CHAPTER 32: (BUKAN) MIMPI

3.3K 524 62
                                    

Pagi itu senyuman terus merekah di wajah Haejung. Ia benar-benar bahagia keluarganya bisa utuh seperti dulu. Tak ada lagi tangisan yang berasal dari kamar eommanya setiap malam. Tak ada lagi yang harus ia pertanyakan setiap harinya kepada tuhan. Mereka utuh dan saling melengkapi.

Haejung berjalan sembari melonjat-loncat kecil menuju kelas 10-3. Tanpa sengaja, ia menyenggol bahu seseorang yang membawa beberapa buku tebal hingga buku-buku itu terjatuh. Haejung segera berhenti dan menolong orang itu.

"Maafkan aku," ucapnya sembari memberikan buku-buku yang jatuh kepada orang yang ditabraknya.

Ia terdiam saat sadar orang itu adalah Rena. Rena mengangguk ragu lalu kembali berdiri diikuti oleh Haejung.

"Annyeong" sapa Rena sembari tersenyum. Dengan ragu, Haejung membalas dengan senyuman tipis.

"Kau peringkat 2 kan saat semester ganjil kemaren? Congrats! Mian terlambat mengucapkannya. Aku selalu ingin mengucapkannya tapi kau selalu lari saat berpapasan denganku. Wae? Apa kau membenciku?" tanya Rena dengan wajah polos --atau memang sok polosnya.

Bisakah aku menjawab iya? Batin Haejung.

"A-niyo. Aku tidak lari. Kebetulan saat itu buku ku tinggal di rooftop. Aku pergi mengambil buku-buku itu," ucap Haejung mengarang. Ia terlalu muak untuk melihat Rena --bahkan dari jauh sekalipun.

Rena mengangguk, "Begitu kah? Syukurlah. Aku kira kau membenciku,"

Haejung memasang ekspresi polosnya. Sepertinya ia harus mengikuti permainan yang sudah dirancang oleh Rena. "Membencimu? Karena apa?" tanya Haejung bingung.

"Karena.. Banyak dari diriku yang bisa dibenci--"

Ck, kau menyadarinya , batin Haejung.

"-- dan.. Errr bagaimana ya? Aku ragu mengatakannya" Rena menggigit bibir bawahnya.

Haejung tersenyum tipis, "Gwaenchana. Kau bisa mengatakannya,"

"Aku berkencan dengan Renjun," tutur Rena yang terdengar sebagai sindiran keras bagi Haejung. Masa bodoh dengan perasaannya dengan Renjun, ia benar-benar benci cara Rena hidup. Memuakkan.

"Ahh, aku pernah dengar itu dari teman-teman di kelas," Haejung masih tersenyum. Ia semakin tersenyum lebar saat melihat di belakang Rena ada Seulbi yang tengah melambai-lambai. Melihat perhatian Haejung yang kini terpecah, Rena membalikkan tubuhnya. Ia tersenyum kecil saat menatap Seulbi. Seulbi mengabaikan tatapan itu dan segera memeluk lengan Haejung kemudian menarik gadis itu ke kelas --tanpa memperdulikan Rena.

"Aku harap ia memperlihatkan dirinya yang sebenarnya. Apa tidak capek hidup dalam topeng seperti itu" gerutu Seulbi. Haejung tersenyum, "Ya setidaknya hidupnya yang munafik tidak jauh berbeda dari hidupmu yang memalukan" gurau Haejung.

Seulbi memukul kepala Haejung dengan tangannya, "Kya! KAU--" makiannya terhenti dan langkahnya juga terhenti. Seulbi teringat sesuatu. Mereka kini tepat di depan tangga yang menghubungkan koridor lantai 1 dan lantai 2.

"Wae?" tanya Haejung bingung.

"MULAI BULAN DEPAN AKU RESMI JADI TRAINEE!" Haejung terdiam mendengar penuturan itu. Semenit kemudian senyumnya mengambang dan ia mulai memeluk Seulbi. "Oo chukkae, chinguya!!!"

"Ehm.. Bisa aku pinjam Seulbi sebentar?"

Haejung meranggangkan pelukannya dan menatap orang yang baru saja berbicara, "Kya! Aku hanya memeluknya! Aku ini yeoja seperti dia! Kau tidak perlu menatapku tajam seperti itu. Ck, kau bukan temanku!" Haejung melepaskan pelukannya dan segera berjalan menaiki tangga.

"Kya! Haejung-ah! Saranghae!" ucap orang itu sembari terkekeh. Haejung berhenti dan memutar tubuhnya --kembali menatap orang itu, "Saranghae pantatmu!" Haejung mengibaskan rambutnya ke belakang dan kembali menaiki tangga sambil terkekeh. Jaemin dan Seulbi --terutama Jaemin memang selalu bisa membuat moodnya meningkat. Ya, orang itu adalah Jaemin. Siapa lagi yang akan mencari Seulbi disekolah ini? Paling hanya Jaemin dan guru BK karena Seulbi memperpendek roknya.

Saat sudah tiba di koridor lantai 2, Haejung terdiam saat meihat seseorang yang terihat asing namun familiar berdiri di depan kelasnya. Di koridor juga banyak yang memperhatikan orang itu seperti fangirl yang sedang melihat idolanya. Karena penasaran Haejung semakin mempercepat langkahnya dan berjalan ke arah orang itu. Ia terkejut saat orang itu adalah Renjun.

Renjun yang berbeda.

Memang bukan kali pertama Haejung melihat Renjun berpenampilan seperti itu. Tapi aneh rasanya melihat Renjun tanpa kacamata dan rambut jamurnya di dalam gedung sekolah. Hampir saja Haejung tersenyum saat melihat Renjun. Ia mendengus kecil melihat siswi-siswi yang sengaja berjalan mondar-mandir di koridor karena ingin melihat Renjun.

Renjun mengangkat kedua telapak tangannya lalu menggerakkannya dan menyapa canggung, "Hai, Haejung-ah" ucapnya diiringi senyuman.

Haejung-ah?  Aku bisa mati kesenangan ia kembali memanggilku seperti itu, batin Haejung berteriak.

"Hai" balas Haejung singkat dan cepat membuat Renjun terkekeh. Haejung terlalu bersemangat membalas sapaan itu.

Kapan terakhir kali aku melihatnya seceria ini? Aku rasa tidak pernah. Aku suka tapi tidak baik untuk jantungku, batin Haejung.

Kya! Kenapa ia bisa manis, imut, dan tampan disaat bersamaan? Haejung mulai menggigit bibir bawahnya --menahan suaranya agar tidak menyuarakan isi hatinya.

"Bisa ikut aku sebentar?"

•°•°•°•°•

Haejung menautkan kedua tangannya di belakang tubuhnya. Lidahnya bergerak membasahi bibirnya yang kering. Matanya melirik Renjun yang tetap bergeming menatap ke depan --lapangan yang berada di bawah.

"Hm... Mian, tapi ada apa kau mengajakku ke sini? 5 menit lagi bel masuk akan berbunyi," ucap Haejung. Ia sudah tidak kuat dengan degub jantungnya yang semakin cepat. Ia ingin menjauh dari manusia itu agar tubuhnya kembali bekerja secara normal.

"Mianhae. Haejung-ah"

Haejung terdiam dan menatap Renjun. Pemuda itu tetap menatap lurus ke depan, "Mianhae" ulangnya.

"Mian karena membentakmu. Segala hal yang aku perbuat, mianhae" Renjun menoleh hingga irisnya dan Haejung menyatu.

Haejung tersenyum, "Aku sudah memaafkanmu jauh sebelum kau berniat meminta maaf padaku,"

Renjun tersenyum tipis, "Aku tau. Aku tau kau jenis manusia pemaaf,"

Kemudian hening.

"Hm Mianhae." ucap Renjun lagi. Ia menatap Haejung dalam membuat pipi Haejung bersemu.

Haejung memutar matanya lalu menghela napas, "Sudah ku bilang aku sudah memaafkanmu. Untuk apa lagi?" tanya Haejung tak mengerti.

Renjun tersenyum menampilkan deretan giginya membuat kerutan di dahi Haejung semakin terlihat jelas. Meskipun ia berpikir Renjun aneh, ia tetap saja merasa salah tingkah di berikan senyuman seperti itu. Untung saja Renjun tidak tersenyum seperti itu di koridor tadi. Andai saja Renjun tersenyum menampilkan gigi-giginya, mungkin kepopuleran Jeno saja bisa luntur dalam sekejap.

"Untuk ini,"

Dan sesaat kemudian Haejung membulatkan matanya --terkejut.

•°•°TBC°•°•

Vomment juseyo💞

Innocent;huang renjun[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang