CHAPTER 18: MENGHINDAR

3.5K 557 35
                                    

Renjun melebarkan matanya. Tubuhnya membeku melihat daftar keluarga itu. Disini -di kamar Chanyeol, ia menatap layar laptop itu. Matanya terus menatap nama itu. Nama yang membuat hatinya mulai bergetar saat ini. Kenapa Haejung bisa berhubungan dengan si penabrak itu?

Park Haeyo

Anak
Park Haejoon | Park Haejung

Jika disana tak ada foto Haejung, Renjun tak akan seterkejut ini. Ia kembali menatap foto itu. Perlahan rahang dan kepalan tangannya mulai mengeras. Matanya mulai berlinang. Tidak. Ia tidak seharusnya menangis. Kenapa ia harus menangis? Memangnya ada apa dengan Haejung?

Renjun menunduk. Hatinya sakit menyadari jika Haejung adalah anak dari seorang yang paling ia benci di dunia ini. Darah orang itu mengalir pada Haejung. Gadis yang akhir-akhir ini terus hinggap di pikirannya. Tak perduli seberapa besar perasaan Jaemin pada gadis itu, Renjun tak bisa menahan hatinya untuk menjauhi Haejung. Bahkan, setelah ia mencoba menjauh, memarahi, dan bersikap seolah membenci Haejung perasaannya lah yang tidak tenang. Perasaan bersalah itu terus mendiami hatinya. Bagaimana jika Haejung menangis karenanya?

Namun sekarang, Renjun mulai menyesali semuanya. Andai saja ia tidak pernah berbicara pada Haejung, andai saja ia tak mengajak Haejung jadi kekasihnya waktu itu, andai saja ia tak memperbolehkan Haejung masuk ke kamarnya, andai saja ia tak menggendong Haejung saat ia pura-pura pingsan,

Dan seandainya ia tak melihat laptop Chanyeol.

Mungkin semuanya tidak akan serumit ini.

Jika tidak karena semua itu, Renjun sudah pasti membenci Haejung saat ini dengan mudah tanpa pikir panjang. Lalu bagaimana sekarang? Ia tak bisa membenci gadis itu. Entah apa alasannya, ia malah manangis saat memikirkannya.

Renjun sudah berusaha melupakan Rena dan itu berhasil, karena Haejung. Sekarang bagaimana? Ia harus melupakan Haejung dengan cara apa? Perasaanlah yang memperumit semuanya.

Jaemin mendekati Renjun. Kini ia telah berdiri di belakang Renjun. Ia menatap Renjun sekilas sebelum akhirnya menatap layar laptop chanyeol yang mulai meredup. Jaemin penasaran apa yang ada di dalam sana hingga membuat mood Renjun memburuk.

Untuk yang kedua kalinya, nama Haejung membuat seseorang merasa seluruh sendi pada tubuhnya tidak berfungsi. Jaemin menelan salivanya dan kembali menatap layar laptop. Perlahan -dengan hati-hati karena ia takut apa Haejung yang ada di sana adalah Park Haejung teman sebangkunya, Jaemin menyentuh mous dan menggerakkan cursor itu ke bawah. Dimana terdapat beberapa foto -yang satu fotonya membuatnya kembali terdiam.

Renjun mengangkat wajahnya dan segera menjauhkan tangan Jaemin dari laptop. "Bagaimana?" tanya Renjun dengan suara yang sedikit serak dan tidak jelas.

Jaemin menatap Renjun tak percaya, "Molla..."

Renjun menarik cairan di hidungnya kedalam lalu menepuk bahu Jaemin -berusaha menguatkan padahal ia sendiri tak dapat menguatkan hatinya.

"Kenapa dunia sesempit ini?" tanya Jaemin lebih kepada dirinya sendiri.

•°•°•°•

Haejung menendang-nendang kerikil yang berada di depan kakinya. Sesekali kepalanya terangkat untuk mengecek tanda-tanda kedatangan bis. Namun, sudah 30 menit Haejung menunggu di halte, tak ada satupun bis yang lewat apalagi berhenti. Sedangkan hari semakin siang membuatnya mulai cemas. Gadis itu melirik arlojinya untuk kesekian kalinya lalu mendengus kesal. "Kemana semua bis ini?"

Tak lama setelah itu, sebuah bis jurusan sekolahnya tepat berhenti di depannya. Senyum Haejung mengembang saat melihat Renjun yang duduk di sebelah jendela dengan earphone yang menyumbat kedua telinganya dengan mata tertutup. Sepertinya ia benar-benar menikmati lagu yang tengah mengalun melalui earphone itu.

Dengan cepat Haejung masuk ke bis itu lalu mengambil tempat duduk di sebelah Renjun yang kebetulan kosong. Hingga setengah perjalanan Renjun tak kunjung membuka matanya. Haejung berpikir mungkin Renjun tidak sadar akan kehadiran seseorang disebelahnya.

Tiba-tiba ide muncul dikepala Haejung. Walaupun sedikit ragu karena takut Renjun akan marah, Haejung melepas salah satu earphone Renjun dan memakainya. Ketika lagu itu juga mulai mengalun di telinganya, Haejung memperbaiki posisi duduknya dan ikut memejamkan mata.

Saat merasakam earphone yang terlepas, dengan refleks Renjun membuka matanya. Ia sedikit terbelalak namun kembali normal saat melihat Haejung yang tiba-tiba sudah duduk disebelahnya. Matanya kini menatap Haejung dengan sendu. Menatap Haejung kembali membuat hatinya sakit. Ia kembali mengingat ibunya. Ibunya yang hanya punya kemungkinan 50% untuk hidup dan dari 50% itu 30%nya dokter memprediksi kalaupun ibunya sadar, kemungkinan ibunya akan lumpuh.

Renjun mengalihkan padangannya ke luar bis. Ia tak ingin jika ia menatap Haejung terlalu lama, ia akan semakin susah untuk membenci Haejung. Bahkan hanya untuk membentak gadis itu saja sepertinya sangat susah sekali.

"Renjun-ah..." Renjun tetap diam saat merasa bahunya disentuh. Ia dapat menebak itu adalah perbuatan Haejung.

"Kau kenapa? Sepertinya akhir-akhir ini kau membenciku. Apa aku melakukan salah? Mianhae. Jeongmal mianhae"

Renjun menutup matanya sembari mengulum bibirnya lalu menghela napas singkat.

Aku tidak tahun aku kenapa. Aku tidak bisa membencimu. Tidak. Appamu lah yang bersalah. Aniyo, aku yang seharusnya minta maaf, batin Renjun.

Pemuda itu kembali membuka matanya saat merasa bis berhenti. Saat menyadari bis berhenti di halte dekat sekolah, Renjun segera berdiri dan berjalan keluar melewati Haejung begitu saja yang kini masih duduk diam di bangkunya. Gadis itu lalu mengangkat kedua bahunya menjawab pertanyaan yang dilontakan hatinya. Seperti, Renjun kenapa?

Renjun mengeratkan jaketnya. Sebentar lagi musim gugur akan berakhir dan akan berganti dengan musim dingin. Jadi, kesedihannya akan memuncak ketika musim dingin nanti? Kenapa harus dimusim yang seharusnya saling msnghangatkan ia justru mendapat kenyataan pahit?

Kakinya mulai berjalan dengan cepat melewati lapangan dan lorong sekolah. Ia harus berjalan cepat untuk menghindari Haejung. Haejung adalah gadis yang cukup aktif dan dapat berlari dengan cepat. Bisa saja ia tadi ia mengejar Renjun untuk sekedar menyapa. Bukannya terlalu percaya diri. Renjun hanya mengikuti firasatnya untuk berlari- berlari sejauh mungkin untuk menghindari Haejung.

Saat ia merasa bahwa Haejung tak mengejarnya lagi -padahal ia juga tidak tahu apakah Haejung mengejarnya atau tidak-, Renjun mulai berjalan lambat sembari mengatur napas dan detak jantungnya yang sudah tak karuan.

Tanpa Renjun sadari, kini Haejung tengah berjalan dibelakangnya sembari tersenyum tipis. Dan tanpa mereka berdua sadari, kini Jaemin tengah berjalan dibelakang Haejung dengan santai dan pelan sembari menatap punggung Haejung dengan nanar.

Dan Renjun, pemuda yang terus menyangkal perasaannya kini mengetahui jalan yang dapat ia lakukan.

Menghindari Haejung, baik sementara maupun selamanya.

•°•°TBC°•°•

Note: play lagunya ya biar lebih ngfeel :')

Vomment juseyo💞

Innocent;huang renjun[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang