Ini hari ketiga Senja ada di rumah sakit. Sejak pagi Caca sudah ada di ruang rawat Senja bersama dengan mamanya. Caca juga membawakan sarapan untuk Senja dan mereka makan bersama dengan sesekali diselingi oleh candaan Senja. Walau Senja masih belum bisa banyak bergerak, tapi dia sudah terlihat sangat sembuh dan memungkinkan untuk pulang.
Caca dan mamanya duduk di sofa yang ada di sana, sedangkan Senja baru saja keluar dari toilet dibantu oleh seorang suster.
Senja sudah kembali berbaring di ranjangnya saat pintu ruang rawatnya terbuka tiba-tiba dan mengagetkan semua yang ada di sana.
Anya datang dengan kursi roda yang didorong oleh seorang suster berwajah ramah. Melihat dari ekspresi Anya yang biasa saja, sepertinya Caca tak perlu mengkhawatirkan keadaan Anya yang baru saja kehilangan calon bayinya.
"Saya bisa sendiri Sus," ucap Anya ditujukan pada suster yang mendorong kursi rodanya. Suster berwajah ramah itu mengangguk lalu membiarkan Anya bergerak sendiri dengan kursi rodanya.
Anya menggerakkan kursi rodanya ke arah ranjang Senja, melewati Caca dan mamanya yang sudah berdiri dan menyambut Anya.
"Senja," rengekan itu keluar lagi. Anya menarik tangan Senja dan digenggamnya dengan erat.
"Kamu baik-baik aja kan? Kita kehilangan anak kita, semuanya gara-gara kamu. Aku nggak mau tau pokoknya kita harus punya anak lagi secepatnya," ucap Anya menuntut.
Senja membiarkan saja Anya terus mengoceh, dia memejamkan matanya dan tampak tak peduli dengan Anya. Lagipula memang siapa yang sudi menanamkan benih di rahim Anya, dia tak pernah berpikir untuk melakukan itu.
Anya merengut kesal dan melirik sinis ke arah Caca. Anya tampak sangat tak suka dengan keberadaan Caca di sana padahal ada mama Caca juga berdiri di sana.
"Dasar ganjen!" Walau Anya tak melihat ke arah Caca, tapi Caca tau itu ditujukan padanya.
"Berisik!" geram Senja pada Anya.
"Senja, itu-"
"Kamu bisa diem nggak sih?! Kita udah selesai di sini, anak itu udah nggak ada, pernikahan kita harus segera diakhiri!"
"Aku nggak mau," lirih Anya dengan mata memerah.
"Ekhem!" dehem Caca keras. Senja dan Anya sama-sama menoleh ke arah Caca. Caca tersenyum ke arah Senja dan Anya semanis mungkin. Dia tidak mau melihat drama antara Senja dan Anya, maka dari itu Caca memutuskan untuk segera pulang saja.
"Senja cepet sembuh ya, aku sama mama pulang dulu," ucap Caca masih dengan senyum manisnya.
Senja berubah sedih saat Caca mulai membalik badannya dan tak ada kecupan di kening lagi seperti hari-hari kemarin. Senja ingin bangun tapi Anya menahannya, "kamu masih sakit," ucapnya mengingatkan Senja.
"Lepas! Atau aku pakai cara kasar!" ucap Senja tajam.
Anya melepaskan tangan Senja dengan takut. Dia langsung menunduk dan menangis keras, Anya sedang mencari perhatian Senja, tapi sekali lagi Senja sudah tak peduli.
Senja mencoba bangun dan menggeret tiang infus miliknya perlahan. Senja tak menemukan Caca di sepanjang koridor di lantai tempatnya di rawat. Tapi Senja tak menyerah dan terus melangkahkan kakinya perlahan dengan tangan menyangga di tembok untuk menjaga keseimbangannya.
Senja tersenyum lemah saat melihat Caca berada tak jauh di depannya. Caca dan mamanya hampir mencapai tangga, beruntung Senja masih belum terlambat.
"Ca, tunggu!" teriak Senja sambil berjalan ke arah Caca dan mamanya.
Caca yang merasa dipanggil menoleh dan tampak terkejut melihat Senja berjalan ke arahnya dengan terseok. Caca berjalan cepat menghampiri Senja dan menahan tubuh cowok itu yang mulai oleng. Mamanya berdiri di sampingnya membantu Caca menahan berat tubuh Senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Temper
Random[SEQUEL 30 DAYS] [DIREVISI] Senja Retama Putra dan Raisa Inara Putri Mereka akhirnya di pertemukan lagi setelah hampir lima tahun tak bertemu. Caca seorang model dan Senja seorang dokter. Saat sebuah kejadian memaksa Caca berhenti dari dunia m...