CHAPTER 36: URI-INJUNIE

3.1K 523 22
                                    

Haejung menatap ponselnya keki. Sejak kemarin Seulbi tak bisa dihubungi. Haejung tau Seulbi ada latihan kemarin, tapi tidak bisakah ia mengangkat telpon atau paling tidak membalas pesan dari Haejung?

"Aiss 5 novelku ada padanya," Haejung menghela napas dan segera memasukkan ponselnya ke dalam tas. Kepalanya mulai terangkat dan ia baru sadar kalau sudah tiba dikoridor. Hari ini hari ketiga hari kosong —saat ujian sudah selesai dan menunggu hasil rapor.

Hari-hari seperti ini adalah hari-hari terbosan menurut Haejung. Disekolah tidak melakukan apa-apa. Hanya duduk saja di kelas atau kantin sampai jam pulang berbunyi. Andai saja tidak di absen, Haejung lebih baik tidur di rumah sampai siang.

Haejung berhenti saat melihat Eunbi yang tengah bertarung —jambak-jambakan dengan Hina, tentu saja dikerumuni siswa-siswi yang menyamangati dan bahkan ada yang taruhan siapa yang akan menang antara Eunbi dan Hina. Laknat memang.

"SINGKIRKAN TANGANMU DARI RAMBUTKU!" bentak Eunbi sambil terus menjambak Hina sebagai bentuk pembalasan.

"SINGKIRKAN BATANG HIDUNGMU DARI KEKASIHKU!" balas Hina tak kalah sengit. Entah apa pemicu dari pertengkaran ini. Yang Haejung tangkap sepertinya Hina yang menyerang duluan. Sepertinya.

Saat Haejung ingin mendekat mencoba melerai, Jeno datang dan langsung menarik Hina menjauh dari Eunbi. Hina dengan sekuat tenaga masih berusaha menyerang Eunbi meski tak terjangkau karena pergerakannya di batasi Jeno. Pemuda itu akhirnya memeluk Hina —dengan wajahnya yang menghadap Eunbi dan Hina yang membelakangi Eunbi. Sontak Hina bergeming mendapat rengkuhan Jeno. Tak biasanya dan TAK TERBAYANGKAN.

Eunbi tampak berusaha merapikan rambutnya yang kelewat kusut. Kepalanya mulai pusing dan wajahnya memucat. Haejung yang melihat itu segera berlari ke arah Eunbi.

"Gwaenchana?" tanya Haejung khawatir.

Eunbi mengangguk sambil memejamkan matanya berusaha kuat. Haejung menatap tangan Hina yang menggenggam berhelai-helai rambut Eunbi. Pantas saja Eunbi terlihat sangat kesakitan.

"Mau aku antar ke ruang kesehatan?" tanya Haejung lagi. Eunbi menggeleng dan segera berjalan lunglai meninggalkan TKP. Haejung mengambil tas Eunbi di lantai —disamping Jeno dan segera mengejar Eunbi.

"Biar aku antar," ucap Haejung berjalan beriringan dengan Eunbi. Gadis itu tak membalas apa-apa.

Saat memasuki kelas 10-1, kerinduan mulai menusuki relung Haejung. Meski penghuninya sebagian besar terlihat tak berperikemanusiaan, Haejung cukup menyukai kelas itu apalagi wali kelasnya.

Setelah memberikan tas kepada Eunbi yang sudah duduk di kursinya, Haejung berniat pergi. Namun sebuah suara menginterupsi langkahnya.

"Haejung-ah!"

Haejung menoleh dan mendapati Renjun yang berjalan ke arahnya. Tak lama Haejung merasa seseorang menatapnya tajam. Saat ia sadar yang menatapnya adalah Rena, Haejung menatap Rena dan Rena langsung memberikan senyumannya yang terlihat tulusnya itu. Muka dua.

"Oh, Hai." sapa Haejung sedikit canggung saat Renjun sudah berdiri dihadapannya.

Renjun tersenyum, "bisa ikut aku sebentar?"

"Rooftop?"

•°•°•°•°•

Haejung tak bisa menahan senyumannya saat melihat sebuah video yang ada di ponsel Renjun. Rasanya beban yang ada dipundak Haejung selama ini terbang dan akhirnya lenyap merecoki hati. Video itu seperti bayaran yang ia dapatkan setelah bekerja keras selama ini.

"...untuk itu, saya pribadi mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Saya bersalah dan saya sangat menyesal.."

Setelah selesai melihat video berdurasi ±7menit itu, Haejung langsung mengembalikan ponsel itu kepada Renjun.

"Kya! Akhirnya kita tau siapa pelakunya!" Haejung melompat kecil sembari terkekeh. "Park saem memang yang terbaik!"

Renjun ikut terkekeh. "Terima kasih karena sudah percaya padaku,"

Haejung menyengir lalu menepuk pundak Renjun agak keras membuat Renjun sedikit oleng dengan wajah kagetnya. Ini antara Haejung yang terlalu kuat atau Renjun yang terlalu lidi —kurus.

"Ah tidak masalah. Bukankah itu yang seharusnya dilakukan seorang teman? Aku senang bisa membantumu" Haejung terdiam sejenak lalu kembali melanjutkan,"Kapan Park saem akan memberi tahu pelakunya kepada pihak sekolah?"

Renjun mengedikkan bahunya, "ia tak mengatakan apa-apa padaku soal itu."

Haejung mengangguk mengerti.

"Hm, uri-injunie.. Apa kau sibuk besok?" tanya Haejung dengan suara sok imutnya. Renjun menaikkan sebelah alisnya kemudian tertawa.

"Kya.. kau tidak cocok berbicara seperti itu. Uri-injunie? Itu panggilan dari ibuku. Kau tidak boleh memanggilku seperti itu,"

Bibir Haejung mengerucut,"aa waee? Aku juga mau memanggilmu seperti itu. Pokoknya aku harus memanggilmu dengan panggilan itu. Lagi pula hanya untuk beberapa hari lagi,"

Renjun berekspresi datar,"terserah" lalu beberapa saat kemudian ia mendapat firasat buruk saat mengingat kalimat terakhir yang Haejung ucapkan.

Haejung tersenyum lebar, "Nah begitu. Jawablah.. Apa kau sibuk besok?"

Renjun pura-pura berpikir sebentar, "tidak ada. Kenapa?"

"Mau ikut aku keliling Seoul?"

•°•°TBC°•°•

Vomment juseyo💞

Innocent;huang renjun[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang