Enam

3.8K 181 5
                                    

Dan disinilah aku sekarang, sebenernya masih di depan pekarangan rumah sih, tapi bedanya lagi di dalem mobilnya si kutu kupret yang dari tadi nggak bisa berhenti ketawa, siapa lagi kalo bika si Devan.

Huft balasan line dari orang tuaku sunggu membuatku sangat malu. Oh My God, mau ditaruh dimana mukaku ini.

"Diem napa sih!" Ucapku ketus sambil menahan maluku yang luar biasa ini.

"Ngakak tau gak" ucap Devan lalu kembali tertawa.

"Ish, yaudah deh mendingan gue tur-"

"Iya deh iya, jangan marah dong tik" potong Devan.

"Tik? Sapa tuh? Mantan lo?" Cerocosku.

"Tik. Cantikkk" ucapan Devan barusan jelas saja membuat wajahku terasa panas. Aku yakin kini mukaku telah memerah.

"Eh cie blushing hahaha" goda Devan. Ck dasar Devannnn, gue bunuh lo baru tau rasa. Eh emang bisa? Nanti kalo gue kehilangan gimana? EH! Ck ngomong apasih gue barusan. Akhirnya daripada saltingku semakin kentara aku lebih memilih diam.

Author POV

Kini mereka telah tiba disalah satu mall ternama di tempat mereka tinggal. Devan segera turun dan yang membuat muka Leo memerah adalah tiba tiba Devan berlari ke pintu disebelahnya dan membukakannya.

"Udah kali turun aja, eh mukanya malah merah gitu" tanpa ba bi bu karena takut dirinya semakin salting saja, akhirnya ia segera turun.

Setelah Devan memastikan pintu mobilnya terkunci, Devan menggandeng tangan Leo.

Entah ini sudah yang keberapa kali Leo blushing untuk hari ini. Entah mengapa belakangan ini jantung leo berasa berdetak lebih cepat ketika bertemu dengan Devan.

Pertamanya Leo sempat memikir bahwa dirinya jatuh cinta pada Devan, tapi ia tangkis pikiran itu karena ia berpikir Devan adalah badboy dan itu sama sekali bukan tipenya sedikitpun. Toh kalau melihat setan di film horor juga jantungnya berpacu lebih keras. Jangan jangan Devan itu setan. Ah dasar Leo bodoh, mana mungkin banyak orang yang dapat melihat Devan jika Devan itu setan.

"Bengong aja sih" ucap Devan yang membuyarkan lamunannya. Ia juga baru sadar kalau ternyata dia sekarang telah berada di depan restaurant favoritnya.

"Udah ayo masuk" Devan kembali menarik tangan Leo dan memilih salah satu meja yang berada di ujung ruangan.

"Mau pesen apa?" Tanya Devan.

"Samain aja deh" ucapnya santai dan kembali memandang keluar jendela. Tiba tiba saja setetes air mata mengalir dari mata indahnya itu. Devan yang melihatnya pun langsung bingung, tetapi ia tetap menyeka air mata Leo.

"Kenapa?" Tanya Devan lembut. Leo hanya menggeleng pelan dan tetap memperhatikan satu arah dan tidak nenoleh sidikitpun, Devan akhirnya mengikuti arah pandangan Leo.

"Pacar lo?" Tanya Devan. Sedangkan Leo hanya menggeleng.

"Mantan?" Tanya Devan lagi. Dan akhirnya Leo mengangguk. Dengan perhatian penuh, ia berpindah ke samping Leo dan merengkuhnya dalam pelukannya.

"Shhh..., kalo lo mau cerita cerita aja"

"Dia baru putus hiks sama gue hiks 2 tahun yang lalu hiks, dia selingkuh hiks dari gue hiks, padahal gue udah nerima dia apa adanya hiks" setelah berceritapun tangisannya pecah kembali. Devan tetap setia memeluk Leo. Entah mengapa ia merasa balas dendamnya ini tidak akan ia lanjutkan lagi. Ia rasa ia telah jatuh dalam pesona Leo entah sejak kapan.

Bertepatan dengan redahnya tangisan Leo, pelayan datang dengan membawa dua porsi pancake dengan beberapa scoops ice cream serta choco chips diatasnya. Jelas menu yang dipesan Devan itu membuat mood Leo sedikit membaik.

"Udah gih dimakan, entar keburu leleh ice creamnya"

"Thanks ya!" Ujar Leo.

"Buat?" Tanya Devan keheranan.

"Lo udah mau jadi temen curhat gue" ucap Leo tulus, sangat tulus.

"Apa sih yang enggak buat lo" goda Devan yang jelas membuat Leo merona.

"Eh lo mau makan lagi nggak? Gue masih laper nih, tapi makannya diluar mall aja ya, gue tau tempat jual batagor yang enak."

"Batagor?" Tanya Leo dengan mata yang berbinar. Devan yang gemas melihat tingkah pujaan hatinya itupun mengacak rambut Leo gemas.

"Udah yuk, keburu kemaleman. Nanti nggak enak sama papa mama lo" Leo hanya mengangguk senang.

***
"Lo nggak papa kan makan dipinggir jalan kayak gini?" Tanya Devan yang segitu perhatiannya pada Leo.

"Gapapa lah, gue malah lebih suka makan di pinggir jalan. Biasanya lebih enak, murah lagi" ucapnya lalu terkekeh.

"Kamu mau pake siomay nggak?"

"Enggak deh"

Tak lama kemudian Devan datang dengan membawa 2 porsi batagor tanpa ada siomay disana.

"Nih makan ya" ucapnya sambil mengelus rambut Leo dengan sayang.

Ditengah kegiatannya makan, ia menyempatkan diri untuk melihat keadaan Leo. Tanpa sadar ia tersenyum ketika melihat Leo makan dengan lahap. Jujur saja ia sendiri tidak terlalu menyukai makanan restaurant, ia cenderung menyukai makanan yang ada dipinggir jalan. Sangkin asiknya memandangi Leo, ia tidak sadar kalau sedari tadi ada yang memandangi mereka dengan pandangan kesal, marah, dan benci terutama kepada Leo.

Leo yang merasa ada yang menatapnya terus meneruspun akhirnya menoleh.

"Kenapa Van?" Devan langsung mengarahkan tangannya ke ujung bibir Leo.

"Ih udah besar tapu makannya masi belepotan" ejek Devan

"Ish biarin" ucapnya dan mengembungkan pipinya.

"Jangan gitu pipinya, entar gue cium loh" goda Devan

"Biarin" sahut Leo cuek.

Cup

Blush, muka Leo langsung memerah dan salting. Ia memukul lengan Devan pelan.

"Nyebelin" ucap Leo salting

"Nyebelin tapi suka kan" goda Devan.

Leo sangat yakin jika mukanya sekarang sudah sangat sangat memerah mungkin telah mengalahkan kepiting rebus.

"Udah yuk balik" Devan bangkit berdiri dan membayar batagor tadi, dan kembali ke meja tempatnya duduk tadi.

"Nih Van uangnya" ujar Leo sambil menyerahkan dua lembar uang sepuluh ribuan.

"Buat?" Tanya Devan heran.

"Batagor" ucap Leo santai

"Nggak usah, gue yang trakrir. Simpen aja uangnya" ujar Devan.

"Ih tapi kan gue mau bayar" rengeknya.

"Udah lah, santai aja kalo sama gue"

"Gapapa nih? Tapi guenya nggak enak sama lo"

"Udah, santai aja kalo sama gue" Leo hanya mengangguk saja.

***

Sekarang mereka telah sampai didepan rumah Leo. Leo hendak membuka pintu mobil tetapi ia merasa tangannya dicegat oleh sebuah tangan. "Kenapa lagi Van?" Tanya Leo sambil menghadap Devan.

Cup

Devan mengecup kening Leo dengan lembut. Lagi lagi Leo kembali blushing.

"Nggak mau bales cium nih?" Tanya Devan dengan senyuman jailnya.

"Au ah bodo" ucap Leo yang sebenarnya hanya untuk menutupi rasa saltingnya.

"Hati hati" ucap Leo, lalu ia membuka pintu mobil dan

Cup

Ia mencium pipi Devan sekilas lalu berlari keluar mobil menuju rumahnya secepat mungkin yang ia bisa. Ia terlalu malu untuk kembali menoleh kearah Devan. Setelah pintu dibuka ia langsung meninggalkan orang tuanya dan berlari menuju kamarnya di lantai 2. Namun ia masih sempat mendengar Devan berbincang dengan kedua orang tuanya. Ia hanya berharap agar Devan tidak menceritakan pada orang tuanya kalau tadi Leo mencium Devan.

Tbc.

Jangan lupa voments 😁

Just A Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang