CHAPTER 38: 我爱你

3.1K 525 50
                                    

Haejung menatap arlojinya dengan gelisah. Sudah 2 jam ia menunggu tapi sosok manusia sialan —Renjun belum juga menampakkan batang hidungnya. Matanya terus menatap puluhan orang yang berlaluan di depannya, berharap Renjun menjadi salah satu dari mereka.

Haejung merasa bodoh. Menunggu, celingak-celinguk, dan sendirian di depan gerbang Lotte World adalah hal yang tak pernah dan tak ingin dibayangkan Haejung. Haruskan ia pergi sekarang?

"Jika dalam hitungan ke lima dia belum juga datang, aku akan pulang" gumam Haejung sambil terus memperhatikan orang-orang disekitarnya.

Hingga hitungan ke-5, Renjun belum juga datang. Haejung mengerucutkan bibirnya. Bahkan laki-laki itu tidak datang untuk perpisahan terakhir mereka.

Haejung sebenarnya bisa saja menghubungi Renjun, menanyakan apakah pemuda itu datang atau tidak. Tapi masalahnya, Haejung meninggalkan ponselnya dirumah karena berkesimpulan, mungkin, jika ia membawa ponsel fokusnya tidak akan sepenuhnya menikmati saat-saat terakhir di Seoul ini. Jadi Haejung meninggalkan ponselnya dan saat ini ia hanya bisa menyesali keputusannya itu.

Haejung menyipitkan matanya, memfokuskan pengelihatan ke arah seberang. Kakinya mulai berjalan menyebrang ke arah objek yang membuatnya penasaran. Di sana ada sosok gadis mirip Seulbi dan.... Haejung lupa. Lebih baik bergabung kan daripada hanya diam menunggu seseorang yang belum tentu datang?

Gadis itu tampak tertawa sambil memegang catton candy berwarna pink yang hanya tinggal setengah. Haejung menggelengkan kepalanya melihat Seulbi yang tengah tertawa bersama orang lain, sementara kekasihnya sibuk memborbardir ponsel Haejung hanya untuk menanyakan keadaannya.

"Seulbi-ya!"

Perhatian Seulbi dan temannya itu kini beralih ke Haejung yang sudah ada di hadapan mereka.

"Kya! Bagaimana kau bisa ada disini?" tanya Seulbi bingung.

Haejung merengut, "Gara-gara Renjun sialan itu! Ah jinjja molla! Aku kesal sekali!" gerutu Haejung lalu duduk seenaknya diantara Seulbi dan temannya itu.

"Kya,kya! Pulang sana! Kau mengganggu saja!"

Haejung menepuk punggung Seulbi cukup keras, "Sialan! Hei kau disini tertawa bersama orang lain dan kau tidak tau kalau jaemin sejak tadi mencarimu?"

Seulbi batuk karena tersedak ludahnya sediri. "Ah matta! Kenapa kau tidak bilang dari tadi! Uri-jaemin pasti mengkhawatirkanku" Seulbi membuang sisa catton candynya dan segera mengambil ponselnya yang sejak tadi dimatikan.

"Ckck, mengkhawatirkan pantatmu. Dia itu sedang kesal karena kau lupa dengan janji kalian. Ya siap-siap saja kalian hanya akan menjadi masa lalu."

•°•°•°•°•

Haejung turun dari bis dan mulai berjalan ke rumahnya. Perasaan bersalah menyelimutinya. Tadi, teman Seulbi itu adalah Chenle. Haejung memarahi Chenle karena mengajak kekasih orang untuk berkencan. Haejung kesal dengan orang yang membuat sahabatnya -Jaemin- sakit hati. Selama Haejung mengoceh, membentak, bahkan menceramahi tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir pemuda itu. Ia hanya menatap Haejung sambil tersenyum tipis. Hingga akhirnya Haejung ingat dengan pemuda itu yang otomatis menghentikan celotehannya secara tiba-tiba. Chenle melebarkan senyumnya, "Sudah ingat aku? Senang bertemu denganmu lagi, Haejung-ssi"

"Ahh aku benar-benar menyesal. Seharusnya aku juga memarahi Seulbi dan Jaemin yang tidak bisa menjaga hubungan mereka. Mereka berdua yang salah. Errr—ani. Aku yang salah. Aaa bukan bukan. RENJUN LAH YANG SALAH!"

Andai saja laki-laki itu datang, aku tidak mungkin bergabung dengan mereka dan memarahi Chenle, batin Haejung.

"Mianhae"

Haejung menghentikan langkahnya. Suara itu memberhentikan seluruh kinerja organ tubuhnya. Jantungnya berdegub kencang. Meski belum menegakkan wajahnya, Haejung tau Renjun yang ada di hadapannya saat ini.

Haejung menghela napas singkat lalu mengangkat wajahnya, "Hai" sapanya.

"Bagaimana kabarmu? Apa kau ingin beli kue beras?" Haejung melirik kedainya yang kini ada di samping mereka. "Sepertinya sudah tutup. Kau bisa datang besok,"

"Haej—"

"Gwaenchana. Aku tau kau mungkin punya acara dengan Rena. Kya.. Uri-injunie sudah besar sekarang," Haejung terkekeh sedangkan Renjun menatapnya bersalah.

"Mia—"

"Aku tadi bertemu Seulbi dan temannya disana. Tenang saja aku tidak sendirian. Aku juga tidak menunggumu. Kau tidak perlu merasa bersalah,"

Renjun melangkah mendekati Haejung lalu merengkuh gadis itu erat. Renjun tau Haejung hanya berpura-pura baik-baik saja padahal hatinya kecewa. Lihat saja bagaimana ia terus memotong ucapan Renjun seolah ia tidak ingin mendengar permintaan maaf atau alasan Renjun. Seperti ia terlalu muak dengan pemuda itu.

Haejung menggerak-gerakkan tubuhnya berusaha melepaskan dekapan Renjun, "kya.. Lepaskan aku.. Rena akan marah jika tau kau memelukku seperti ini,"

Renjun diam dan semakin mengeratkan dekapannya. Kepalanya mulai tenggelam di lekukan leher Haejung sembari menghirup aroma lemon yang menguar dari rambut Haejung.

Renjun tersenyum,"我爱你"

Haejung menyerah. Sebesar apapun ia membenci laki-laki itu beberapa detik yang lalu, ia bisa saja melupakan kebenciannya itu saat ini. Semuanya hilang tak berbekas. Dengan segala tingkah anehnya yang membuat Haejung merasa nyaman, bolehkan Haejung kembali berharap lebih di waktu yang tak banyak ini?

•°•°TBC°•°•
Vomment juseyo💞

Innocent;huang renjun[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang