30. Tanpa cinta? hambar!

5.6K 369 73
                                    






Senja mengumpat habis-habisan saat tak menemukan jurnal dokternya di tumpukan berkas di mejanya. Kedua temannya, Alin dan Zaki bahkan ikut turun tangan untuk membantu mencari jurnal itu, tapi sampai sekarang tetap tidak ketemu.

"Perasaan terakhir kali gue taruh sini, kemana sih?! Masa iya diumpetin jin," dumel Senja dengan tangan yang masih memilah tumpukan kertas di mejanya.

"Sabar bego! Dari tadi lo marah-marah mulu sih," ujar Alin bersungut-sungut.

"Bacot ah, lo berdua gak bantuin sama sekali!" bentak Senja emosi. Zaki melotot karena Senja membentaknya dan dengan kasar melemparkan kertas yang ada di tangannya.

"Bukannya terima kasih udah dibantuin malah marah-marah. Bentak-bentak lagi, lo kira kita nggak laper apa?! Jam istirahat bahkan udah abis buat bantuin lo nyari jurnal kesayangan lo itu," marah Zaki tak terima dibentak oleh Senja.

"Catatan gue di jurnal itu semua Ki, lo nggak kasian sama gue?" tanya Senja melas.

"Nggak!" balas Zaki singkat.

Alin menudingkan jari telunjuknya ke arah Senja dan menyumpah serapahi Senja dengan brutal. Senja hanya mendengus dan melanjutkan kegiatan mencari jurnalnya lagi, sedangkan Zaki tak lagi membantu Senja dan sekarang duduk santai di sofa panjang di ruangan itu.

Alin berjalan dengan menghentakkan kakinya kesal dan duduk di samping Zaki. "Udah dibantuin nggak ada terima kasihnya sama sekali," gerutu Alin kesal dengan muka ditekuk.

Tok tok tok

Alin dan Zaki menoleh ke arah pintu masuk, sedangkan Senja tampak tak peduli dan terus melanjutkan pencariannya.

"Bisa bicara dengan Senja?" Senja yang merasa namanya disebut menoleh. Refleks Senja mengusap dadanya terkejut, sangat terkejut sampai beberapa lembar kertas di tangannya dia jatuhkan begitu saja.

"Boleh minta waktunya dengan Senja sebentar?" tanya orang itu lagi.

"Ohh iya Dok," Alin dan Zaki saling senggol sesaat sebelum Zaki menarik tangan Alin keluar dari ruangan itu.

Senja berubah kaku seperti robot, di depannya berdiri Dokter Ana dengan tampilan yang jauhhh berbeda dari dulu yang dibencinya.

Sekarang dokter itu menggunakan pakaian tertutup dengan kerudung yang tampak modis sesuai usianya sekarang. Tak ada kesan norak lagi, yang ada Senja malah segan untuk berbicara terlebih dahulu.

"Kamu cari ini kan?" Senja melihat jurnal yang sejak tadi dicarinya ada di tangan Dokter Ana. Senja mengangguk kaku. "Maaf saya ambil nggak bilang-bilang, ini saya kembalikan, sekalian saya ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan kamu,"

"Apa ya Dok?" tanya Senja bingung.

"Kamu sudah menikah kan?" Senja mengernyit, dia tak suka pertanyaannya dibalas oleh pertanyaan lain. Senja memilih mengangguk sebagai jawaban. Dia masih tak tau kemana arah pembicaraan Dokter Ana ini, jadi Senja memilih tak banyak bicara untuk kali ini.

"Bagaimana jika kita bicarakan sambil duduk?" usul Dokter Ana yang langsung diiyakan oleh Senja.

Senja mengambil tempat yang cukup jauh dari Dokter Ana. "Jadi, sebenarnya dokter ingin membicarakan tentang apa?" tanya Senja langsung tanpa berniat basa-basi, atau sekedar menawarkan air minum.

"Ehm bagaimana ya? Saya ada masalah yang cukup sensitif untuk dibahas sebenarnya, tapi saya sudah bicarakan dengan suami saya dan kami sudah sepakat."

Feeling nggak enak nih, batin Senja.

"Maksud dokter?" tanya Senja takut-takut.

Bad TemperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang