CHAPTER 2: HANYA PERASAANKU SAJA?

6.7K 991 78
                                    

"Hyung.. Itu bukan aku, percayalah. Aku ini pria normal"ucapku bersikeras membantah rumor-rumor itu di depan kakek tua yang tengah mengintimidasi ku saat ini.

Ia melepas kaca mataku dengan paksa, mengacak-acak rambutku dan menyuruhku membuka jas yang terpasang rapi membalut tubuhku.

"lepaskan jasmu"

"Hah? Waeyo?"

"Sudah lepaskan saja"

Dengan ragu-ragu aku membuka jasku, menyisakan kemeja seragam berwarna putih. Ia bangkit dari duduknya, mendekatiku dan mengulurkan tangannya membuka kancing kemeja ku satu persatu membuat aku memukul tangannya, memberontak dan menggeliat agar tubuhku terlepas dari tangan besarnya. Astaga, sebenarnya yang tidak normal disini siapa?

"Hyung!" ucapku setengah berteriak.

Karena ia tak kunjung menjauh aku menarik rambutnya ke belakang dan itu berhasil.

Lihatlah apa yang dilakukannya padaku. Kemejaku keluar dan kancing kemeja seragamku sudah terbuka semua menampakan dalaman kaos putih bertuliskan i'm not nerd yang aku gunakan. Rambutku berantakan dan lebih dominan diacak ke belakang. Ya jadinya dahiku terekspos kemana-mana.

Oh man, Ini bukan style ku di sekolah.

"Keluar lah seperti itu. Rumor itu akan hilang dan akan tergantikan dengan berita terbaru bahwa pangeran telah turun dari surga. Mereka -para siswi- pasti akan tergila-gila padamu jika kau keluar seperti ini"

Aku menghela napas panjang, "Tidak. Aku tidak boleh berpenampilan seperti ini di sekolah. Mereka akan tau yang sebenarnya"

"Renjun-ah.."

"Tidak, hyung. Tidak sekarang" potong ku.

Pria 24 tahun itu menghela napas. Mengibaskan tangannya ke udara pertanda ia menyerah dan menyuruhku berbuat sesuka hatiku. Mungkin ia sedang malas berdebat. Biasanya ia akan berdebat dulu denganku hingga telinga lebarnya itu memerah.

Aku kembali merapikan pakaianku seperti Renjun yang dikenal teman sekelasku. Memakai kaca mata dan tatanan rambut yang 'katanya' benar-benar culun.

Aku tersenyum lebar padanya, "Saranghae, Chanyeol hyung!"

Untuk saat-saat seperti ini aku mensyukuri kenyataan bahwa wali kelasku adalah Chanyeol hyung, si Park Saem yang sangat gilai oleh guru wanita bahkan siswi-siswi di sekolah ini.

•••

Aku menatap mesin berbentuk persegi yang terus mengeluarkan bunyi seirama itu. Sebuah layar yang menampilkan garis naik-turun tekanan jantung seseorang. Alat itu tersambung kepada seorang wanita paruh baya yang kini berada di depanku.

Dia ibuku.

Entah sudah berapa lama ia terbaring di bangkar rumah sakit ini. Tak pernah berbicara. Tak pernah bergerak. Seperti patung yang hanya memiliki detak jantung. Ia tetap diam apapun yang terjadi.

Aku menggenggam tangannya. Mencium lembut permukaan tangan yang mulai menampakkan kerutan halus itu. Berusaha menyalurkan kehangatan yang ada pada diriku. Oh, bahkan aku sendiri tidak bisa menciptakan kehangatan yang dapat aku bagi kepada orang lain.

"Eomma," ucapku sambil tersenyum tipis.

"Kapan kau sadar?"

Aku mengelus tangannya. Memperhatikan setiap bagian dari wajahnya tak tampak menua. Tak berubah, ia masih menjadi eomma ku yang cantik. Eomma yang dulu mengandung dan melahirkanku serta eomma yang membesarkanku.

Setetes air mataku mulai menetes, "Bogoshipo"

"Bogoshipo, eomma. Aku mohon sadarlah. Aku akan menjadi anak yang baik mulai sekarang. Aku akan terus berusaha membanggakanmu. Aku tidak akan bertengkar dengan Nana lagi. Eo? Ah ani. Aku tidak yakin dengan perkataanku yang terakhir. Ia duluan yang mengajakku bertengkar sebagai lelaki sejati aku tidak bisa menolaknya," mata dan pipiku mulai basah, air mata itu terus mengalir tanpa bisa aku tahan. Air mata itu keluar begitu saja tanpa aku kehendaki.

Aku menarik cairan yang ada di hidungku kedalam, mengusap air mataku dan kembali menatap wajahnya, "Jadi bisakah kau bangun dan memarahi kami jika kami bertengkar? Aku janji jika kau yang memarahi kami kami tidak akan bertengkar lagi. Ku mohon eomma, bangunlah.."

Bahuku mulai naik turun. Aku menunduk menyembunyikan wajahku yang sudah berantakan akan air mata. Memikirkan ini membuat hatiku sakit. Kepalaku terasa mau pecah. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Memangnya apa hal hebat yang dapat dilakukan remaja 16 tahun?

Aku lelah. Aku tidak melakukan banyak pekerjaan namun aku merasakan lelah yang teramat sangat. Batinku semakin tersiksa saat aku berusaha menerima kenyataan yang terjadi.

Dan kenyataan bahwa banyak hal yang tidak aku ketahui dari masalah ini membuat ku jauh lebih sakit.

"Eomma aku pergi dulu menjemput Nana. Hari ini dia kembali ke Seoul jadi bangunlah, eo?" ucapku lalu mencium keningnya dengan lembut.

Aku berjalan keluar dari ruangan 303 tempat eommaku di rawat. Aku membuka kacamataku, lalu memasukkannya kedalam tas sambil terus berjalan menelusuri koridor menuju loby.

Tunggu.

Aku membalikkan tubuhku, melihat kebelakang sembari menyipitkan mataku pertanda aku tengah melihat dengan fokus.

Dan kosong.

Tidak ada orang.

Tapi aku merasa seseorang mengikutiku beberapa saat yang lalu, bahkan aku dapat mendengar suara langkah kakinya.

Aku terus menatap ke belakang namun tetap tidak ada apa-apa. Akhirnya aku kembali membalikkan tubuhku dan menghadap ke depan. Kembali berjalan hingga melewati loby menuju parkiran rumah sakit. Shin Ahjussi pasti sudah menungguku disana.

Oh ya, kalian tau siapa yang akan aku jemput?

Salah satu orang yang ada di foto gay itu selain aku.

Na Jaemin, saudara angkatku.

----
Terima kasih buat yang udah baca dan vote fanfiction ini. Semoga fanfic ini bakalan lancar terus dan banyak yang baca dan vote. Amin.

Tbc~

Innocent;huang renjun[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang