya baik-baik saja, tapi dia tak yakin jiwanya baik-baik saja. Dia butuh seseorang yang bisa menguatkannya, dia butuh orang yang bisa membantunya keluar dari beban yang ditanggungnya, jika saja Caca masih bersamanya.

"Senja!" Senja menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya dengan suara yang cukup keras untuk membangunkan para pasien yang sedang kritis.

Senja membelalakkan matanya, terkejut melihat seseorang yang berdiri tiga meter di depannya.
"Aden?" ucap Senja setengah tak percaya.

Orang itu mendekat, dan Senja masih membatu di tempatnya. Dia masih sedikit ragu untuk bergerak, dia takut jika dia bergerak maka orang di depannya akan menghilang.

"Ya ampun Dung, gue kangen sama lo, sumpah berapa tahun kita nggak ketemu?" Saat orang itu menghambur memeluknya dengan sangat erat, barulah Senja yakin jika dia benar-benar Aden, Raden Aji Pratama, sahabatnya.

"Den," lirih Senja merasa orang yang memeluknya bergetar karena menangis. Apakah serindu itu Aden sampai menangis?

"Sttt gue mohon, bentar aja, gue lagi nggak baik-baik aja," ucap Aden tak ayal membuat Senja membiarkan Aden tetap menangis dalam pelukannya, walau dia merasa risih saat ada beberapa orang menatap mereka sinis.

Aden melepaskan pelukannya dan mengusap kedua pipinya kasar. Hal itu membuat Senja tersenyum tipis, sahabatnya masih sama seperti dulu.

"Mau makan malam sama gue? Gue rasa lo kurusan," ucap Aden setelah berhasil menghapus air mata dan menghilangkan ingusnya.

"Ngaca dong! Elo nggak liat badan lo udah kaya lidi berjalan," ucap Senja dengan sebelah bibir terangkat.

Aden terkekeh mendengar nada sinis dalan ucapan Senja. "Banyak masalah selama lima tahun ini, gue capek," ucapnya.

Bad TemperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang