Delapan

3.1K 147 4
                                    

Kini mereka telah berada di wahana paling terakhir. Apa lagi kalau bukan bianglala disaat saat waktu sunset tiba.

Sebenarnya Devan senang karena rencana yang terlintas dipikirannya tadi pagi sedikit lagi berhasil. Namun di sisi lain, ia juga merasa gugup. Jujur saja ia belum pernah segugup ini.

Tepat saat bianglala yang mereka tumpangi tepat di tengah-tengah, Devan mulai memberanikan dirinya untuk melakukan recananya.

"Ekhm" dehem Devan yang membuat Leo menoleh padanya.

"Yo, gue tau ini mungkin terlalu cepat. Tapi gue nggak tau kenapa gue nggak bisa tahan ini semua lebih lama. Gue nggak mau terlambat sebelum lo jadi milik orang lain. Jujur gue nggak bisa ngelakuin hal hal romantis. So, Leo not you want to be my girlfriend?" Tembak Devan langsung. Entah apakah keputusan yang ia miliki ini akan berjalan dengan baik agau tidak, pasalnya ia sekarang mendadak menjadi takut bahwa itu bukanlah rasa cinta tapi hanyalah tekatnya untuk balas dendam yang semakin membesar.

Mendengar pertanyaan itu membuat muka Leo langsung memerah. Ia mengangguk dan langsung memeluk Devan. Adegan peluk memeluk mereka berakhir ketika mereka mendengar suara pintu bianglala terbuka.

'Dasar perusak suasana' batin Devan. Sedangkan Leo hanya menyengrit bingung ketika mbak mbak yang membukakannya pintu menatapnya sangat tajam.

Ada dua kemungkinan yang berada di otak Leo sekarang. Antara mbak mbaknya tau tau sudah jatuh dalam pesona Devan yang memang sangat tinggi.
(liat aja sendiri ya Devan itu kayak gimana, cari di google atau liat di cast, authornya takut salah mendeskripsikan :D)

Atau pikiran kedua adalah pikiran yang membuat Leo ingin tertawa, yaitu mbak mbaknya terlalu jones (jomblo ngenes) sehingga mbak mbaknya nggak terima kalo ada orang yang berdua duaan. Karena terus memikirkan pemikirannya yang kedua itu, ia tanpa sadar tersenyum dan itu membuatnya terlihat sangat manis. Sampai sampai ia juga tidak menyadari banyak pria pria yang terkagum kagum melihatnya. Pertamanya Devan juga tidak sadar, namun tatapan setiap orang yang mengarah kepadanya, atau lebih tepatnya mengarah kepadanya membuatnya menoleh dan mendapati Leo sedang tersenyum.

"Kenapa kamu kok senyum senyum sendiri? Gila ya?" Tanya Devan separuh bercanda.

"Ish masa pacar sendiri dibilang gila sih" balas Leo yang sebenarnya hanya pura pura ngambek sambil mengembungkan pipinya.

"Jangan marah dong, habis bikin gemes sih. Emang kamu tadi ketawa kenapa?" Tanya Devan Lembut. Akhirnya Leo pun menjelaskan alasan ia tersenyum yaitu tak lain dan tak bukan adalah karena pemikirannya yang ingin membuatnya tertawa. Mengingat pendapatnya mengenai mbak mbak tadi membuatnya tertawa terbahak bahak dan itu membuat Devan melukis senyumnya sebelum ia menyadari bahwa mereka menjadi pusat tontonan.

Hampir seluruh pria disana menatap Leo, dan seluruh wanita menatap Devan yang membuatnya berhenti tersenyum dan menatap tajam semua orang yang memperhatikan mereka tanpa terkecuali sampai mereka mulai mengalihkan pandangan masing masing.

"Pulang yuk" ajak Devan ketika mengingat bahwa ia telah berjanji pada kedua orang tua Leo untuk tidak membawa pergi anaknya hingga terlalu malam.

"Oke" jawab Leo karena dirinya telah puas berada di taman bermain itu.

MOBIL

"Yo, makan dulu yuk, aku laper" ucap Devan dengan menyengir sehingga menampakkan gigi giginya yang rapi dan bersih.

"Sejak kapan kita pake aku kamu?" Tanya Leo yang malah mempertanyakan tentang aku-kamu daripada menjawab pertanyaan Devan.

"Sejak tadi, makan duku nggak papa kan?" Tanya Devan lagi.

"Iya deh nggak papa" sahut Leo

***

Sepertinya hubungan mereka tidak akan baik baik saja. Bagaimana bisa menjadi baik? Pasalnya mereka baru jadian kemarin malam dan Devan tidak menghubunginya sama sekali setelah mengantarnya pulang. Ditambah dengan Devan yang pagi ini tidak menjemputnya untuk berangkat ke sekolah.

Entah apa yang harus Leo rasakan, antara sedih, kecewa, atau mungkin marah. Bukannya diawal masa pacaran mereka, mereka seharusnya tidak bertengkar dan marah marah? Leo telah berkali kali mencoba menghubungi Devan, tapi apa hasilnya? Nihil, bahkan membaca pesanya pun juga tidak. Haruskah Leo khawatir? Tapi entah mengapa, Leo tidak merasakan khawatir sedikitpun.

Mau tidak mau akhirnya ia ke sekolah diantar oleh supir pribadinya, ayahnya telah berangkat terlebih dahulu karena mengira Leo akan dijemput oleh Devan yang notabene adalah pacarnya. Ya, kedua orang tua Leo memang sudah mengetahuinya karena syarat jika Leo mau pacaran adalah harus menmberitahu orang tuanya.

Saat ia telah sampai di sekolah, ia berjalan di lorong kelas yang sangat ramai sehingga ia harus berdesak desakan. Karena padatnya lorong, ia tidak bisa berkutik lagi ketika ada seseorang yang tiba tiba menarik tangannya. Ia hanya pasrah saja, mungkin saja seseorang itu adalah orang yang ia tunggu, Devan.

Tapi sayangnya dugaannya salah, yang menariknya tadi rupanyaadalah Bela dan kawan kawannya. Masih inget Bela kan? Bela menyeret Leo sampai di gudang belakang sekolah. Dan ketika pintu gudang dibanting oleh Bela sehingga Leo sangat kaget.

BRAKK...

"He! Lo ngapain berani berani ndeketin Devan hah?! Emang lo kira gue percaya kalo lo itu anak pemilik sekolah?! Nyogok berapa lo?! Inget ya pemilik sekolah ini cuma P.A.P.A G.U.E." Ucap Bela dengan penekanan di setiap hurufnya. Leo hanya tersenyum sinis. Hari gini masih ada orang ngaku ngaku kaya gitu.

"Apa lo senyum senyum!"

PLAK!

Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi Leo. Ia hanya bersikap biasa saja, dia bukanlah seorang gadis lemah. Ia tidak menangis meskipun darah mengalir dari sudut bibirnya.

Setelah 30 menit menghajar, menampar, menjambak, bahkan meninju Leo, akhirnya Beka dan kawan kawannya meninggalkan Leo sendirian di gudang yang gelap. Leo tidak bisa melakukan apa apa lagi, rasanya tubuhnya sudah lemas, sakit dan berasa remuk hingga dirinya tidak mampu menggerakkannya lagi.

Kriettt..

Leo sudah tidak dapat melihat siapa yang masuk lagi karena tiba tiba semuanya menjadi gelap.

***

"Ukh.. gue dimana?" Tanya Leo yang sebenarnya entah pada siapa.

"UKS" jawab pria itu cuek. Sedangkan Leo tersentak kaget karena ia tidak menyadari ada orang disana.

"Udah sadar kan? Yaudah gue balik" ucap pria itu lagi sama dengan cueknya.

"Eh tunggu" ucap Leo. Pria itu menoleh "hm?" Gumamnya.

"Makasih" ucapnya.

"Hm" sahutnya lagi lalu keluar dari UKS.

'Cogan njir, tapi sayang cueknya nggak ketulungan. Eh mending deng dia cueknya ditampakin, daripada sih yang kemarin sifatnya sweet tapi tau tau pergi dan ngilang se enaknya. Apa langkah gue dengan nerima Devan itu salah?' Batin Leo. Mengingat Devan membuatnya kembali meneteskan air mata. Haruskah ia kembali merasakan pahitnya kisah cinta seperti dulu?

Tbc.

Jangan lupa voments 🙆

Just A Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang