CHAPTER 11: KALI KE-2

3.8K 683 34
                                    

Dimalam sebelumnya....

Jaemin turun dari bis di halte yang terdapat di depan rumahnya. Ia sedikit terlonjak saat menemukan Renjun tengah duduk disana sembari memandanginya dengan tatapan kosong.

"Kau sedang apa?" tanya Jaemin.

"Mengantar Haejung pulang" jawab Renjun.

Alis Jaemin naik sebelah, "Haejung? Park Haejung?" lalu kemudian ia menjadi heboh ketika menyadari sesuatu.

"Dia datang kesini? Dia tau darimana alamat rumah ini? Kenapa ia bisa datang kesini? Kau memberitau rumah ini padanya? lalu, DIA TAHU KITA BERSAUDARA?!"

Renjun menutup telinganya dengan jari. Setelah Jaemin berhenti mengoceh, Renjun mengambil botol bekas air mineral yang ada disampingnya lalu dilemparkan ke Jaemin. "Telingaku sakit, bodoh!"

Jaemin kemudian duduk di sebelah Renjun. "Jadi dia sudah tau?"

Renjun menaikkan bahunya, "Molla. Dia tidak membahasnya tadi. Kami bahkan belum mengobrol banyak"

Jaemin menunduk menatap sepatunya, "Aku jadi merasa bersalah"

Renjun menoleh ke Jaemin, "Wae?"

"Aku berbohong padanya. Aku hanya mengatakan bahwa aku temam smp mu. Bagaimana jika ia marah padaku? Astaga aku tak bisa membayangkan bagaimana aku tanpa celotehannya" Jaemin mengacak rambutnya frustasi.

"Kau menyukainya?"

"Tentu saja. Ah tidak maksudku tidak. Aku tidak menyukainya" jawab Jaemin salah tingkah ketika keceplosan.

Renjun tersenyum tipis, "Aku harap kau bahagia dengan Haejung"

Jaemin menatap Renjun sinis, "Kau yang membuatku tidak bahagia. Aku cemburu padamu yang bisa mengantarnya pulang. Mengapa kau tidak mengantarnya pulang dengan mobil? Dimana rumahnya?"

Renjun merangkul dan menyeret Jaemin masuk ke dalam rumah, "aku hanya melihatnya saat menaiki bis. Ia bahkan tak tahu aku melihatnya. Aku punya foto plat bis yang dinaikinya. Jadi jika ia menghilang polisi bisa mengecek bis dengan plat yang aku foto agar mudah menemukannya. Aku pintar bukan?"

Jaemin berhenti membuat Renjun juga berhenti, "Jadi kau tidak mengantarnya sampai rumah?"

Renjun menggeleng polos membuat Jaemin menjitak kepalanya. "Pabbo! Ini sudah malam dan kau membiarkannya pulang sendiri? Bagaimana jika dia diculik? Setidaknya dia bisa naik taksi"

"Itulah mengapa aku memfoto plat bisnya" jawab Renjun kesal karena kepalanya di jitak.

Saat mulai menaiki anak tangga yang ada di depan pintu utama, mereka mendengar suara mobil yang berhenti di belakang mereka. Mobil tersebut terbuka dan langkah kaki mulai terdengar hingga orang itu kini berada di samping mereka.

"Hai Renjun, Jaemin"

Renjun melepaskan tangannya dari pundak Jaemin lalu menatap orang itu tajam sama halnya dengan Jaemin.

"Kenapa wanita jalang ini datang lagi?" batin Renjun.

🔸🔸🔸🔸

"Lelaki sejati tidak pernah main fisik pada perempuan"

Renjun menarik tangan Haejung agar menjauh dari Jeno. Renjun terus menarik Haejung menuju UKS meninggalkan Jeno seorang diri yang kini tengah menahan emosinya agar tidak meledak begitu saja membuatnya melampiaskan emosinya pada dinding disekitarnya.

"Sebenarnya kau bisa mengobati atau tidak?"

"Sebaiknya kau diam atau lukamu akan semakin parah" omel gadis itu.

Perdebatan-perdebatan mereka terdengar hingga ke luar ruang UKS. Haejung menghempaskan tangannya membuat Renjun refleks melepas tangan Haejung. Haejung segera masuk ke UKS diikuti oleh Renjun di belakangnya.

"Gwaenchana?" tanya Haejung yang sudah berada di hadapan Jaemin.

Jaemin menoleh, "Eo. Nan gwaenchana. Aku awwwww, Kya! Kau niat tidak mengobatiku?!" omel Jaemin mendelik tajam.

Gadis itu mencebik sembari terus mengobati luka-luka yang ada di wajah Jaemin dengan kesal membuat Jaemin terus mengaduh kesakitan.

Haejung melirik name tag gadis itu, "Hm.. Lee Seulbi, sebaiknya aku saja yang mengobati Jaemin"

Seulbi menarik ingusnya lalu menggeleng, "biar aku saja. Dulu aku adalah anggota palang merah jadi aku tau apa-apa saja yang harus aku lakukan"

"Kau benar-benar anggota palang merah? Aku pikir kau tidak bisa memasang perban dengan baik" ucap Renjun sembari memperbaiki perban yang menutupi luka di pelipis Jaemin.

Seulbi menyengir, "Sebenarnya aku hanya sampai tahap trainee. Karena aku nol besar dalam hal mengobati aku tidak diterima oleh petugas kesehatan di smpku"

Jaemin menatap Seulbi datar, "pantas saja aku merasa disiksa bukan diobati"

🔸🔸🔸🔸

Haejung memakan satu persatu bakso di dalam mangkuknya. Gadis itu terus menerawang. Entah mengapa ia jadi teringat akan appanya.

Haejung menusuk baksonya dengan garpu lalu diangkat sejajar dengan mata. "Appa, kau dimana?" tanya Haejung seolah-olah bakso itu adalah appa nya.

Tahun ini adalah tahun ke-5 sejak appa nya menghilang begitu saja. Tak ada jejak dan tak ada kabar. Tak ada yang tau kemana ia sekarang. Apakah ia masih hidup atau sudah mati.

"Di mana pun kau berada, aku harap kau masih hidup dan sehat-sehat saja"

"Annyeong" sapa Jaemin yang baru saja duduk di sampingnya dengan senampan makan siangnya.

"Kau hanya makan bakso? Kau diet?"

Haejung menggeleng sambil terus menatap baksonya," hanya tidak berselera"

"Oh" jawab Jaemin singkat lalu mulai memakan makanannya.

"Jaemin-ah"panggil Haejung.

"Hm" sahut Jaemin.

"Kau bsrsaudara kan dengan Renjun?"

"Uhuk-uhuk.. Uhuk uhuk!"

Haejung segera memberikan segelas air kepada Jaemin. Gadis itu menatap Jaemin dengan khawatir. Jaemin meminum habis sembari menepuk-nepuk dadanya.

"Makan itu pelan-pelan. Tak ada yang akan mengambil makananmu"

"Kau yang membuatku tersedak, pabbo! Ya. Aku saudaranya"

Haejung menatap Jaemin, "kau dekat dengannya?"

"Hmmm... Bisa dibilang begitu. Hanya saja kami juga sering kali bertengkar"

"Apa saja yang kalian pertengkarkan?" tanya Haejung kepo.

"Makanan, hm... Mainan, dan gadis?" Haejung menyernyit saat mendengar Jaemin yang seperti bertanya.

"Kalian bertengkar hanya karena seorang gadis?"

Jaemin tersenyum tipis, "ya.. Dan aku rasa pertengkaran itu akan terulang tak lama lagi"

"Wae?"tanya Haejung bingung.

"Karena sepertinya... Kami kembali mencintai gadis yang sama"

🔸🔸TBC🔸🔸

Innocent;huang renjun[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang